Cute Red Pencil

Learning will bring change

Learning is the smartest investment you can do. Because your investment will return the number of the hundreds and even thousands of times greater than before.

UNNES

Universitas Negeri Semarang(Unnes) adalah universitas konservasi. Konservasi memang telah menjadi visi kami. Lengkapnya, universitas konservasi bertaraf internasional yang sehat, unggul, dan sejahtera.

Non Formal Education

Non Formal Education (PLS) is one of the majors in FIP, UNNES, which is located on the 3rd floor of the building where the A3, the Department of Non-Formal PLS. which in hope that after graduation can jump in the community. PLS (Joss, Jaya, Gemilang).

Education

Education is not a preparation for life, education is life itself.

Education will affect our lives

choose the way up because it will lead us to new peaks.

Saturday, January 24, 2015

karya Newbie by HanArt

 Sketsa wajah 


Torrevieja ( two personality in one face)


Typo grafis


Vektor art




                         

      Tari Topeng Betawi


WPAP










Monday, January 5, 2015

Media Pembelajaran Interaktif

                               https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgF09IQlTF48-2jzJOcBKtO_P91886JsOjqz8gBb1kfk9LN96dkrDwmwcPUwTEvEo9_0EKgE-GNeTn06BCGc_GCbzwSlXBlYQZKHpT7__YLSXPdnTP1OFJnOg8PFvmeoB4GnJC1PpCw4C_n/s1600/1.jpg

  • Untuk mendownload materi Analisis SWOT silahkan klik disini
  • Untuk mendownload materi Program Pemerintah dan Swasta dalam Implementasi TIK untuk Pendidikan Luar Sekolah klik disini
  • Untuk mendownload materi Hubungan TIK dengan Komputer klik disini
  • Untuk mendownload materi Hardware dan Software klik disini
  • Untuk mendownload materi Sejarah Perkembangan Komputer klik disini
  • Untuk mendownload materi Pembelajaran Modern untuk PLS klik disini

Sunday, January 4, 2015

Pendidikan Seumur Hidup




BAB I
PENDIDIKAN UNTUK MENGHADAPI PERUBAHAN
            Perhatian para pendidik semakin meningkat terhadap perubahan yang terjadi dengan cepat hampir dalam segenap segi kehidupan. Misalnya dalam bidang sosial budaya telah terjadi perubahan seperti pertumbuhan penduduk yang besar, meningkatnya mobilitas sosial dan meluasnya aktivitas politik dan budaya. Salah satu efek dari perubahan yang telah dikemukakan, meningkatnya tuntutan akan persamaan pendidikan dalam masyarakat dan juga bangsa yang berbeda pengkembangan kekayaan dan  teknologinya. Tidak hanya itu, pada bidang komunikasi, sains, dan teknologi. Misalnya pada bidang teknologi dan komunikasi seiring berkembangnya teknologi komunikasi pun semakin lancar dan pada bidang sains adanya hasil penelitian-penelitian yang dapat mempermudah kehidupan masyarakat. Pada akhirnya terjadi perubahan ekstensif dalam persediaan dan penawaran barang yang diperlukan konsumen serta organisasi alat-alat produksi.
            Disebabkan oleh fenomena diatas, murid-murid sekolah dipersiapkan untuk memasuki masyarakat dan dunia kerja yang mungkin tidak ada ketika mereka dewasa nanti. Dengan kata lain murid-murid mempelajari sesuatu yang tidak diperlukan ketika mereka dewasa kelak. Peristiwa seperti itu tidak hanya terjadi di negara yang sudah maju, tetapi juga terjadi di negara yang sedang berkembang.
            Pembaharuan-pembaharuan pendidikan mulai menekankan perlunya perumusan tujuan pendidikan baru, untuk pendidikan untuk dunia yang sedang berubah. Tujuan pendidikan baru merupakan implikasi dari sifat-sifat kejiwaan dan juga berimplikasi terhadap bermacam aspek kehidupan manusia itu sendiri. Walaupun demikian, aspek kejiwaan menjadi masalah utama yang disoroti dalam pembahasan ini. Tujuan pendidikan baru, pendidikan untuk menghadapi perubahan. menyatakan bahwa ketrampilan, nilai dan sikap yang diperoleh dan dipergunakan pada masa kanak-kanak tidak akan sesuai dengan kehidupan ketika mereka dewasa. Keterampilan, nilai dan sikap yang tidak sesuai itu, seperti pengetahuan, hubungan antar perorangan, perkembangan diri, kepribadian dan sebagainya.
            Peningkatan kebutuhan mengakibatkan “Inovasi pengetahuan” (Dumadezier, 1972), sedangkan pengetahuan sekarang akan berfungsi sebagai basis kelangsungan proses belajar lanjut dan belajar kembali. Proses belajar terus menerus tidak hanya terbatas pada membaca, menulis, dan berhitung di sekolah tradisional, bahkan diperluas ke seluruh aspek kejiwaan. Anak-anak perlu memperoleh pengetahuan tidak hanya mengenai fakta-fakta yang ada dalam masyarakat mereka, tetapi juga diri mereka dan orang lain serta kebudayaan mereka dan kebudayaan orang lain. Dalam lingkungan tradisional mereka perlu mengetahui bagaimana memperoleh pengetahuan pada waktu yang diinginkan. Bahkan yang lebih penting lagi adalah bagaimana mempergunakannya. Mereka harus dapat mengorganisir, menyimpan dan mengingat informasi, mempergunakan logika, perhitungan dan berkomunikasi dengan orang lain.

Teori pendidikan sekarang berubah pendekatannya dari mementingkan keterampilan kognitif ke arah membantu perkembangan dalam dan antar perorangan. Ini berarti peningkatan tuntutan, bahwa pendidikan secara sadar sepenuhnya membantu melicinkan pertumbuhan diri dan meningkatkan usaha aktualisasi diri. Pendidikan harus mengembangkan individu sebagai bagian proses menuju kematangan. Dan pendidikan secara kejiwaan mempersiapkan individu untuk menanggulangi ketegangan pribadi sebagai akibat perubahan kehidupan yang cepat, pekerjaan, sosial dan budaya. umpamanya dahulu banyak anak yang masuk ke lapangan pekerjaan bidang otomotif untuk itu sekarang banyak sekolah khusus untuk jurusan otomotif yaitu pada SMK atau STM yang dalap memberikan ketrampilan yang lebih memadai untuk memperoleh pengetahuan dan kemudahan dalam pekerjaan mereka.
Macam-macam perubahan yang telah didiskusikan mempunyai implikasi lebih jauh terhadap produksi dan distribusi barang-barang serta prestasi kemauan kerja. Perubahan yang meluas dapat diprediksikan akan melahirkan masa depan yang tidak stabil baik personal maupun emosional. Jika orang-orang tidak dapat menanggulangi perubahan, mereka akan tenggelam, kelewat atau terasing dari kepribadiannya. Dalam keadaan seperti itu, pendidikan akan berperan membantu pertumbuhan kepribadian yang kuat untuk menanggulangi perubahan dan menolong orang-orang berhubungan dengan sesamanya. Dalam bidang kognitif pendidikan harus menolong pelajar untuk mengembangkan konsep baru tentang pertumbuhan diri, mandiri, dan untuk menerapkan konsep baru agar mereka mengerti dirinya sendiri, berhubungan dengan orang lain, bekerja, dan bersenang-senang.

KEBUTUHAN PENDIDIKAN ORANG DEWASA.
Dari sisi lain , system pendidikan masa kini mendapat kecaman tidak mampuanya melayani sebagian besar orang dewasa .(karena orang dewasa suka pembelajaran praktis dan berpusat pada masalah)(suber:www.google.com) Dinytakan  bahwa anak-anak akan mengalami  perubahan di masa depan  ketika mereka dewasa, sedangkan  orang dewasa tidak  memiliki kesempatan seperti anak-anak. Anak-anak dilibatkan dengan perubahan penting yang terjadi pada masa kini. Justru itu, perlu peningkatan  penekanan bahwa pendidikan bertugas mempersiapkan anak-anak masa kini untuk menghadapi masa depan,juga system pendidikan hendaknya diorganisir agar dapat menemukan kebutuhan masa kini yang cocok dengan kebutuhan  ketika mereka dewasa . Asumsi bahwa 10,12,atau 15 tahun masa persekolahan formal  dapat mempersiapkan orng dewasa untuk menanggulangi seluruh ospek  kehidupan telah hilang dalam pemiikiran pendidikan sekarang.
Beberapa tanda meunjukkan peningkatan perhatian   pendidikan orang dewasa di Amerika  Utara dan pengembangan prinsip-prinsip keorganisasian seperti “ recurrent education .” Dan akhir-akhir ini , pembuat undang-undang di Perancis  menetapkan  sejumlah substansi pendidikan lanjutan untuk pegawai-pegawai mereka . Jerman telah menetapkan periode  Bildungsurlaub (cuti karena pendidikan , sedangkan persatuan pengusaha  dan pekerja Australia  menyetujui untuk membayar upah cuti bagi pekerja  yang mengikuti kursus-kursus pendidikan. Sukses Uneversitas terbuka di Inggris dan pengembangan beberapa lembaga yang sama di beberapa negara seperti Canada dan lain lain merupakan contoh pengembangan pendidikan orang dewasa. Akhirnya, sejalan dengan perubahan dunia, dirasakan kebetuhan untuk memperlengkapi orang-orang dengan pengalaman pendidikan formal diluar usia sekolah konvensional.
Orang dewasa suka pembelajaran praktis dan berpusat pada masalah.Oleh karena itu digunakan pembelajaran kolaboratif serta kooperatif  dan pemecahan masalah secara otentik. Berikan contoh-contoh nyata ,cerita dan overview untuk mengaitkan teori dengan praktek. Bantu mereka untuk menerapkan informasi baru.Antisipasi masalah yang mungkin akan dihadapi dalam mengaplikasikan informasi baru itu , berikan saran-saran dan pengalaman anda.
Orang dewasa suka pembelajaran yang mendukung harga diri mereka.Mulailah dengan kegiatan kerja dalam kelompok kecil dengan resiko kegagalan yang rendah. Bantulah mereka untuk berkembang menjadi lebih efektif dengan latihan terarah dan pembiasaan. Rencanakan untuk membangun sukses individual secara bertahap. Dimulai dengan tugas yang ringan menuju yang lebih berat.
Orang Dewasa suka pembelajaran suka pembelajaran yang mengintegrasikan informasi baru dengan pengalaman mereka. (alasan ditambahnya kalimat ini agar pembaca tambah mengetahui pembelajaran apa saja yang dapat mendukung harga dirinya serta kegagalan serta resiko-resikonya)

PENDIDIKAN DAN MASA KANAK-KANAK
Untaian argumentasi ketiga,berkenaan dengan pentingnya pengalaman padatahun-tahun pertama kehidupan dalam rangka perkembangan masa depan.Meskipun dalam beberapa kasus tuntunan lebih banyak di dasarkan pada issu ekonomi atau polititk dari pada analisis kejiwaan di masa anak-anak awal beberapa kelompok dinegara maju pada akhir-akhir ini mendorong pemerintah untuk menyelenggarakan pedidikan formal bagi anak-anak awal.Ini sering kali di sebut dengan istilah prasekolah untuk mempelihara anak-anak yang ibunya sedang bekerja.
           Di beberapa  masyarakat,contoh Canda,pendidikan pada masa kanak-kanak awal;atau pra sekolah di usulkan sebagai bagian usaha membantu penggabungan anak-anak darikebudayaan minoritas( seperti India, Canada)kedalam kebudayaan yang dominan.Perhatian juga di berikan pada lingkaran pendidikan yang memasukan proyek pendidikan awal seperti program “Hoadstart”di  Amerika Serikat,dengan tujuan untuk menyembuhkan kemunduran kognitif yang di akibatkan oleh stimulasi terdahulu yang tidak memadai.Dengan demikian,pentingnya pengalaman pada tahun-tahun pertama kehidupan telah di akui secara luas sekarang ini.Salah satu hasilnya adalah perlunya struktur  formal  pengalaman belajar anak-anak prasekolah.Untuk itu umpamanya sistem persekolahan di perluas sehingga dapat menampung anak yang berumur lebih rendah dari umur yang telah di tetapkansekarang.Kemudian juga dirasakan perlunya perluasan konsep perluasan itu sendiri.
             Dalam hal ini,pemrintah harus bisa menyediakan fasilitas-fasilitas yang di perlukan dalam sistem persekolahan seperti:gedung atau ruangan persekolahan,buku-bacaan untuk anak-anak  yang berumur lebih rendah atau yang di sebut  PENDIDIKAN ANAK USIA DINI(PAUD).Maka dari   itu pemerintah seharusnya mengutamakan kepentingan nasional di atas kepentingan pribadi maupun golongan masing-masing. Karena ini bisa mempercepat adanya pembangunan Pendidikan begitu sebaliknya kalau pemerintah lebih mengutamakan kepentingan pribadi maupun golongan maka akan memperlambat jalanya pembangunan pendidikan.akibat  dari  lambatny pembangunan   pendidikan tersebut maka banyak anak- anak di usia rendah yang tidak bisa mendapat pendidikan dari kegiatan persekolahan tersebut sehingga mereka hanya mendapatkan pendidikan in formal saja.

PERSAMAAN PENDIDIKAN YANG SEBENARNYA
Serangan yang meluas secara terpisah-pisah terhadap organisasi pendidikan konvensional disebabkan oleh perubahan konsep persamaan pendidikan yang telah banyak dikemukakan dalam tulisan-tulisan sekarang ini. Persamaan pada mulanya dipandang sebagai usaha memperlengkapi fasilitas fisik yang sama untuk seluruh anak-anak sekolah tanpa memandang status sosial ekonomi, ras dan faktor sejenisnya. Laporan akhir-akhir ini di Amerika Serikat menyatakan bahwa persamaan dalam bidang ini hampir seluruhnya mendekati kenyataan yang dulunya hanya sekedar pikiran. Meskipun demikian, masih terdapat ketidaksamaan waktu yang digunakan di sekolah,penguasaan ketrampilan yang diberikan oleh sekolah, angaka pemasukan ke dalam lapangan kerja dan sebagainya. Konsekuensinya, semakin beralasan untuk melakukan perubahan pendidikan lebih jauh daripada yang sudah dilakukan sekarang ini.
            Persamaan pendidikan sebenarnya akan terwujud apabila seluruh warga masyarakat mendapat keuntungan yang sama dari  fasilitas pendidikan yang ada. Meskipun kenyataannya, karena kurangnya minat pada waktu kanak-kanak, sehingga mereka tidak memanfaatkan kesempatan pendidikan yang tersedia, pendidikan selama usia sekolah konvensional. Dengan demikian, semakin kuat dorongan untuk mengembangkan sistem pendidikan yang dapat mewujudkan persamaan hasil akhir, bukan hanya sekedar persamaan jalan secara teoritis untuk memperoleh fasilitas. Persamaan hasil akhir yang dicapai oleh bermacam strata sosial dalam masyarakat tertentu dan diantara masyarakat yang berbeda kekayaan dan perkembangan teknologinya.
PERANAN ILMU JIWA
            Dengan danya komitmen UNESCO terhadap prinsip pendidikan seumur hidup berarti badan pendidikan internasional telah mengadopsi pendidikan seumur hidup. Konsekuensinya, tepat sekali konsep pendidikan seumur hidup di teliti dengan cara yang terorganisir dan sistematik. Sebagai teori organisasi pendidikan, pendidikan seumur hidup mempunyai basis kejiwaan dan juga memiliki basis disiplin ilmu lainya disamping ilmu jiwa, segingga penerimaan atau penolakan akan tergantung dengan basis-basis itu. Analisis kejiwaan terdiri dari 5 aspek pokok, sebagai berikut:
1.Penyajian unsur-unsur pokok kejiwaan yang menggambarkan pendidikan seumur hidup.
2. Statemen alas an-alasan pokok tentang pendidikan seumur hidup dikemukakan dengan menggunakan istilah kejiwaan.
3. Review bukti validitas argumenttasi yang telah dikemukakan.
4. Analisis implikasi pengetahuan tentang kejiwaan terhadap kurikulum sekolah jika di organisir dalam kerangka pendidikan seumur hidup.
5. Pengkajian terhadap kecaman yang dialamatkan pada pendidikan seumur hidup akhir-akhir ini, dan spesifikasi beberapa implikasi terhadap pengkajian lanjut pendidikan seumur hidup.
(dalam pembuatan bahan-bahan kejiwan  juga harus didasari untuk merubahkebutuhan dan kepentingan pegawai karena sudah termasuk dan merupakan tujuan sosial serta mencari dan mengembangkan cara serta langkah yang dapat mewujudkan maksud dan tujuan kejiwaan)(alasan ditambahnya kalimat ini agar dalam pembuatan tulisan tidak meninggalkan unsur-unsur dan tujuan –tujuan yang akan di capai )
            Review bahan kejiwaan dikerjakan dengan sangat selektif. Untuk itu, itu tulisan ini bertumpu pada pendapat aspek mana yang paling berkaitan dan dapat memberikan informasi, dan hasilnya banyak bahan yang menurut orang lain seharusnya baik dimasukan, tetapi dalan tulisan in ditinggalkan. Dan juga sebagai tambahan, basis istimewa dan efek karena kenal atau kurang kenal dengan karya beragam penulis.dua prinsip dengan longgar diterapkan dalam pemilihan bahan. Pertama, meskipun usaha dengan sengaja dibuat untuk melihat kembali teori dan research masa silam dengan maksud untuk dipertentangkan dengan yang terbaru( serta untuk tidak melakukan kesalahan yang sama pada karya ilmiah terdahulu)(sumber:www.google.com) tetapi kenyataannya terkonsentrasi pada karya-karya penulis sekrang. Kedua aturan informal bahwa titik berat penekanan atas dasar konklusi dan generalisasi yang diambil dari penelitian empiris, paling tidak yang sesuai dengan metode “scientific”. Pendekatan ini tidak secara ketat diikuti, dan semata-mata sebagai guideline kasar untuk memilih bahan. Akibat nya, hanya beberapa penulis saja yang dikutip untuk menunjang pembahasan ini, sperti Freud dan titik berat penekanan berdasarkan konklusi selain Freud seperti Hunt.

            Pembahasan juga terkosentrasi berdasarkan hasil yang ditulis dalam bahasa Inggris,Perancis dan Jerman. Karena banyak hambatan bahasa, tidak diragukan lagi banyak research yang sesuai dengan pembahasan ini ditulis dalam bahasa selain bahasa Perancis,Inggris dan Jerman terpaksa diabaikan.Dengan keadaan seperti yang telah dikemukakan, penting untuk dinyatakan bahwa isi penyajian terbatas hanya pada sebagian saja dari ilmu pengetahuan dalam bidang ini.
Sesuatu yang diabaikan dalam pembahasan ini karena keterbatasan kemampuan penulis, bukan oleh karena kurang nya minat untuk memasukan nya.











BAB II
PENGERTIAN DAN RASIONAL PENDIDIKAN SEUMUR HIDUP

LATAR BELAKANG PENDIDIKAN SEUMUR HIDUP
Teori pendidikan sekarang ,jika menekankan perubahan peranan pendidikan dari mempersiapkan keterampilan kognitif kepada perkembangan onterpersonal dan intrapersonal. Jika meningkatkan tuntutan agar pendidkan secara sungguh-sungguh berusaha memfacilitate perkembangan pribadi dan self actualization. Pendidikan juga harus menembangkan individu yang dalam proses perkembangannya menuju kedewasaan diperlengkapi secara psikologis untuk dapat mengatasi masalah –masalahpersonal yang diakibatkan oleh adanya perubahan yang cepat dibidang ekonomi,pekerjaan ,siosial dan kebudayaan.
Misalnya ,banyak anak-anak yang 20 tahun lagi memasuki pekerjaan dibidang pertanian tetapi mereka harus bisa menjabarkan kehidupan yang memuiaskan sehubungan dengan pekerjaan itu,meningkatnya urbanisasi telah menghanyautkan nilai-nilai pekerjaan itu. Perubahan juga terjadi  dalam hubungan antar orang tua dengan anak,laki-laki dengan perempuan ,pekerja dengan majikan disebabkan oleh adanya otomatisasi industri,meningkatnya jumlah btenaga murah dan berkurangnya kebutuhan tenaga yang tidak terampil dan sebaginya . perubahan ini juga menyebabkan perubahan dalam bidang prduksi dan distrinusi barang dan kesukaran memperoleh pekerjaan. Dengan perubahan-perubahan ini diramalkan akan menyebabkan ketidakstabilan personal dan emosioanal. Apabila orang tidak mengatasi perubahan-perubahan ini,maka mereka akan menjadi individu yang tenggelam,terselubugng dan asing dalam suasanan yang demikian , pendidikan mempunyai peranan untuk membantu seorang individu tumbuh menjadi pribadi yang kuat yang mampu mengatasi perubahan ini.
Pendeknya disamping mengmbangkan domain kognitif ,pendidikan harus membantu siswa mengembangkan konsep baru tentang perkembangan diri dan kebebesan ,penerapan pemahamandiri sendiri . kritik lain yang ditujukan kepada pendidikan dewasa ini ialah ,bahwa mereka kurang menanggapi kebutuhan sebagian besar masyarakat,yaitu orang dewasa. Seharusnya pendidikan disamping memepersiapkan anak-anak dengan melengkapi mereka untuk dapat mengatasi perubahan-perubahan dimasa datang,ia harus juga dapat memnuhi kebutuhan orang dewasa dalam menghadapi perubahan yang terjadi sekarang. Dugaan ,bahwa pendidikan formal yang diberikan pada 10 ,12 atau 15 tahun yang lalu telah mampu untuk melengkapi orang dewsa guna mengatasi persoalan-persoalan tersebut.
Masalah lain yang mendapatkan perhatian ialah pentingnya pengalamn pada tahun-tahun permulaan kehidupan manusia bagi pembentukan perkembangan di masa datang walaupun kadang-kadang lebih banyak berdasarkan ekonomi dan politik dibandingkan analisa psikologis anak,namun telah banyak anjuran kepada pemerintah untuk memperhatikan pendidikan kepada ank-anak kecil. Sistem pendidikan hendaknya memajukan terjadinya persamaan hasil akhir bukan sekedar persamaan teoritis dalam memperoleh fasilitas,bagi semua golongan didalam suatu masyarakat dan juga bagi semua masyarakat yang berbeda tingkat kemakmuran dan teknologinya.
Jadi kebutuhan pendidikan dewasa ini menekankan kepada oraganisasi persekolahan yang tidak hanya memperhitungkan fakta ,tapi juga memperhatikan kritik-kritik yang dilontarkan kepadanya. Kesimpulannya bahwa konsep pendidikan seumur hidup diterima sebagai prinsip utama sebagai dasar dari seluruh organisasi pendidikan,yaitu prinsip memerlukan dan sisamping itu yang lebih penting lagi adalah bagaimana mereka menggunakannya. Mereka harus dapat mengorganisir ,menyimpan dan mengingat kembali informasi yang mereka peroleh. Paham dari pendidiakn seumur hidup ialah pendidikan harus diartikan secara formal suatu proses yang berlangsung selama hidup individu sejak lahir sampai tua. Tentu saja banyak pengetahuanatau informasi yang diperoleh individu selama hidupnya ,hendaknya pengetahuan itu disistematiskan dan disatu ragakan didalam perencanaan persekolahan. dalam hal ini pula agar pendidikan menjangkau anak di bawah umur 6 tahun, hendaknya disusun pendidikan formal untuk mereka. Tujuan pokok dalam pendidikan pra-sekolah yaitu menyediakan stimulasi, memperkuat kesadaran identitas, dan menyediakan pengalaman sosialisasi. Fungsi utama pendidikan pra-sekolah bukan merupakan persiapan untuk latihan akademik, melainkan merupakan fase pertama dari pendidikan seumur hidup.(kuning : ari tri winarno.hijau amel)

Selamjutnya proses pendidikan seumur hidup ini menunjukkan adanya integrasi dan interaksi yang tinggi dimana peristiwa pada fase tertentu ,ditentukan fase umur sebelumnya. Untuk fase perkembangan berikutnya. Inilah yang disebut vertical integration. Kemudian ,hubungan anatara pendiudiakn dan hidup adalah demikian erat,menuntut integrasi antara pendidiakn dengan sebagaian aspek kehidupan ,seperti rumah,pekerjaan,waktu senggang dan sebagainya. Inilah prinsip horisontal intregration .

PENGERTIAN PENDIDIKAN SEUMUR HIDUP
Pada sub bab ini menjelaskan tentang apa yang dimaksud dengan pendidikan seumur hidup. Pendidikan seumur hidup (life long education) adalah makna yang seharusnya benar-benar terkonsepsi secara jelas dan dibuktikan dengan pengertian, dalam sikap, perilaku dan dalam penerapan terutama bagi para pendidik di negeri kita.
Pendidikan seumur hidup atau belajar seumur hidup bukan berarti kita harus terus sekolah sepanjang hidup kita. Sekolah banyak diartikan oleh masyarakat sebagai tugas belajar yang terperangkap dalam sebuah ruang yang bernama kelas, bukan itu yang dimaksud. Paradigma belajar sepert ini harus segera kita rubah. Pengertian belajar bukan hanya berada dalam ruangan tapi belajar disemua tempat, semua situasi dan semua hal.
Dalam pendidikan atau belajar terdapat interaksi antara tantangan dari dalam diri manusia dan balasan (respon) dari daya dalam diri manusia. Dalam belajar juga terjadi interaksi komunikasi antara manusia dan berlangsungnya kesinambungan antar generasi serta belajar melestarikan hidup, mengamankan hidup, dan menghindari pengrusakan hidup. Belajar berarti menghargai hidup kita.
Menurut Corpley, bahwa berdasarkan berbagai sumber dari UEI (UNESCO Institute for Education, Hamburg) menetapkan definisi pendidikn seumur hidup sebagai berikut:
1.    Pendidikan harus meliputi seluruh hidup setiap individu
2.    Mengarah kepada pembentukan, pembaharuan, peningkatan, penyempurnaan secara  sistematis pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dapat meningkatkan kondisi hidup.
3.    Mengembangkan ”self fulfillment” setiap individu.
4.    Meningkatkan kemampuan dan motivasi untuk belajar mandiri.
5.    Mengakui kontribusi dari semua kemungkinan pendidikan, termasuk pendidikan informal, formal dan nonformal.
            Pendidikan seumur hidup hendaknya dipandang sebagai pendidikan yang memberikan layanan terhadap perkembangan pribadi sepanjang hayat, yang merupakan pengertian perkembangan seluas-luasnya.

RASIONAL PENDIDIKAN SEUMUR HIDUP
Dimuka telah dikemukakan bahwa pernyataan tentang pentingnya pendidikan seumur hidup telah ada sejak jaman dulu. Namun pada dasawarsa terakhir ini pendidikan seumur hidup menjadi topik yang hangat dan banyak dijumpai tulisan tentang hal itu. Beberapa alasan-alasan tentang pentingnya pendidikan seumur hidup yaitu:
1.    Pertimbangan ekonomi
2.    Faktor sosial menyangkut perubahan peranan keluarga dan peranan remaja dalam masyarakat.
3.    Perubahan teknologi yang cepat
4.    Faktor pekerjaan
5.    Kebutuhan orang dewasa
6.    Kebutuhan kanak-kanak (anak-anak di bawah usia 6 tahun yang berada di usia pra sekolah).
Agar pendidikan menjangkau anak di bawah umur 6 tahun, hendaknya disusun pendidikan formal untuk mereka. Tujuan pokok dalam pendidikan pra-sekolah yaitu menyediakan stimulasi, memperkuat kesadaran identitas, dan menyediakan pengalaman sosialisasi. Fungsi utama pendidikan pra-sekolah bukan merupakan persiapan untuk latihan akademik, melainkan merupakan fase pertama dari pendidikan seumur hidup.
Tetapi banyak dijumpai ketidaksepakatan diantar penulis,baik mengenai definisinya maupun alasan mengapa perlu pendidikan seumur hidup. Ada yang memberikan alasan,bahwa pendidikan seumur hidup akan meningkatkan pemerataan dalam layanan pendidikan atau memberikan implikasi ekonomi yang lebih menguntungkan atau penting untuk menghadapi struktur sosial yang mengalami perubahan,atau penting bagi kemantapan dan lain sebagainya.
Misalnya seperti di katakan oleh lengrand bahwa di dalam dewasa ini terdapat kekuatan sosial yang besar yang terdapat pada semua masyarakat dan semua lapisan yang ada pada dalam masyarakat memperoleh kesempatan sepenuhnya untuk merealisaasikan potensinya dan mereka harus memperoleh hak yang sama dalam bidang sosial,ekonomi dan politik.Alasan mengapa pendidikan seumur hidup adalah pertimbangan ekonomi. Biaya pendidikan hampir mendekati suatu titik yang tidak bisa lebih lama lagi yang di tahan oleh masyarakat. Bagi negara – negara yang berkembang problem ini merupakan masalah yang berat. Sebagai contoh,negara voltahulu mengeluarakan 18% dari anggaran biaya,suatu pengeluaran yang besar,namun hanya menjangkau lebih kurang 10% dari anak – anak umur sekolah. Jika negara ini hendak menyediakan pendidikan bagi seluruh anak usia sekolah.
Mengamati hasil pendidikan yang terjadi di Indonesia, masyarakat yang telahmemiliki legalitas atas pendidikan dasarnya, sedikit namun banyak belum mampumempraktikkan apa yang telah diberikan institusi pendidikan. Sangat banyak anak yangmemiliki pendidikan dasar tapi belum mampu mengubah sikap dan tata perilakunya. Halini menyimpulkan bahwa pendidikan di Indonesia tidak segaris lurus dengan definisipendidikan.Institusi pendidikan atau sekolah memiliki keterbatasan dalam mendidik pesertadidiknya. Sekolah tidak sepenuhnya menyiapkan peserta didik untuk memanfaatkanpeluang mendirikan lapangan pekerjaan untuk ikut berkompetisi dengan perusahaanasing. Selain hal tersebut, pendidikan sekolah atau institusi tidak efisien, yaitu kurikulumserta kebijakan yang dibuat tidak memiliki korelasi dengan kebutuhan mendasar yangharus dipenuhi oleh peserta sehingga terjadi penghamburan pendidikan dan menyebabkanterjadinya putus sekolah.
Masalah lain yang berhubungan dengan masalah ini adalah tentang perubahan sosial yang berbeda dengan perubahan peranan remaja di dalam masyarakat,perubahan hubungan sebuah pekerjaan,meningkatnya partisipasi pada warga negara dan kehidupan politik di dalam masyarakat,makin meningkatnya waktu senggang dan sebagainya. Faktor pekerjaan juga mempengaruhi tentang sistem pendidikan,pada akhir abad 20 ini kita jumpai dalam literatur pendidikan ,bahwa lapangan pekerjaan pada masa datang rupanya jelas drastis berbeda dengan apa yang ada sekarang dalam hal ini di perlukannya ketrampilan khusus untuk menghadapi masalah akan pekerjaan. Pada masa datang keterampilan sangatlah diperlukan. Di beberapa negara salah satu jawaban tehadap problem ini adlah menyediakan kelas – kelas khusus untuk orang dewasa yang di ajarkan akan ketrampilan,pelatihan jika  ada pekerja yang tersingkirkan karena ketrampilan mereka tidak dapat terpakaia lagi karena tuntutan jaman. Menurut penulis,bukan saja hubungan pekerja dengan orang lain akan berubah,tetapi mungkin juga akan jadi perubahan hubungan mereka dengan perkerjaan. Misalnya mungkin akan menjadi kegiatan teknologi yang tinggi,yang menuntut keterampilan baru,suatu konsep baru mengenai kerja,dan siapa yang harus kerja dan mungkin kerja akan berubah. Mengingat-ingat penetrasi dunia kerja dan sistem otomatisasi menyebabkan adanya kebutuhan akan jenis keterampilan jenis baru,tetapi juga menimbulkan perubahan yang drastis mengenai ide tentang aktifitas kerja maju misalnya berkurang pentingnya arti kerja sebagai alat untuk survival fisik. Dan hal ini disertai dengan meningkatnya toleransi tehadap pengangguaran yang tinggi di beberapa negara  demi keperluan efisiensi kerja ekonomi dan untuk mengurangi laju inflasi.
Jadi di masa datang mungkin  pekerjaan mempunyai fungsi yang berbeda dengan mendapatkan nafkah,dan oleh karena itu merupakan kewajiban dari kemewahan. Alasan mengenai kebutuhan orang dewasa adalah berhubungan dengan hubungan perkerjaan mereka misalnya orang keterampilan dalam bekerja. Pendayagunaan sumber-sumber yang belum optimal dan perkembangan luarsekolah yang sangat pesat menuntut manusia untuk mengikuti perubahan yang terjadi yaitu beradaptasi dengan dinamika tersebut. Jika tidak beradaptasi dengan perubahantersebut manusia sulit memperluas keinginannya yang membutuhkan hukum kewajaran.Sehingga akan terjadi perbenturan, kekacauan atau anarki menyeramkan. Permasalahan - permasalahan yang telah dideskripsikan ini memberikan landasan dalam pendidikan seumurhidup yang berlaku secara keseluruhan pada setiap individu.Proses kegiatan kehidupan sesuai dengan ketetapan UNESCO yang menetapkan
pendidikan seumur hidup adalah pendidikan yang harus :
a. Meliputi seluruh hidup setiap individu
b. Mengarah pada pembentukan, pembaharuan, peningkatan, dan penyempurnaansecara sistematis pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang meningkatkankondisi hidupnya.
c.  Tujuan akhirnya adalah mengembangkan penyadaran diri setiap individu.
d. Meningkatkan kemampuan dan motivasi belajar mandiri.
e. Mengakui kontribusidan semua pengaruh pendidikan yang mungkin terjaditermasuk yang formal, informal, dan nonformal. (Depdikbud 1994)
Mengenai pendidikan seumur hidup yang paling dasar adalah pengembangan keterampilan untuk bekerja dengan informasi dan simbol-simbol,meningkatkan apresiasi cara-cara berekspresi,mengasuh keinginan tahunan dan kemampuan untuk berfikir,memilihara kenyakinan terhadap kemampuan untuk belajar,dan terakhir meningkatkan kemampuan untuk hidup bersama orang lain. Pendidikan prasekolah tercakup pengembangan politik yang komplek,pengembangan motivasi dan sosioafaktif,yang apabila berkembang dengan baik akan merupakan dasar bagi kehidupan dan aktualisasi diri. Dengan demikian kita liat perlunya pendidikan prasekolah bagi bagian pendidikan seumur hidup.




















BAB III
KONSEP DASAR PSH
APA YANG DIMAKSUD PENDIDIKAN SEUMUR HIDUP
Laporan tahun 1972 komisi internasional melakukan pengembangan pendidikan dan dipublikasikan oleh UNESCO dan sekarang dikenal dengan istilah “Laporan Faure” (Faure 1972) dan memuat rekomendasi pertama untuk merancang pendidikan, proposal yang dibuat berjudul “ Pendidikan seumur hidup”, proposal dibuat untuk inovasi pendidikan di masa mendatang. Rekomendasi ditunjukan pada negara maju dan negara berkembang, sekarang gagasan diterima dan menjadi sangat terkenal di mana-mana.
Di Eropa pendidikan seumur hidup belum di mengerti sepenuhnya lebih jahu pendidikan seumur hidup kurang begitu terkenal dalam lingkungan pendidikan Eropa. Dalam sub bab ini, di maksudkan adalah untuk menyajikan gagsan pemikiran dasar, dan untuk menetapakan pengertian istilah pendidikan seumur hidup.
Eksitensi perbaikan tidak hanya untuk meningkatkan fasilitas pendidikan orang dewasa, tidak berarti bahwa pendidikan seumur hidup sudah tercapai. Contohnya terdapat problem bahwa pendidikan orang dewasa sangat selektif. Mereka sudah mendapatkan pendidikan sebelumnya dan bermaksud untuk memperoleh pendidikan orang dewasa, dan bukan orang yang diduga betul-betul membutuhkannya. Sekarang pendidikan orang dewasa masih dikonsepsikan sebagai rekereasi.
Pendidikan orang dewasa dinodai dengan menjadikannya sebagai sesuatu yang luks atau usaha perbaikan, bukan dijadikan bagian proses pendidikan yang berlangsung sepanjang hayat. Pendidikan seumur hidup diperlengkapai tenaga yang bagus dan berkulitas.Bagaimanapun, tujuan pendidikan seumur hidup dapat dipandang lebih luas dari meningkatkan produktivitas pekerja seperti yang ditekankan pada pendidikan orang dewasa.




PERANAN TRADISIONAL SEKOLAH

Sekolah secara tradisional berkenaan dengan kelompok usia tertentu, biasanya antara sekitar 6 tahun sampai 18 tahun, meskipun sekarang diakui tidak ada bukti bahwa belajar lebih efisien atau lebih diinginkan pada usia ini (Coste, 1973, hal. 47: Rohwer, 1971). Lebih jauh lagi sekolah secara tradisional lebih memperhatikan pemberian informasi daripada pendidikan moral, etika, atau efektif sosial (misalnya, Coleman, 1972). Bahkan bagian informasi yang lebih diperhatikan penekanannya pada penguasaan berupa fakta, bukan untuk menguasai ketrampilan belajar,Seperti yang dinyatakan oleh (1973, hal 41), pelajar dikonsepsikan sebagai wadah semata-mata atau stockpot pengetahuan. Tranmisi informasi dipandang sebagai ringkasan hal-hal dasar yang diketahui oleh pelajar dalam kehidupannya nanti. Pengetahuan biasanya tidak dengan sengaja direncanakan agar sesuai dengan kebutuhan. Sekarang kehidupan hari demi hari pelajar, meskipun aplikasi praktek langsung terjadi namun hanya sebagai peristiwa keberuntungan saja. Kegunaan sesuatu yang dipelajari sekarang tidak jelas dalam kehidupan masa dewasa mendatang. Misalnya, sekolah diterima sebagai alat mempersiapkan pelajar untuk melakukan peranan tertentu dalam struktur sosial yang ada, (Bowel, 1971) dan menanamkan seperangkat ketrampilam kejurua yang berhubungan dengan peranan sosial, dan berguna untuk kesuksesan ekerjaan selama hidup (Kyostie, 1972). Salah satu efek konsepsi tradisional peranan  tidak hanya memisahkan sekolah dengan kehidupan nyata pelajar sehari-hari, tetapi juga belajar di sekolah terpisah dari sumber-sumber belajar lainnya seperti, perpustakaan, museum, rumah, pekerjaan, organisasi sosial dan sebagainya.

PENDIDIKAN SEUMUR HIDUP

Dasar filisofi pendidikan seumur hidup  mempertanyakan konsepsi tradisional sekolah yang telah dideskripsikan. Seperti yang telah dikemukakan oleh Dave (1973, hal 11-12), pertumbuhan kejiwaan, perkembangan kepribadian, pertumbuhan sosial ekonomi dan kebudayaan, seluruhnya berlangsung terus-menerus seumur hidup. Pendidikan seumur hidup bertumpu pada kepercayaan bahwa belajar  juga terjadi seumur hidup,walaupun dengan cara yang berbeda dan melalui proses yang tidak sama. Masalah yang terakhir telah di diskusikan secara ekstensif oleh ahli-ahli Ilmu jiwa perkembangan seperti Bruner.
Menurut Stephens (1967) belajar mengajar adalah peristiwa wajar yang terjadi pada manusia secara terus-menerus yang berlangsung dengan cara spontan, bahkan tanpa disadari pada saat  melakukannya. Oleh karena itu, disarankan bahwa belajar harus didukung dan dibantu dari anak-anak sampai dewasa. Pokok dalam pendidikan seumur hidup adalah seluruh individu memiliki kesempatan yang sistematik, terorganisir untuk instruction, studi dan learning di setiap kesempatan sepanjang hidup mereka. Semua itu bertujuan untuk memperbaiki kemunduran pendidikan sebelumnya, untuk memperoleh ketrampilan baru, meningkatkan keahlian mereka dan meningkatkan pengetahuan tentang dunia yang ditempatinya.

Dalam kerangka ini pendidikan pada dasarnya dipandang sebagai pelayanan untuk membantu pengembangan personal sepanjang  hidup dalam istilah yang lebih luas “development”. (Lengland, 1970, hal 46). Pendidikan seumur hidup berkenaan dengan prinsip pengorganisasian yang akhirnya memungkinkan pendidikan untuk melakukanfungsinya. Fungsinya adalah “proses perubahan yang menuntun perkembangan individu”. (Silva, 1973, hal 41).
Pendidikan  seumur hidup sebagai model pendidikan memang tidak seluruhnya baru. Konseptualisasi pendidikan sebagai alat untuk mengembangkan individu-individu yang akan belajar seumur hidup agar menjadi lebih bernilai bagi masyarakat, ditemukan dalam tulisan Matthew Arneldsama (Johnson 1972) dan Comenius (Lihat Kyrasek dan Palisenky, 1968) sama baiknya dengan penulis pendidikan pada zaman purbakala. Dewey (1916, hal  91) mengemukakan pandangan lebih 60 tahun yang lalu bahwa pendidikan dan belajar adalah proses seumur hidup. Lapor­an terhadap pemerintah Inggris pada akhirnya perang dunia perta­ma (Kementerian Komite Rekonstruksi Pendidikan Orang Dewasa, 1919)  secara khusus memberikan rekomendasi bahwa pendidikan harus"seumur hidup" sebagai persoalan penting nasional. Bagai­manapun juga, gagasan ini sudah muncul 60 tahun yang lalu atau lebih sejak Dewey merekomendasikan kepada pemerintah Amerika Serikat dan rekomendasi Kementerian Rekonstruksi terhadap pemerintah Inggris, namun kenyataannya sistem pendidikan  yang berorientasi seumur hidup belum dikembangkan.





MENGAPA PENDIDIKAN SEUMUR HIDUP
Para penganjur pendidikan seumur hidup mengembangkan sejumlah argumentasi yang berbeda – beda. Mereka mengemukakan bahwa pendidikan seumur hidup akan meningkatkan persamaan distribusi pelayanan pendidikan,memiliki implikasi ekonomi yang menyenangkan serta esensial dalam menghadapi struktur – struktur social yang berubah dan terdapat alas an – alas an kejuruan untuk menetapkan akan menghantarkan peningkatan kualitas hidupnya,dll.
Keadilan
            Lengrand ( 1970,hal 26 – 27 ) misalnya,telah menunjukkan adanya desakan social yang kuat dalam kerja sekarang yang mendorong seluruh masyarakat dan strata setiap masyarakat agar memiliki kesempatan sepenuhnya untuk merealisasikan potensi mereka dan persamaan jalab untuk memperoleh keuntungan social, ekonomi, dan politik. Tekanan terhadap persamaan kesempatan kerja bukanlah hal baru,tetapi diterapkan dengan kekuatan yang diperbarui dalam masyarakat yang sangat maju contohnya Amerika Serikat ( Coleman,1966; Jencks,1972). Lebih jauhnya lagi,tekanan juga dirasakan di Negara yang sedang berkembang yang dinyatakan bahwa system pendidikan tradisional yang diwarisi oleh pemerintah colonial dulu akan membatasi perkembangan nasional untuk mencapai tingkat persamaan internasional,1977;Parkyn,1973).
            Banyak observer yang berpendapat bahwa sekolah yang ada sekarang pada pokoknya .berjalan untuk mempertahankan status qua (Ward,1972.179-181),pelajar dididik untuk menyesuaikan diri dengan posisi social tertentu dan melestarikan tatanan yang sudah ada. Menurut argumentasi ini,pengetahuan diberikan di sekolah tradisional yang tidak berubah seperti menyampaikan komodite kepada consumer (Weaver,1972,hal 171) dan keetidaksamaan yang dipertahankn oleh pengaruh control “establishment” pendidikan yang ingin menyampaikan pengetahuan dengan cara yang cepat. Argumentasi ini dirangkum dalam statemen Bowle (1971,hal 178)yang menyatakan bahwa sekolah melaksankan “reproduksi relasi social produksi”. Tetapi berbeda dengan pendidikan seumur hidup yang pada prinsipnya adalah untuk meleminir peranan sekolah sebagai alat untuk melestarikan ketidakadilan.
Pertimbangan ekonomi
            Biaya pendidikan tampaknya mendekati titik puncak dimana masyarakat tidak mampu lagi membiayainya lebih jauh lagi. Dimana untuk Negara – Negara sedang berkembang problem ini telah mencapai tarf akut,sebagai contoh Negara Upper Volta. Negara tersebut telah menggunakn 18% dari pendapatannya untuk membiayai pendidikan dan anggaran belanja ini sangat besar dibandingkan pemasukan keseluruhan,karena hanya untuk membiayai 10% dari penduduk usia sekolah. Sedangkan pembiayaan untuk 100% usia  sekolah diperlukan dana 1,8 kali dari budget keseluruhan nasional. Bahkan di Negara – Negara yang berteknologi maju,beberapa system sekolah telah diancam kebangrutan (Coste,1973 hal 46). Dala waktu yang sama pila,terdapat kebutuhan yang semakin meningkat untuk memperbesar pelayanan pendidikan,memperluas daya serap sekolah dan lebih meragamkan jenis – jenis pendidikan. Kebijakan yang telah dilakukan untuk mengatasi krisis financial seperti mempersingkat penyelenggaraan,memperkenalkan system hutang serta meningkatkan pendayagunaan teknologi pendidikan,dll (Cropley dan Gross,1973).
            Bagaimanapun juga,seluruh usaha yang dilakukan termasuk memperbesar anggaran belanja telah gagal melaksanakan program melek huruf semesta di Negara – negar berkembang,gagal menghapus buta huruf di Negara maju serta gagl untuk memenuhi kebutuhan di seluruh masyarakat. Contohnya,meskipun jumlah anak – anak yang bersekolsh di seluruh dunia meningkat dari 325 juta menjadi 460 juta sejak tahun 1960 – 1968 dan jumlah anak – anak usia sekolah yang tidak tertampung di sekolah meningkat 17 juta dalam periode sekarang ini (Faure 1972). Dalam situasi yang sama pula dialami para orang dewasa. Menurut Biyin(1975),akhir – akhir ini jumlah orang dewasa yang mengalami buta huruf meningkat melebihi 80 juta(jumlah peningkatan yang pasti tergantung pada penggunaan definisi buta huruf). Ini sesuatu peristiwa yang menyedihkan bahkan mengecewakan jika dilihat dalam konteks ekonomi tersebut.Selama periode berlangsung,anak – anak yang tidak mampu bersekolah meningkat,proporsi GNP yang digunakan untuk membiayai pendidikan meningkat dari 3,02 menjadi 4,24% (Faure,1972),serta peningkatan ini mencerminkan usaha yang sangat besar khususnya di bagian Negara yang sedang berkembang.
            Seringakali muncul pertanyaa,apakah kebikajakan yang telah diusulkan memilki potensi untuk menanggulangi issu – issu ekonomi yang sekarang ini terjadi pada system pendidikan. Beberapa alternative yang telah dikemukakan seakan – akan tidak berdaya untuk menanggulangi issu – issu ekonomi,tetapi hanya sekedar modifiksi cara – cara penyampaian  atau pembiayaan dengan produk yang sama dengan pendidikan tradisional. Tidak seperti pada kebijakan yang telah disebutkan,tetapi pendidikan seumur hidup secara radikal mengandung model baru proses pendidikan. Kebijakan seperti itu jelas memiliki implikasi ekonomi yang sangat besar. Meskipun,Costa (1973,hal 48) telah mengemukakan kesimpulan yang memperingatkan bahwa modifikasi usia yang telah terjadi dalam system pendidikan formal tidak memungkinkan untuk menghemat biaya pendidikan. Sebenarnya sukar untuk mengatakan bahwa penataan kembali pendidikan tidak akan meningkatkan pembiayaan.
            Contoh satu kasus ekonomi untuk mengadopsi system pendidikan seumur hidup telah dikemukakan oleh Zhamin dan Konstanian (1972). Meskipun dapat,tetapi sangat sulit memperhitungkan uang kembali ke suatu Negara yang berasal dari peningkatan kebijakan pendidikan ,mereka berdua mengemukakan contoh nyata dengan perhitungan statistic yaitu pekerja – pekerja yang memiliki pendidikan sangat tinggi akan menampilkan kerja yang lebih baik dan estimasi antara tahun 1960 – 1968 “ekonomi yang kembali” ke Uni Soviet dengan mengeluarkan satu roubel untuk membiayai pendidikan yang menghasilkan 4 roubel GNP. Mereka melihat pembentukan system pendidikan yang berfungsi sebagai basis untuk memperoleh ketrampilan tipe baru yang secara ekonomi berharga untuk masyarakat. Disini juga perlu ditekankan bahwa para pendukung system pendidikan seumur hidup tidak membela pendapatnya dengan mengemukakan bahwa pendidikan dengan menerima pendidikan seumur hidup akan dapat meningkatkan produktivitas pekerja serta meningkaatkan keuntungan. Pendekatan peningakatan produktivitas dan keuntungan telah ditolak banyak penuis seperti Vinokur (1976). Persoalan yang lebih penting adalah meningkatkan kualitas hidup,memperbesar pemenuhan diri,melepaskan dari kebodohan serta kemiskina dan eksploitasi. Meskipun jelas terdapat pengakuan yang semakin meningkat,khususnya di Negara berkembang menyatakan bahwa pendidikan berperan sebagai basis untuk ekonomi modern. Lebih jauh lagi,kemakmuran ekonomi akan meningkatkan standar kehidupan dengan segenap keuntungan yang diperoleh karena meningkatnya harapan untuk berumur panjang,memiliki kesehatan fisik yang lebih baik serta kebahagiaan yang lebih baik. Pangkuan adanya hubungan antara hubungan antara dan pertumbuhan ekonomi,kemajuan personal dan kehidupan social yang berurutan ,serta akan memperlengkapi argumentasi ekonomi lebih jauh lagi untuk mengadakan perubahan radikal organisasi pendidikan. Oleh karena itu pendidikan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kualitas hidup berhubungan sangat intim sekali.
Faktor – factor social (peranan keluarga yang sedang berubah)
            Menurut Colemsn (1972,hal 431),keluarga mempunyai fungsi sebagai entral sumber pendidikan pada waktu silam. Dia mengemukakan bahwa situasi ini telah berubah sehingga keluarga sedikit demi sedikit berkurang peranannya dalam mendidik anak – anak. Ini dapat dilihat dalam bidang moral,aafektif dan pendidikan social. Serta,pengikisan peranan keluarga bias diramalkan sebagai hasil meningkatnya pertumbuhan teknologi,urbanisasi dan kekomplekan  hidup.Aujaleu meramalkan “lumpuhnya nilai – nilai” adalah konsekuensi dari pengurangan peranan keluarga sebagai salah satu factor yang mempengaruhi perkembangan anak. Khususnya,perubahan ini memerlukan suatu jalan yang dapat menutupi gap yang ditinggalkan oleh keluarganya. Pendidikan seumur hidup dapat memperlengkapi kerangka organisasi yang memungkinkan pendidikan mengambil alih tugas yang dulunya ditangani oleh keluarga. Dalam masalah tersebut harus diperhatikan bahwa penekanan peranan pendidikan seumur hidup sebagai pembantu keluarga dan berarti akan memperluas system pendidikan agar dapat menjangkau anak – anak awal dan orang dewasa. Dengan harapan,pengakuan pentingnya pendidikan moral dan social serta desakan terhadap sekolah untuk melakukan peranan pendidikan yang dilakukan keluarga,agar memperkuat dan menghidupkan kembali pengaruh rumah dalam proses interaksi antar beberapa factor yang mempengaruhi anak,
Faktor – factor social (peranan social yang sedang berubah)
Perangkat kedua perubahan social berbeda dengan perubahan peranan keluarga yang telah dibicarakan di atas,meskipun diantara keduanya terdapat hubungan yang sangat erat,contohnya perubahan peranan adolescent dalam masyarakat modern,perubahan hubungan pekerja dengan pekerjaan dan bosnya,meningkatnya waktu luang ,dan meningkatnya partisipasi warga terhadap kehidupan politik. Garis antara orang dewasa dengan anak secara tradisional sangat jelas dalam kehidupan masyarakat yang tidak maju.. Tiket maju kedunia dewasa sering ditandai dengan umur tertentu dan beberapa upacara resmi.Serta perkembangan yang kompleks dalam penggunaan teknologi di masyarakat maju,bagaimanapun juga ini akan menyebabkan pentingnya perluasan konsep anak – anak. Pada mulanya,sekolah telah menciptakan perbedaan umum antara orang dewasa dengan anak – anak. Perbedaan sekarang ini semakin kabur. Pemuda yang kawin pada umumnya meningkat,hak – hak istimewa yang dulunya dimiliki orang dewasa sedikit demi sedikit pindak ke anak – anak,ketika orang dewasa semakin meningkat yang kembali kebangku sekolah. Pemuda umur 18 tahun yang sudah menikah dan bekerja sedangkan yang berumur 30 tahun sedang menjadi pelajar. Anak – anak secara tradisional harus disekolahkan,sedangkan orang dewasa tidak dan sekarang sangat sulit memisahkan itu,oleh karena itu diperlukan konsep pendidikan an perluasaan rentangan usia yang ditampung dalam pendidikan.
Dalam situasi yang agak mirip dengan kenyataan yang diatas adalah hubungan social yang tepat diatara pekerja yang menjadi tidak jelas. Contohnya pekerja bawahan di masa yang akan datang barangkali harus mengadopsi peranan social sekarang ini yang dianggap sangat tepat untuk boss. Peranan social lainnya juga berubah,seperti dalam bidang stereotype seks. Seperti contoh berubahnya konsepsi peranan laki – laki sebagai pencari nafkah juga bias dilakukan oleh kaum wanita karena adanya emansipasi wanita . dengan demikian,pendidikan harus berisi elemen training yang kuat dan memainkan peranan social yang sangat beragam agar mempermudah individu melakukan penyesuaian terrhadap perubahan hubungan antara mereka dengan orang lain.
Peranan teknologi
            Dekat sekali hubungannya dengan perubahan yang telah dibicarakan di atas,dan seringakali dikemukakan oleh pendukung pendidikan seumur hidup sebagai argumentasi umum dalam rangka menopang konsep pendidikan seumur hidup yaitu gejala perubahan teknologi yang berlangsung dengan cepat. Pertumbuhan teknologi juga menyebabkan meningkatnya persediaan informasi,merubah sifat – sifat pekerjaan,meningkatkan urbanisasi dan waktu luang,keberhasilan pengobatan seperti bertambah panjangnya usia,menurunnya kematian dan meningkatnya waktu luang serta banyaknya tersedia kekayaan materi yang berakibat keduniawian dan materialisme menjiwai nilai – nilai budaya dan spiritual(Suchodolskil,1976) dan berakibat pula kerenggangan dan keasingan manusia dari manusia lainnya. Semua ini menimbulkan ketidakpastian ketrampilan yang diperlukan dunia mendatang serta melunturkan kekeluargaan,ketidakpastian peranan social dan hubungan internasionaldi masa depan. Akibatnya,basis keorganisasian baru pendidikan menjadi penting dan diperlukan dimana – mana.
Faktor – factor vocational
            Masalah ini dikemukakan kembali dalam literature pendidikan pada akhir abad sekarang ini yang menyatakan bahwa kejuruan yang diperlukan dunia di masa mendatang secara drastis berbeda dengan apa yang ada sekarang . Dalam konteks ini, kemampuan system pendidikan seperti yang diorganisir sekarang digunakan untuk membekali anak – anak dengan ketrampilan khusus yang diperlukan untuk kesuksesan pekerjaan di masa mendatang yang secara ektrim diragukan. Ada alasan untuk menuduh bahwa salah satu kejuruan dimasa yang akan mendatang mengalami perubahan yaitu ketrampilan kejuruan yang cepat payu dan terjadi perubahan yang tidak hanya pada generasi mendatang tetapi juga terjadi dalam generasi ini. Dengan demikian para pekerja di masa mendatang perlu meninggalkan ketrampilan yang sudah lama dimiliki dan menggantinya dengan yang baru,barangkali tidak hanya sekali pergantian,tetapi berulang kali. Seperti yang telah dikemukakan,perubahan ini juga meliputi hubungan antar teman sekerja,employe,dll sehingga efeknya menjadi lebih kompleks dan meresap.
            Menurut beberapa penulis tidak hanya hubungan pekerja dengan orang yang berubah tetapi hubungan antar pekerjaan mereka. Ilmu kedokteran umpamanya menjadi suatu aktivitas teknologi yang sangat tinggi dan memerlukan beberapa jenis ketrampilan yang baru. Dan mungkin saja akan muncul konsepsi baru tentang apa yang disebut kerja dan siapa yang harus melakukannya. Meningkatnya penetrasi dunia kerja dengan system otomat menyatakan bahwa sifat – sifat kerja itu sendiri mungkin mengalami perubahan. Serta perubahan ini tidak hanya memerlukan ketrampilan baru tetapi mengalami perubahan drastic dalam pemikiran mengenai jenis aktivitas apa yang disebut kerja. Di beberapa negara maju misalnya,nilai yang diberikan terhadap pekerjaan yang sebagai alat untuk melestarikan fisik sudah semakin menurun sekarang ini.Dan disertai meningkatnya toleransi terhadap pengangguran yang banyak terjadi di beberapa Negara sebagai akibat peningkatan efisiensi kerja dan usaha pengurangan tingkat inflasi. Beberapa masyarakat telah menurunkan martabat kerja bahkan pada tingkat memberikan jaminan pendapatan tahunan seperti yang terlihat pada beberapa daerah di Canada tanpa memandang apakah buruh itu bekerja atau tidak.
            Jadi,pada masa mendatang,mungkin fungsi pekerjaan bukan untuk memperoleh penghasilan,keperluan dan kemewahan. Pekerjaan misalnya sebagai jalan untuk mengekspresikan diri,cara untuk mengekspresikan jenis kewajiban social yang sejajar dengan adanya partisipasi kelompok orang tua dan guru,sedangkan cara untuk meyakinkan public tentang kejujuran/keadilan,bahkan sebagai hokum/tanda kekurangan masyarakat. Hak untuk bekerja mungkin sebagai jalan untuk memperoleh hak – hak istimewa.Meskipun kemungkinan diatas tersebut tamapaknya fantastis.,namun masyarakat melihat perubahan besar dalam kepentingankerja mereka saja,peranan kerja dalam kehidupan individu,serta nilai – nilai yang diberikan pada pekerjaan baik dimasyarakat maupun individu bahkan perlunya bekerja. Seluruh kemungkinan ini menyatakan bahwa anak – anak sekarang mungkin memerlukan untuk masa depan mereka suatu ketrampilan yang berbeda sekali dengan ketrampilan kejuruan yang dipaketkan sekarang. Dengan demikian hendaknya memperlengkapi pelajar kemampuan untuk mereaksi secara positif terhadap perubahan baik segi meneruskan kemampuan yang secara kejuruan yang berguna untuk masyarakat dan kemampuan untuk mempertahankan identitas mereka dalam menghadapi jenis pekerjaan yang sangat berbeda dengan apa yang ada sekarang ini.
Kebutuhan – kebutuhan orang dewasa
            Orang dewasa sekarang ini akan mengalami efek cepatnya perubahan dalam dalam bidamg kejuruan yang mereka miliki. Misalnya,ancaman keusangan yang membayangi banyak pekerja. Serta,keusangan ketrampilan yang sekarang mereka miliki dan kebutuhan untuk memperoleh ketrampilan – ketrampilan yang baru,sama sekali tidak terbatas pada pekerja buruh kasar. Dubin (1974) telah menunjukkan bahwa insiyur professional sedang menghadapi masalah keusangan ketrampilan. Menurut dia separuh kehidupan rata – rata mata pelajaran engineering yang diajarkan di Universitas Amerika yang terus menerus menjadi menurun dan sekarang ini sisanya hanya tinggal sedikit. Akibatnya,para insiyur yang sedang praktek di Amerika sekarang ini telah menghadapi prospek keusangan pengetahuan jauh sebelum habis kehidupan professional aktif mereka. Di masa mendatang,ketrampilan mereka mungkin dalam waktu lima tahun yang akan menjadi usang,dan pada waktu mereka yang sedang menyelesaikan suatu program. Jadi untuk orang dewasa sekarang,cepatnya perubahan ketrampilan kejuruan bukan problem abstrak di masa mendatang tetapi suatu yang harus dihadapi sekarang ini.
            Renspons terhadap problem ini adalah banyak Negara mengembangkan kelas – kelas untuk orang dewasa. Walaupun di Amerika misalnya,program – program untuk melatih kembali para pekerja yang telah menjadi usang sebagai akibat perubahan dalam industri dan mereka dipekerjakan dengan hasil yang tidak memuaskan. Oleh karena itu,fakor keengganan melanda sebagian besar orang – orang yang seharusnya membutuhkan belajar yang baru,sedangkan minat terhadap belajar lanjutan ini hanya sebagian besar terdiri dari orang – orang yang telah memperoleh pendidikan terbaik sebelumnya. Para pekerja terlantar telah meenunjukkan bahwa perasaan kebodohan mereka dengan keharusan kembali ke bangku sekolah dan mereka juga menolak retrainini karena dipandang merendahkan martabat orang tua. Kenyataannya,nilai dan sikap mereka telah menghambat kesediaan untuk ikut serta dalam belajar baru dipandang penting untuk dunia sekarang. Problem ini juga muncul Karena dukungan oleh konsepsi tradisional sekolah seperti yang telah digambarkan pada pembahasan ini. Sistem penidikan hendaknya diorganisir untuk membantu belajar pada masa dewasa di masyarakat,karena itu harus dihancurkan pandangan yang menyatakan bahwa seseorang hanya belajar pada masa persekolahan formal antara 6 sampai 18 tahun. Jadi,secara radikal berarti perubahan pandangan mengenai kapan seseorang harus disekolahkan dan sekolah apa. Menurut Gelpi harus memerlukan politik pendidikan seumur hidup.
Kehidupan anak – anak awal
            Pada kelompok umur kedua di luar masa persekolahan yang normalnya hanya tersedia kelompok usia anak – anak awal. Sebagaimana orang dewasa nanti,tahun – tahun sekarang juga ditandai dengan meningkatkan minat terhadap pendidikan untuk umr dibawah 6 tahun., Khususnya sudah tumbuh pengakuan bahwa anak –anak awal merupakan fase perkembangan yang mempunyai karakteristik tersendiri dan bukan semata – mata masa penantian untuk memasuki periode anak –anak,remaja, dan dewasa. Sekarang lebih sebelumnya . Misalnya Anak – anak awal sesungguhnya sudah memiliki kemampuan untuk berpikir dan mengerti,meskipun belum mencukupi perhatian yang diberikan terhadap kenyataan ini dalam perencanaan pelayanan pendidikan.Serta terhadap kemampuan anak – anak awal yang telah disebutkan sebelumnya,dan perlu perhatian bahwa penelitian kejiwaan sekarang telah menunjukkan pentingnya masa kanak-kanak awal yang digunakan sebagai fase kritis pertumbuhan dalam bidang antara lain perkembangan intelektual,perhatian,konsentrasi,dll. Bloom (1976) telah mereview beberapa studi penting dalam bidang tersebut dan menyimpulkan bahwa antara umur 2 sampai 10 tahun,anak – anak juga mengembangkan kemampuan kognitifnya seperti bahasa dan ketrampilan yang dipelajari dari orang dewasa dan sosio-afektif seperti kebutuhan untuk berprestasi,perhatian,dan kebiasaan bekerja yang baik. Jadi,pada masa kanak-kanak awal menjadi basis untuk perkembangan selanjutnya,meskipun dalam tingkatan tertentu pengalaman yang dating belakangan dapat memodifikasi terhadap perkembangan yang fundasinya sudah diletakkan pada pengalaman sebelumnya. Jika perkembangan berikutnya adalah untuk mengikuti bagian yang optimal maka anak – anak awal tidak siap untuk memperoleh keuntungan dari ligkungan yang mendidik tetapi mereka juga membutuhkan stimulasi jenis – jenis pengalaman yang tepat.
            Diskusi tentang apa yang dimaksud dengan pendidikan yang dapat dijumpai dalam Worth Repot,telah dipersiapkan atas bantuan pemerintah Propinsi Alberta Canada Worth yang mengemukakan bahwa pendidikan tidak boleh menolak anak di bawah umur 6 tahun dan menganjurkan prinsip system formal untuk pendidikan anak – anak awal ( ia disebut “Early  Ed” ). Dia mengemukakan 3 tujuan pokok “Early Ed” yang meliputi perlengkapan stimulasi yang bias membantu pemahaman identitas dan menciptakan pengalaman sosialisasi yang tepat. Aspek yang terpenting dalam anjuran Worth untuk kepentingan masa kini,secar khusus ia menolak pendapat tersebut yang menyatakan bahwa pendidikan anak – anak awal berarti harus memperpanjang ke bawah system yang ada pada sekarang ini. Fungsi utamanya bukan menyediakan persiapan pendidikan akademis.  Sebaliknya,ia menganjurkan pendidikan anak –anak awal yang digunakan sebagai fase pertama system pendidikan seumur hidup. Ia menyarankan bahwa tujuannya harus memuat pengembangan ketrampilan yang digunakan untuk mendayagunakan informasi dan symbol – symbol,meningkatkan apresiasi bermacam – macam mode ekspresi diri,memelihara keinginan dan kemampuan berpikir,menanamkan keyakinan setiap anak tentang kemampuan untuk belajar,serta membantu perasaan harga diri . Akhirnya,akan meningkatkan kemampuan untuk hidup dengan orang lain. Sehingga,ia akan melihat pendidikan anak – anak awl meliputi variable yang kompleks dalam bidang kognitif,motivasi dan sosio afektif yang jika berkembang dengan cepat akan menjadi basis pemenuhan diri dalam kehidupan. Dengan demikian,ia akan mengakui betapa pentingnya pendidikan yang menuju ke usia sekolah konvensional yang digunakan sebagai salah satu fase pendidikan seumur hidup.



PERUBAHAN KONSEPTUALISASI PENDIDIKAN
Peranan Sekolah
            Meluasnya pengembangan sistem sekolah yang ditopang oleh Negara di Eropa dan Amerika Utara, khususnya pada fase permulaan praktis. Pekerjaan utama pendidikan berkenaan dengan belajar ketrampilan dasar tertentu yang terus menerus mengandung nilai praktis yang dapat diterapkan dalam kehidupan individu dan masyarakat (Lynch dan Plunkett, 1973). Lebih mutakhir lagi, nilai-nilai pendidikan telah berubah kearah penekanan yang lebih besar pada penguasaan ketrampilan dibidang social nilai-nilai estetika, kesehatan, pribadi dan sebagainya (Silva, 1973; Coles, 1972).
            Seperti yang telah dikemukakan terdahulu, latihan-latihan di sekolah dilihat oleh beragam penulis sekarang ini sebagai proses perpindahan kedalam suatu bidang secara tradisional merupakan tugas dari keluarga (Aujaleu, 1973; Coleman, 1972).
            Walaupun terdapat hubungan nyata antara persekolahan dengan belajar (yang akan dibicarakan lebih banyak pada bab berikutnya), jelas bahwa belajar tidak terbatas pada periode yang dipergunakan di sekolah atau tidak pada usia-usia sekolah. Umpamanya, amat banyak orang-orang membicarakan masalah-masalah sosial dalam usia dewasa jauh setelah usia sekolah tradisional selesai. Serupa dengan itu, bayi yang belum mencapai usia sekolah dengan sukses melakukan sejumlah tugas belajar yang meliputi, umpamanya kecakapan bahasa ibu, mengontrol sistem motorik, dan sebagainya. Sebagian besar belajar ini hanya terjadi dalam kehidupan yang sangat awal (liha t Stone, Murphy dan Smith, 1972). Meskipun orang-orang Eropa dan Amerika Utara masyarakatnya sangat maju sekali, penerapan dalam mempersiapkan fasilitas belajar sekarang ini bertumpu pada kepercayaan bahwa usia terbaik untuk belajar antara umur 6-18 tahun, dan persekolahan pada periode ini dapat memenuhi kebutuhan belajar formal yang diperlukannseluruh orang-orang untuk kehidupan mereka. Lebih jauh lagi, pandangan ini seringkali diwarisi dari penguasa colonial dulu yang digunakan untuk Negara yang sedang berkembang.
            Juga tampak bahwa ketrampilan yang secara tradisional dikembangkan di sekolah sebagian besar dalam bidang kognitif, sedikit sekali ditekankan pada ketrampilan dalam bidang sosio afektif, etika, moral, emosi, dan perasan, seperti yang telah dikemukakan. Bahkan dalam bidang kognitif pun hanya ditekankan satu segi saja. Belajar, mengenali, mengingat dan memproduksi kembali informasi lebih ditekankan daripada menguasai metode mendapatkan informasi, ketrampilan dalam menetapkan tujuan, teknik untuk mengkomunikasikan pengetahuan dan menghubung-hubungkan ketrampilan. Dalam waktu yang sama terlalu sedikit perhatian yang diberikan terhadap spectrum yang luas berkenaan dengan cara-cara individu berbeda dengan yang lainnya. Konsekuensinya, termasuk dalam standar persekolahan asumsi bahwa rentangan sempit pengalaman-pengalaman persekolahan cukup memadai untuk menjawab perbedaan belajar dalam segi kemampuan, kebutuhan terhadap pendidikan, sikap emosional terhadap persekolahan, perkembangan sosial dan kognitif, dan sebagainya. Analisi terakhir, peranan faktor-faktor yang telah disebutkan diatas dalam belajar disekolah telah dibuat oleh Bloom (1976). Khususnya, ia menekankan pentingnya perbedaan individu dalam variabel sosio afektif, dan kebutuhan akan pengajaran yang berbeda-beda sesuai dengan perbedaan individu.

Keunggulan persekolahan
            Sebagai akibat dari faktor-faktor yang telah didiskusikan pada paragraf terdahulu, tiga asumsi utama persekolahan yang secara tradisional menempati posisi tertinggi. Pertama, persekolahan harus menjadi proses yang intensif, dilangsungkan dalam waktu yang relatif singkat. Beginilah periode persekolahan konvensional. Kedua, selama periode pengelolaan belajar dilakukan secara intensif, anak-anak harus diajarkan paling tidak, dasar sesuatu yang perlu mereka ketahui ketika dewasa nanti. Kedua assumsi ini sebagian muncul dari faktor ekonomi, karena ketidakmampuan masyarakat industri membiayai persekolahan dalam periode yang terlalu lama, dan kebutuhan akan pekerjaan yang terampil masuk ke dalam dunia industri yang secara relatif berusia muda dan diperlengkapi dengan ketrampilan yang baik dan cocok dengan job yang tersedia, serta menggunakan sisa hidupnya untuk menerapkan ketrampilan yang dimiliki. Kedua assumsi ini juga ditopang observasi psikologis dan sosiologis yang menujukkan bahwaanak-anak tampaknya belajar lebih bergairah dan cepat daripada orang dewasa dalam situasi normal, dan anak-anak lebih bersedia diawasi daripada orangtua. Seperti yang akan ditunjukkan kemudian, basis “ilmiah” untuk kepercayaan ini barangkali relatif terbatas, tetapi berakar kuat sekali secara informal dan dalam tradisi kejiwaan masyarakat. Belajar tampaknya cepat sekali dan tanpa kesukaran dilakukan oleh anak-anak awal, seperti mereka menguasai kebiasaan dan pola tingkah laku masyarakatnya, menunjukkan bukti informal bahwa anak-anak belajar dengan mudah.
            Berhubungan dengan dua assumsi diatas, dan barangkali muncul dari assumsi ketiga, bahwa sekolah adalah arena terpenting terjadinya proses belajar pada masa anak-anak awal dan adolescent. Dengan perkembangan korp guru-guru professional, secara tradisional diterima bahwa sekolah adalah tempat paling tepat untuk berlangsungnya belajar. Ini berakibat menurun atau mengabaikan metode-metode belajar dan lokasi-lokasi belajar yang terdapat diluar kelas. Dengan munculnya pandangan bahwa sekolah dan guru-guru sekolahlah yang paling penting, jika tidak hanya satu-satunya agen pendidikan dalam masyarakat modern posisi pendidikan dari sumber-sumber lainnya, seperti museum, perpustakaan, rumah tempat kerja, dan sebagainya telah diabaikan. Begitu juga dengan metode-metode belajar diluar sekolah diabaikan, seperti “self-directed learning”, “inte learning” (pelajar belajar dari sumber yang bersifat otoriter), dan yang mirip dengan pusat belajar luar sekolah. Sebagai akibat, belajar bukan bagian dari kehidupan sesungguhnya, tetapi sesuatu yang di lakukan di tempat istimewa dan terlepas dari jalur kehidupan. Hal serupa, tujuan utama persekolahan menyiapkan orang-orang untuk masa depan, belajar harus dipandang sebagai sesuatu yang relevansinya tipis sekali dengan kehidupan nyata pelajar. Ganjaran belajar sekarang secara tradisional dipandang terletak pada kehidupan yang semakin baik dimasa depan. Ini memisahkan belajar di sekolah dangan kehidupan nyata yang dengan rapi diringkas dalam statemen (Livingstone, 1943, hal 43) bahwa “pemuda belajar tetapi tidak dapat berbuat; orang dewasa harus berbuat tetapi tidak ada kesempatan untuk belajar”.

Pandangan yang bertentangan antara integrasi vertical dan horizontal
            Konsepsi pendidikan tradisional jauh terlepas dari fakta-fakta kehidupan sehari-hari. Lebih jauh lagi, pendidikan dipandang sebagai sesuatu yang hanya berlangsung di sekolah di bawah para spesialis. Dalam tahun-tahun ini dua pandangan atau gagasan telah mendapat penekanan; :integrasi horisontal” dan “integrasi vertikal”.
            Argumentasi yang dikemukakan berbeda-beda sesuai dengan perbedaan latar belakang penulis, tetapi seperangkat gagasan umum dapat dilihat. Kunci gagasan integrasi horisontal ialah bahwa pendidikan dalam pengertian belajar disekolah harus dikoordinasikan dengan komponen-komponen lain masyarakat yang memungkinkan terjadinya belajar. Contoh komponen-komponen masyarakat : rumah, klub dan masyarakat, tempat kerja, interaksi dalam kelompok sebaya, dan sebagainya. Lebih jauh lagi,  dikemukakan bahwa rentangan anggota masyarakat yang amat luas, bukan suatu rentetan yang tidak berhubungan, dan disiplin yang terpisah-pisah. Di antara beberapa pembahasan, masalah terakhir ini mengemukakan mata pelajaran di sekolah harus saling berhubungan erat. Jadi, integrasi horisontal pendidikan berarti jenis-jenis pengetahuan yang diperoleh diluar sekolah tidak terpisah dari pengetahuan yang diperoleh diluar sekolah tidak terpisah dari pengetahuan yang didapat di sekolah, proses berlangsungnya belajar tidak dapat dibagi menjadi proses di sekolah, seluruh pengetahuan harus dirajut terus-menerus.
            Tulisan-tulisan masa kini tentang pendidikan yang memuat kepercayaan bagaimana pendidikan harus diorganisir secara longitudinal melampaui batas waktu yang ada di sekolah sekarang. Dasar argumentasi ini adalah pandangan yang menyatakan bahwa belajar sepanjang hidup, dan orang-orang dapat belajar dalam seluruh tingkatan usia. Pandangan ini memang sangat bertentangan dengan stereotype yang ada seperti “kamu tidak dapat mengajarkan tupu muslihatbaru untuk anjing yang sudah tua” dan banyak ungkapan dalam bidang ini, semakon meningkat pula penekanan dalam tulisan modern bahwa belajar di setiap tingkatan sebagian dari hasil belajar di masa dating. Karena itu dikemukakan bahwa interelasi belajar membujur melalui seluruh tingkatan usia secara khusus harus diakui dan dimanfaatkan dalam organisasi-organisasi pendidikan. Pandangan ini merupakan pengesahan prinsip intregasi vertikal.
            Argumentasi prinsip ini telah direview dan diringkas oleh Blakely (1972, hal 105-109). Ia menopang pandangan bahwa tidak benar proses persekolahan dan pendidikan itu sama, ia mengemukakan bahwa proporsi belajar terbanyak dalam pendidikan berlangsung sebelum permulaan persekolahan atau berkelanjutan sesudah akhir masa persekolahan, bahwa persekolahan hanya salah satu pendidikan yang berpengaruh dalam kehidupan, dan dengan sendirinya persekolahan tidak mampu menyediakan seluruh pendidikan yang diperlikan dalam kehidupan. Untuk alasan-alasan ini ia mencela isolasi sekolah dan kepercayaan yang kuat terhadap sekolah formal sebagai sumber utama pengalaman pendidikan. Perubahan yang paling cepat dan abadi proses perkembangan personal terjadi sebelum persekolahan formal. Periode kehidupan yang terlama terletak jauh sesudah akhir masa persekolahan formal. Akhirnya           pengaruh yang terkuat terhadap p[ertumbuhan bahkan selama persekolahan formal, datang dari luar sekolah (seperti media, teman sebaya, keluarga, masyarakat dan sebagainya). Justru itu, diperlukanperubahan konsep hubungan antara persekolahan, belajar dan pendidikan.
            Tampak kemudian bahwa muncul konsep baru pendidikan. Khususnya konsep ini menentang kepercayaan tradisional terhadap keunggulan sekolah yang relatif terlepas dari kehidupan. Lebih jauh lagi, ia mengemukakan integrasi jenis-jenis pengelolaan belajar “persekolahan” dengan jenis-jenis pengelolaan belajar informal yang terjadi seumur hidup, dengan atau tanpa sengaja dikelola dengan atau tanpa disertai kesadaran bahwa belajar sedang terjadi. Akhirnya, konsepsi yang sedang berubah menekankan sifat interaksi belajar dalam seluruh kehidupan, dan pentingnya belajar terus-menerus dengan baik di luar waktu persekolahan konvensional, jika ingin mencapai penyesuaian yang sukses terhadap perubahan yang cepat dalam kehidupan modern. Pandangan yang telah dibicarakan ini terletak dalam jiwa konsep pendidikan seumur hidup.













BAB IV
PENDIDIKAN SEUMUR HIDUP DAN ILMU JIWA
PENDIDIKAN , PERSEKOLAHANDAN BELAJAR

PENDIDIKAN DAN BELAJAR
Proses pendidikan dalam pengertian yang amat luas dapat didefinisikan sebagai perubahan dalam memahami dunia luar,dirinya sendiri, dan hubungan dirinya dengan orang lain dan obyek-obyek yang ada di lingkungannya . perubahan-perubahan itu membantu seseorang untuk menginterprestasi pengalaman dan memungkinkan peningkatan teknik-teknik bertingkah laku yang efektif untuk menghadapi kehidupan, serta memungkinkan mengontrol elemen-elemen lingkungan yang berhubungan dengannya (Blakely,1972.Dewey(1916) mendefinisikan , pendidikan adalah “rekontruksi atau reorganisasi pengalaman , sehingga menambah arti pengalaman dan meningkatkan kemampuan mengarahkan jalan pengalaman berikutnya.” jadi, pendidikan erat sekali hubungannya dengan belajar : belajar adalah suatu proses dimana pribadi seseorang bisa menjadi lebih baik dari sebelumnya , melalui proses ini terjadi pendidikan . seperti Blakely(1972.hal.105)telah menempatkan pendidikan dalam pengertian yang sangat luas, sebagai suatu proses “selfinitiated,” “self-directd learning” proses ini dilakukan secara spontan , alamiah, bahkan tanpa disadari (Stephen,1967). Karena itu, pendidikan tidak sama dengan belajar, khususnya jenis belajar formal.

Persekolahan dan belajar
Persekolahan dan belajar juga berkaitan sangat erat  sekali . sekolah diasosiasikan dengan belajar, meskipun para penulis dalam bidang ini barangkali tidak sependapat mengenai beberapa jenis fakta belajar yang akakn menjadi masalah utama . bagaimanapun juga, sekolah dan belajar bukanlah hal yang sama. Umpamanya, belajar tidak harus secara khusus menyadari bahwa mereka sedang belajar. Para ahli ilmu jiwa mengakui eksistensi, seperti “incidental learning’” apa yang dipelajari  barangkali diperoleh tanpa kesadaran pada diri pelajar . jenis belajar ini tidak dapat dianggap persekolahan, meskipun barangkali terjadi di sekolah serta menyenangkan atau mencemaskan para pendidik. Jenis belajar di sekolah memilki unsur-unsur tertentu yang membedakannya dengan belajar sehari-hari yang semata-mata terjadi  dalam kehidupan dan perkembangannya. Apa yang menyebabkan kekhasan persekolahan dan keunikan hubungannya dengan belajar , adalah fakta bahwa proses persekolahan merupakan usaha sengaja dan sistematik dibuat untuk mengubah tingkah laku melalui belajar (Duke,1976; Rohwer,1970). Untuk membuat lebih sederhana , persekolahan  mempunyai  seperangkat prosedur yang secara sengaja direncanaakan dengan maksud mempengaruhi proses belajar , dengan cara khusus dipilih oleh orang-orang yang mengarah persekolahan . proses belajar diciptakan melalui pengolaan lingkungan , sehingga orang-orang yang disekolahkan menemukan diri mereka sendiri dalam lingkungan itu.
Dalam persekolahan, usaha formal dan terstandar dilaksanakan untuk memodifikasi belajar. Juga agen-agen yang secara khusus dirancang untuk tugas  mengontrol belajar (guru-guru),para pelajar paling tidak sebagian menyadari fakta bahwa mereka diikat dalam proses belajar (murid-murid), dan seperangkat tujuan dan gagasan yang sengaja untuk direalisasikan , dan tujuan dan gagasan itu dianggap akan dapat dicapai dengan pola pengolaan khusus proses  belajar yang dipilih. Semua hal yang telah disebutkan memerlukan persyaratan adanya orang-orang yang mengerti bagaimana mempengaruhi belajar, apa yang akan dipelajari , kapan akan dipelajari,dan tujuan untuk apa dipelajari . mereka itu adalah para pendidik profesional, seperti guru dan administrator. Dalam persekolahan , pendidik profesional dengan sengaja menyediakan kondisi lingkungan yang mereka percaya akan mengubah , belajar untuk mencapai lingkungan yang mereka inginkan. Jadi, hubungan antara persekolahan dengan belajar berpusat pada fakta , bahwa meskipun belajar adalah seumur hidup dan ada di mana-mana, hanya selama periode persekolahan belajar dilakukan secara besar-besaran, dibiayai negara, biasanya wajib diikuti dan terdapat usah sistematis yang dibuat untuk memodifikasi dan mengaturnya.

Pendidikan dan persekolahan
Istilah “pendidikan “ seringkali dipergunakan dalam jajaran statemen tentang sekolah dan mengajar di sekolah. Dapat dibenarkan pengertian pendidikan lebih diperluas meliputi seluruh pengalaman yang mendidik yang dialami oleh orang-orang dalam seluruh bagian kehidupan normal mereka . tentu saja, kemungkinan menerima pendidikan melalui pengalaman kehidupan (pendidikan “dalam sekolah kehidupan “ ), atau sebaliknya menggunakan banyak waktu di sekolah tetapi miskin pendidikan dalam bidang kehidupan (“pendidikan orang-orang idiot”), diakui secara luas dalam ekspresi bahasa sehari-hari. Pendidikan dan persekolahan dikaitkan dengan perhatian umum terhadap belajar,tetapi  keduanya bukan hal yang sama (Duke.1976). pendidikan adalah proses yang lebih umum , dan tidak melulu dari  hasil kontak dengan sekolah. Persekolahan adalah hanya salah satu instansi khusus pendidikan. Hal ini penting bagi siapa saja yang ingin memahami prinsip-prinsip pendidikan seumur hidup. Perbedaan yang dibuat antara pendidikan dan persekolahan disini barangkali karena didorong seringkali kedua istilah tersebut disamakan . karena itu, penting untuk diperhatiakan bahwa belajar yang belangsung di sekolah hanya salah satu contoh belajar normal , wajar dan sehari-hari yang berlangsung dalam proses pendidikan yang lebih luas . lebih jauh lagi, persekolahan hanya salah satu dari banyak proses pendidikan yang beroperasi dalam kehidupan , dan sekolah hanya salah satu prinsip-utama pendidikan seumur hidup.

Konsep belajar
            Sebagai “reorganisme kejiwaan” jelas sekali meliputi banyak faktor yang tidak hanya sekedar pola reinforcement khusus yang beroperasi pada waktu terjadinya. Diantaranya faktor kognitif seperti  interprestasi informasi , kecocokan input dengan tingkat perkembangan yang ada , dan sebagainya, juga termasuk ada tidaknya pola motivasi yang cocok, dan seluruh unsur variabel affektif seperti sikap terhadap orang dan benda , dan faktor lain yang serupa.
Lebih jauh lagi, konsep belajar  yang di pergunakan disini juga diperluas kebidang yang kedua. Belajar meliputi penguasan ketrampilan-ketrampilan sosial baru, perkembangan perubahan sikap ke arah dirinya sendiri dan orang lain , perubahan kemampaun untuk mengalami dan menahan emosi, pengembangan tujuan dan aspirasi , dan sebagainya. Konseptualisasi belajar ini telah diungkapkaan lebih banyak oleh Blakely(1972). Meskipun benar bahwa belajar adalah proses adaptasi terhadap lingkungan , lebih jelas lagi pengertiannya, khususnya dalam konteks belajar adalah proses yang “dinamis.” Manusia    belajar aspek-aspek pengalaman apa yang aka diperoleh dan taktik dan teknik apa yang akan dipergunakan untuk menafsirkan pengalaman. Mereka belajar bagaimana belajar, kapan belajar dan apa yang akan dipelajari. Belajar buakn hal yang pasif , tetapi terdiri dari proses ‘kreatif’ seleksi dan reorganisasi. Pemikiran dapat juga dianggap sebagai “instrumen untuk belajar”(Blakely,1972.hal.167)
 Dalam segi ini pendidikan seumur hidup  pada pokoknya berkenaan dengan belajar sebagai suatu sistem pendidikan. Kesimpulan, organisasi argumen  buku ini sekitar inti senttral belajar sebagai suatu proses  tidak ada jalan untuk mengartikan pendiddikan  terkosentrasi pada suatu proses yang sempit yang terbatas hanya pada penguasaan pengetahuan kesarjanaan , profesi, atau jenis kejuruan. Pendidikan memang meliputi beberapa elemen seperti itu , disamping juga berkenaan dengan motivasi , kognitif, etika, estetika, dan pertumbuhan personal.

Pendidikan seumur hidup dan belajar seumur hidup
Perpanjangan perbedaan antara pendidikan dan belajar berguna dalam hal ini, yaitu perbedaan antara pendidikan seumur hidup dan belajar seumur hidup. Seperti yang telah dikemukakan, belajar dan pendidikan tidak sama,begitu juga pendidikan dan persekolahan. Juga dikemukakan bahwa belajar adalah proses  seumur hidup yang berlangsung denagn atau tanpa persekolahan apa yang diterimanya. Seperti yang telah diketengahkan, karakteristik khusus persekolahan menyediakan dengan sengaja kondisi yang akan membantu jenis belajar tertentu. Jika, pendidikan seumur hidup adalah suatu tujuan atau ide yang memuat prinsip-prinsip mengorganisir persekolahan untuk membantu proses belajar  seumur hidup, dan untuk mempengaruhinya sesuai dengan tujuan dan ide khusus. Salah satu tujuan pendidikan seumur hidup memodifikasi persekolahan untuk membentuk dan mengaruhi jenis belajar yang terjadi seumur hidup. Sistem sekolah diorganisir menurut prinsip pendidikan seumur hidup. Sistem sekolah diorganisir menurut prinsip pendidikan seumur hidup tidak akan menciptakan belajar seumur hidup karena belajar seumur hidup sudah berlangsung ), tetapi akan memuat usaha sengaja untuk mempengaruhi bentuk, tingkat dan kualitas belajar.

Pendidikan seumur hidup dan pengetahuan kejiwaan
            Inovasi pendidikan dapat dievaluasi secara sah dengan cara menganalisis tempat bertumpunya prinsip-prinsip teoritis, dan menunjukkan bahwa inovasi pendidikan dapat dimengerti dalam istilah pengetahuan yang sudah ada, mengarah ke satu tujuan bahwa pendidikan seumur hidup dapat dievaluasi dengan menanyakan apa basis teoritisnya. Melakukan analisis menjadi tujuan utama dan jika dapat dilihat pendidikan seumur hidup konsisten dengan pengetahuan kejiwaan perkembangan manusia. Dengan studi prediktif ditetapkan tujuan operasional dan secara berurutan ditetapkan adanya korelasi atau ketidakadaan korelasi diantara keduanya seperti yang telah dikemukakan, problem keuangan dan keorganisasian sangat sulit dalam segi pembagian waktu, dan biasanya tidak dianggap penting.
Pendidikan seumur hidup esensinya lebih banyak merupakan suatu statemen gagasan daripada suatu proses yang dibuktikan secara ilmiah. Pendidikan seumur hidup mempunyai tujuan yang akan dicapai oleh pendidikan, prinsip-prinsip yang akan ditekankan, dan jenis-jenis orang yang akan ditolong perkembangannya. Sebagai tujuan pendidikan, paling tidak dirumuskan dalam bentuk abstrak, tujuan kejiwaan ideal pendidikan seumur hidup seperti terbinanya orang yang yakin,kreatif,mempunyai kemampuan intelektual,kepribadian yang baik,etis dan sebagainya. Pendidikan seumur hidup adalah menterjemahkan tujuan abstrak ke dalam rangkaian operasi kelas yang konkrit dan dapat di percaya untuk mencapai tujuan. Proses deduksi hipotesis klasikal memerlukan formulasi hipotesis tentang sifat-sifat terpenting kurikulum, menghubungkan antara unsur-unsur kurikulum dengan tingkah laku dalam kehidupan nyata dan memodifikasi unsur-unsur sistem yang dilihat tidak efektif. Pengembangan sistematik kurikulum memerlukan studi longitudinal yang meliputi satu generasi.
            Perlu disadari secara jelas pendidikan seumur hidup adalah konsep abstrak yang meliputi tujuan-tujuan abstrak dan idealis, dan seberapa jauh kemampuan untuk direalisasikan belum diketahui. Adopsi prinsip pendidikan seumur hidup lebih lanjut, sebagian merupakan tindakan yang berdasarkan kepercayaan, beserta elemen politik masyarakat yang kuat. Bahwa untuk veliditas pendidikan seumur hidup perlu memasukkan prinsip-prinsip dasar yang valid untuk dijadikan titik tumpu, yang diambil dari pengetahuan empiris di bidang lain seperti ilmu jiwa.
            Empat konsep kunci harus dijelaskan dalam hal ini. Pertama konsep pendidikan seumur hidup itu sendiri interrelasi dasar antara persekolahan dengan belajar, kehidupan dan pendidikan telah didiskusikan terperinci dalam pembicaraan terdahulu. Pendidikan seumur hidup didefinisikan sebagai tujuan atau ide formal untuk organisasi dan struktur pengalaman pendidikan. Organisasi dan struktur ini akan diperluas meliputi seluruh rentang usia, dari yang muda hingga tua, hal ini memerlukan basis institusi yang amat berbeda dengan basis yang mendasari persekolahan konvensional. Istilah “pendidikan seumur hidup” digunakan sehingga dapat dimengerti. (tujuan yang mengarahkan organisasi pendidikan).
            Kedua, konsep utama yang dipergunakan adalah tentang “belajar seumur hidup” bahwa belajar terjadi seumur hidup dan tidak terikat dengan ada dan tidaknya konsep pendidikan seumur hidup, “belajar seumur hidup” akan dikelola dengan belajar konvensional seperti yang kita ketahui. Jadi kapan saja istilah pendidikan seumur hidup dipergunakan dan sangat penting untuk diperhatikan bahwa ia tidak mengacu pada proses belajar seumur hidup yang alamiah dan pasti terjadi tanpa organisasi sekolah. Ketiga, konsep yang berhubugan erat adalah tentang “pelajar seumur hidup” tampak bahwa seluruh orang adalah pelajar seumur hidup,terlepas dari cara-cara persekolahan yang dorganisir dalam masyarakat mereka. Pelajar seumur hidup akan digunakan untuk menyatakan orang-orang yang sadar tentang diri mereka sendiri sebagai pelajar, belajar merupakan cara yang logis untuk mengatasi problema dan mendorong untuk belajar diseluruh tingkat usia dan menerima tantangan dan perubahan seumur hidup sebagai pemberi kesempatan untuk belajar baru.
            Konsep terakhir yaitu “kurikulum yang membantu pendidikan seumur hidup” kunci,  pendidikan seumur hidup mempunyai implikasi terhadap cara mengajar. Yaitu cara mengajar yang seharusnya dilaksanakan berdasarkan prinsip pendidikan seumur hidup. Pendidikan seumur hidup adalah filsafat atau ide, pelajar seumur hidup dan belajar seumur hidup adalah hasil yang diharapkan, dan kuikulum yang membantu belajar seumur hidup adalah cara praktis yang harus dilalui untuk mencapai tujuan.

Struktur analisis
            Belajar di sekolah pada esensinya merupakan kompleks variabel, kognitif, motivasi dan sosio efektif seperti yang telah dibicarakan. Analisis kejiwaan pendidikan seumur hidup akan diorganisir dalam tiga kerangka, tujuannya untuk menunjukkan bahwa asumsi kejiwaan secara implisit yang mendasari pendidikan seumur hidup dalam bidang fungsi kognitif, motivasi dan fungsi sosio efektif itu benar menurut pengetahuankejiwaan sekarang. Inkonsestansi serius kosep dasar pendidikan seumur hidup dengan pengetahuan kejiwaan sekarang akan mempengaruhi keyakinan para administrator pendidikan untuk mengimplementasikannya.
            Sejak pendidikan seumur hidup memuat seperangkat tujuan yang jelas berbeda dengan tujuan pendidikan yang diorganisir sudah menunjukkan bahwa pendidikan seumur hidup menurut pengetahuan kejiwaan akan menyajikan basis yang memadai untuk mengkaji lebih jauh prinsip-prinsipnya. Penerimaan atau penolakan sangat mungkin akan bertumpu terhadap rumusan pendidikan seumur hidup itu sendiri. Seluruh analisis pengesahan pendidikan seumur hidup sebagai suatu prinsip yang terorganisir dan keputusan apa sistem sekolah yang ada dapat dimodifikasi menurut konsep pendidikan seumur hidup, tidak hanya bertumpu pada analisis kejiwaan. Inkonsistensi antara pendidikan seumur hidup dan pengetahuan kejiwaan mungkin menyebabkan tidak valid sub – sub prinsip pendidikan seumur hidup yang ditemukan atas dasar pertimbangan lebih lanjut. Pendidikan seumur hidup memerlukan pendidikan yang lebih kompleks di tinjau dari segi disiplin ilmu seperti ekonomi, sosiologi, administrasi dsb. Arah tersebut sudah dimulai oleh Dave (1974).
            Analisis pendidikan seumur hidup dari sudut pandang kejiwaan merupakan aspek penting, meskipun elemen ini kurang di berikan penekanan. Aspek kedua ini berkenaan dengan implikasi pengetahuan, perencanaan kurikulum yang berorientasi pada pendidikan seumur hidup. Bab 4, 5, dan 6 meninjau kembali pengetahuan kejiwaan yang berkenaan dengan interaksi antara kehidupan dengan pengalaman dan belajar, dan meninjau kembali unsur mana dari prinsip – prinsip pendidikan seumur hidup. Meskipun telah dikemukakan bahwa syarat keberhasilan yang membantu pendidikan seumur hidup yang tidak terlalu di pentingkan untuk menganalisis konsep pendidikan seumur hidup, dan bukti seperti itu tidak pada umumnya disajikan waktu mengevaluasi kurikulum. Bab 7 mendiskusikan implikasi analisis kejiwaan pendidikan seumur hidup terhadap rancangan kurikulum. Dan bab 8 akan mengevaluasi secar kritis seluruh prinsip, terutama dari sudut pandang kejiwaan.



BASIS KEJIWAAN PENDIDIKAN
Lembaga pendidikan umumnya berstandarisasi dan menyeragamkan semua proses pendidikan khususnya disekolah.Standarisasi ini bertujuan untuk memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap proses pembelajaran seperti,bagaimana proses belajar berlangsung,apa yangharus dipelajari,kapan mempelajarinya dan lain sebagainya.Kenyataannya,penetapan tujuan-tujuan pendidikan yang disengaja selalu terpaut dengan bidang kejiwan,ekonomi,sosiopolitik,dan unsur-unsur sosiologis.kepercayaan tersebut secara eksplisit di nyatakan dalam pembukaan kurikulum atau sukar dikenali pelaksanaannya dalam sistem.
Ini bearti pendidikan seumur hidup juga berhubungan dengan seperangkat kepercayaan dalam bidang kejiwaan, sedangkan kepercayaan itu juga berhubungan dengan persekolahan konvensional,meskipun sifat-sifat kepercayaan secara tepat barangkali berbeda. Prinsip pendidikan seumur hidup mensyaratkan bahwa orang-orang   harus belajar dengan cara tertentu, dibawah kondisi tertentu, dan akan berlangsung terus seumur hidup mereka. Juga mensyaratkan eksistansi orang-orang untuk  tahu cara apa yang dipergunakan, dan apa tujuan belajarnya. Salah satu maksud teks ini adalah untuk membuat beberapa saran berdasarkan pada pengetahuan kejiwaan  seekarang, sekitar bagaiman apendidikan seumur hidup  itu akan disruktur agar mempengaruhi belajar seumur hidup. Bagaimanapun juga, rekomendasi ini memuat seperangkat kepercayaayn tentang seperti apa sebenarnya orang itu, dan apa tujuan belajar yang harus mereka cari , dan seperti apa manusia yang ideal itu,dan sebagainya. Fakta ini baik untuk diingat dan diolah dalam pikiran.
Pendidikan dan ilmu jiwa mempunyai interrelasi yang dalam. Kejelasan pengakuan terhadap fakta ini dapat dilihat peranan utama yang diberikan pada studi faktor-faktor kejiwaan dalam program pendidikan guru. Hubungannya kompleks, seperti yang telah dikemukakan oleh Rohwer(1970), dan bukan hasil keuntungan kolaborasi seperti yang diharapkan. Pendidikan juga diikaitkan dengan faktor-faktor lingkungan dalam kelas yang membantu belajar. Hal ini juga meliputi penetapan.” Kondisi-kondisi yang secara eksplisit memimpin anak kearah aktivitas intelektual dengan cara relatif biasa dan berurutan”(Rohwer,1970hal1379-1380). Kondisi-kondisi initidak hanya sekedar seperangkat sekedul”reinforcement” untuk meningkatkan kemungkinan bahwa respon tertentu akan muncul lebih banyak dimasa depan, dan yang lainnya  kurang, tetapi juga kondisi-kondisi yang membantu belajardalam kelas meliputi faktor seperti tingkat kesulitan dan organisasi bahan. Jadi, pengelolaan belajar kelas menggunakan dasar pengetahuan dalan ilmu jiwa kognitif.
Sebagai tambahan belajar dalam kelas sangat tergantung dengan penerapan”iklim yang memotivasi” dengan tepat. Meskipun tidak bisa dilaporkan dalam literatur seperti ini, tingkah laku tikus dalam laboratorium menunjukan elemen-elemen perhatian dan maksud(purpose). Dalam kasus anak manusia yang balajar dalam kelas, faktor utama efisiensi belajar adalah keinginan untuk belajar itu sendirisecar psikologis merupakan fenomena yang kompleks. Fenomena tersebut meliputi apa yang disebut unsur-unsur”sturtural,” seperti penerimaan oleh anak bahwa bahan yang sedang dia pelajari dalam banyak hal berharga. Teriakan bahwa bahan-bahan belajar dalam kelas tidak “relevan” atau bahan-bahan itu tidak dapat diterapkan dalam kehidupan nyata anak-anak, suatu contoh yang menjadi fokus dalam isu ini. Dari segi lain, motivasi positif juga meliputi apa yang disebut dengan variabel”proses” seperti keinginan untuk menyenangi guru yang baik.
Faktor- faktor sosio affektif belajar dalam kelas meliputi pertanyaan apakah anak-anak merasa atau tidak, bahwa mereka dalam kelas berada ditengah-tenagh temannya, bahwa belajar adalah sesuatu yang wajar dan mudah dikerjakan, bahwa sekolah adalah alat yang bernilai dalam kehidupan, dan ssebagainya. Ini dapat disimpulkan dengan apakah anak merasa atau tidak bahwa mereka milik kelas dan kelas adalah milik mereka.

Faktor-faktor kejiwaan dalam tujuan pendidikan.
Pengelolaan belajar kelas yang sukses adalah suatu fenomena yang memuat elemen kejiwaan sebagai bagian yang amat penting. Basis kejiwaan pendidikan sama sekali tidak terbatas pada pengelolaan belajar dalam kelas. Seperti yang telah dikemukakan dalam bab dua,eleman utama persekolahan formal adalah pengelolaan pengalaman anak-anak yang disengaja selama proses persekolahan formal untuk mencapai perubahan tingkah laku yang diinginkan.
Amat sangat penting untuk diperhatikan bahwa tujuan-tujuan seperti ini, meskipun dikatakan muncul dari bukti-bukti yang dapat di pertanggungjawabkan secara”ilmiah” namun kenyataannya sangat tergantung dengan faktor-faktor sosio politik seperti kepercayaan umum tentang heredity dan environment dalam perkembangan manusia. Sebagai contoh, amat mengejutkan sekali bahwa pada abad ke 19, training transfer dalam sistem pendidikan Inggri secara luas diterima sebagai kunci konsep kejiwaan, sedangakan pandangan sosio politik bahwa perbedaan individu hampir seluruhnya sebagai hasil heredity, dan dengan heredity ditransmisikan  superioritydan inferiority. Untuk memberiakn suatu contoh, Galton(1883) menafsirkan statistiknya yang berkenaan dengan disstribusi prestasi kejuruan ssuperior di Inggris sebagai bukti bahwa ‘genius “ diwariskan dalam keluarga dan genius itu merupakan sifat yang paling utama
.

Tujuan pendidikan sekarang
            Walaupun dalam pernyataan terdahulu tentang tujuan pendidikan jelas memilki basis kejiwaan dan bertumpu pada bodi pengetahuan kejiwaan(tertanam dalam pikiran bahwa interperensi pengetahuan ini sangat dipengaruhi oleh faktor –faktor sosio politik), hanya dalam tulisan tulisan yang lebih mutakhir, kejiwaan secara eksplisit dijadikan statemen untuk tujuan pendidikan . khususnya dalam menghadapi ketidakpastian sifat-sifat dunia di masa mendatang ditekankan dalam bab 1dan 2, para penulisn sekarang lebih banyak menitik beratkan pada peranan pendidikan dalam membantu pola tertentu pertumbuhan kejiwaan anak. Jadi ,titik berat dalam statement tujuan pendidikan beralih dari penguasaan ketrampilan dan pengetahuan ke bidang produksi jenis tertentu funsi individu yang secara psikologis memiliki cara tertentu . leih mutakhir lagi, penekanan berubah lebih jauh ke arah penguasaan ketrampilan sosial, pengembangan etika dan perhatian terhadap orang lain, pengembangan kesehatan diri, prestasi pemenuhan diri,dan sebagainya (silva,1973;Coles,1972). Kenyataanya, semakin eksplisit dalam tulisan tentang tujuan pendidikan sekarang ini, bahwa tujuan pendidikan pada hakekatnya adalah masalah kejiwaan hubungan anatara ilmu jiwa dengan pendidikan menjadi lebih pesifik. Proses dan isi persekolahan didasarkan atas kepercayaan kejiwaan tentang bagaimana terjadinya belajar dan apa yang harus dipelajari. Sebagai tambahan, tujuan pendididkan didasarkan pada kepercayaan kejiwaan tentang apa yang dibutuhkan orang-orang jika mereka ingin hidup memuaskan, apa yang menyebabkan kepuasan hidup , dan sebagaainya.

MENILAI PENDIDIKAN SEUMUR HIDUP
Dalam argumentasi yang telah dikembangkan jelas dimungkinkan dan malah diinginkan untuk menganalisis pendidikan dari sudut pandang assumsi kejiwaan yang mendasari struktur, proses dan tujuan pendidikan. Banyak analisis pendidikan modern disajikan dlaam bab-bab dan bertentanagann dengan assumsi-assumsi pendidikan seumur hidup yang mempunyai basis kejiwaan. Ini tidak di maksudkan untuk menolak bahwa ia juga mempunyai aspek ekonomi,elemen-elemen administrasi , dan sebagainya. Umpamanya pertanyaan bagaimana kelas diorganisasi  jawabanya meliputi issu ekonomi,administratif,dan juga kejiwaan. Dengan demikian, seperti yang telah dikemukakan. Terdapat eleman-eleman kejiwaan dalam inti proses pendidikan, dan masalah ini menjadi pusat pembicaraan dalm teks ini.

Pendidikan dan ideologi
            Dengan diterimanya pandangan yang telah dikemukakan bahwa pendidikan amat luas kaitannya dengan faktor-faktor kejiwaan, karena itu evaluasi sistem pendidikan jelas sekali harus berdasarkan kriteria kejiwaan. Hal i ni tepat sekali menjadi tujuan penyajian buku ini. Bagaimanapun juga, evaluasi pendidikan(kejiwaan atau yang lainnya0 langsung berhadapan dengan problem praktis, yaitu bagaimana melaksanakanya. Tujuan-tujuan pendidikan mau tidak mau dinyatakan sebagai suatu ranguman gagasan. Bahkan di mana ada usah dibuat untuk mendiskripsikan hasil-hasil yang diharapkan secara lebih mendetil, deskripsi itu akan tetapdi tulis dalam istilah abstrak . jadi, khusus kurikulum harus dinyatakan dengan istilah seperti “produksi pelajaar yang disiapkan dengan baik untuk berfungsi sebagai warga negara,” atau “pengembangan berpikir logis daan kritis dalam diri pelajar.” Tidak satupun deskripsi tersebut yang operasianal dibandingkan dengan statemen seperti’pengembangn pelajar yang meminjam anatara 3 sampai 5 buku dari perpustakaan dalam minggu tertentu .”
Bahkan  tujuan kejiwaan pendidikan umumnya dinyataka dalam bentuk ide abstrak. Lebih jauh lagi , ide-ide ini dengan jelas cenderung untuk memuat aspek-aspek politik, seperti yang telah dikemukakan. Dalam masyarakat yang menjunjung tinggi nilai penyesuaian dengan norma-noram masyarakat agar menjadi warga negara yang baik, ide-ide pendidikan yang berkaitan dengan peranan sekolah dalam membantu”warga negara yang baik “ akan menjadi statement abstrak. Seperti statemen yang membanjir dalam kurikulum dan teks book pendidikan di amerika  serikat pada tahun1950.an. sebaliknya masyarakat pada waktu tertentu dalam perkembangannya memuja ilmu pengetahuan abstrak, mereka mengembangkan tujuan pendidikan yang menitikberatkan isi ilmu pangetahuan yang mencerminkan keilmuan yang tinggi (seperti bahasa latin, bahasa yunani, dan matematika pada abad ke19 di Inggris)masyarakat yang menekankan pentingnya kerjasama , tidak ada kompetisi , dan  pengehormatan terhadap negara akan menitikberatkan tujuan pendidikan dalam segi ini, sedangakan masyarakat yang umumnya menyenangi individulisme, kompetisii, dan aktivitas kewiraswastaan akan memasukkan keyakinan ini dalam tujuan pendidikan mereka.
Kenyataan yang berkembang kemudian,  tujuan pendidikan sangat bersifat ideologis. Jauh dari kenyataan konkrit,operasional dan universal. Dan dapat diduga semua tujuan bersifat idealistis, dan sangat terpengaruh dengan ideologi yang populer pada waktu itu. Hal ini denagn mudah dapat dilihat dari kajian pernyataan yang menyangkut tujuan pendidikan masa sekarang tujuan yang di tetapkan mencerminkan ideologi yang berlaku pada waktu para pengembang kurikulum menerima pendidikan mereka. Dan para pembangakang dalam bidang pendidikan mengusulkan kurikulum yang dikembangkan dalam istilah ideologis yang menurut masyarakat mereka “maju” “radikal” dan ‘progresif” dan sebagainya. Konsekuensinya amat penting untuk dimengerti bahwa gagasanpendidikan seumur hidup adalah( a)  tujuan atau gagasan yang abstrak, (b) dimodifikasi oleh ideologi sekarang atau paling tidak,kepercayaan-kepercayaan sosio politik masyarakat tempat para pengajur berada,(c)dinyatakan dengan cara abstrak dan idealistis,tidak dengan cara spesifik dan operasional.






BAB V
BELAJAR TERUS-MENERUS
ASUMSI-ASUMSI KEJIWAAN ORGANISASI PENDIDIKAN SEKARANG
Pelembagaan pendidikan dalam bentuk persekolahan terbatas hanya untuk usia anak-anak dan adolesces untuk periode antara 6 sampai 18 tahun bisanya berasal dari pertimbangan ekonomi dan sosial. Dalam waktu yang sama, kebutuhan masyarakat akan tenaga kerja tidak dapat dipenuhi oleh system persekolahan fulltime yang harus diikuti oleh orang-orang sampai pada pertengahan usia dewasa. Oleh karenanya perlu di dukung organisasi pendidikan sekarang guna untuk menunjang perkembangan peradaban menuju usia dewasa. Salah satu tujuan utama dari organisasi pendidikan sekarang adalah, menurut Simms (1994) “untuk merevitalisasi teori organisasi dan mengembangkan konsep yang lebih baik dari kehidupan organisasi”,bersangkutan untuk membantu manager dan administrator. (http://www.asumsi organisasi pendidikan.com)
Observasi terhadap fakta ini menyatakan bahwa belajar yang terbaik dilakukan adalah selama usia sekolah seperti yang ada sekarang ini. Keberhasilan itu barang kali bukan karena waktu yang terbaik dalam belajar, tetapi pada waktu itulah kesempatan belajar terbaik ada tersedia. Douglas McGregor mengusulkan dua teori / asumsi kebalikan menyangkut keberhasilan belajar. Teori pertama adalah “Teori X”, yang pesimis dan negatif,kemudian untuk menggantikannya,dia memberikan “Teori Y” yang mengambil pendekatan yang lebih modern dan positif,yakni mulai memahami diri mereka sebagai diri-energi,berkomitmen,bertanggung jawab dan makhluk kreatif. (http://www.asumsi organisasi pendidikan.com)
Dikemukakan  Lehman, 1953 ) bahwa kreativitas umurnya menurun pada sekitar umur 40 tahun ke atas. Lain dikemukakan Fredick Winslow Taylor (1856-1915) adalah berkaitan meningkatnya tingkat kreativitas tidak dipengaruhi oleh umur,bergantung pada sistem insentif moneter, dia percaya bahwa kreativitas manusia terutama dimotivasi oleh uang.(http://www.asumsi organisasi pendidikan.com)


INTELIGENSI DAN USIA
INTELIGENSI

Konsepsi konvensional kurve perkembangan kemampuan Intelektual menyatakan terdapat pertumbuhan  yang cepat pada usia awal kehidupan anak-anak, puncak pertumbuhan relatif berada pada usia muda, setelah itu mengalami periode pertumbuhan mendatar yang stabil, dan akhirnya pertumbuhan merosot dengan cepat pada usia dewasa lanjut. Penurunan kemampuan intelektual mulai kelompok umur dibawah 20 sampai kelompok umur yang paling tua, semakin berumur  semakin meningkat penurunannya. Puncak kemampuan intelektual berada pada pada usia akhir adolescen dan kemudian mengalamipenurunan yang hebat terjadi pada akhir masa dewasa dan usia tua. Terdapat bukti yang cukup banyak dan bagus (direview dalam bagian terakhir) yang menunjukan bahwa orang dewasa mampu belajar seperti di sekolah dengan kondisi instruksional yang tepat. Fungsi intelegensi secara kualitatif berbeda karena perbedaan usia sekolah, tetapi kesempatan belajar harus di polakan sesuai dengan sifat-sifat perubahan kemampuan intelektual. Ini berarti membatasi persekolahan untuk usia tertentu tidak tepat.
Beberapa alasan yang memungkinkan kenapa terjadi perubahan garis dasar.Karena puncak yang akan terjadi pada manusia tertentu tidak disampel dalam studi itu. mirip dengan itu, relatif perubahan cepat di antara bermacam kelompok yang tidak disampel tidak akan diketemukan.
Alasan-alasan perubahan dalam generasi.
Suatu studi klasikal yang diteliti oleh tuddenham (1948) menunjukan bahwa tingkat rata-rata skor meningkat di antara 2 generasi.
Kelompok pertama mengalami rata-rata pendidikan sampai kelas 8, sedangkan kelompok kedua mengalami rata-rata pendidikan sampai kelas 10. Skor rata-rata mereka lebih tinggi tidak hanya karena faktor pendidikan, tetapi juga karena pengaruh film, radio dan lebih muktahir, TV.
            Faktor yang turut menentukan adalah faktor inteligensi dari individu yang bersangkutan. Bicara mengenai inteligensi biasanya memang dikaitkan dengan kemampuan untuk pemecahan masalah, kemampuan untuk belajar, ataupun kemampuan untuk berfikir abstrak. Perkataan inteligensi dari kata latin intelligere yang berati mengorganisasikan, menghubungkan atau menyatukan satu dengan yang lain (to organize, to relate, to bind together). Istilah inteligensi kadang-kadang atau justru sering memberikan pengertian yang salah, yang memandang inteligensi sebagai kemampuan yang mengandung kemampuan tunggal, padahal menurut ahli inteligensi mengandung bermacam-macam kemampuan. Namun demikian pengertian inteligensi itu sendiri memberikan berbagai macam arti bagi para ahli.
Dari bermacam-macam pendapat para ahli tersebut di atas, memberikan gambaran tentang bagaimana ragamnya pengertian atau definisi mengenai inteligensi itu. Menurut morgan, dkk. (1984) ada dua pendekatan yang pokok dalam memberikan definisi mengenai inteligensi itu, yaitu (1) pendekatan yang melihat faktor-faktor yang membentuk inteligensi itu, yang sering disebut sebagai pendekatan faktor atau teori faktor, dan (2) pendekatan yang melihat sifat proses intelektual itu sendiri, yang sering dipandang sebagai teori orientasi-proses (process-oriented theories).

USIA

Meskipun stereotypete dahulu menyatakan kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas intelektual menurun karena usia, tidak satupun pernyatakan umum yang memadai untuk mendeskripsikan hubungan antara usia dengan prestasi tugas yang melibatkan ketrampilan verbal, akan mengalami kemajuan terus menerus seumur hidup.
Kesimpulan ini mengemukakan teknik dan ketrampilan pemuda barangkali tidak cocok untuk kehidupan usia pertengahan dan akhir nanti. Dan dengan bertambahnya usia terdapat kebutuhan untuk memobilisir intelektualnya dan mengorganisasikan kemampuannya untuk hal-hal baru. Dengan demikian terdapat kebutuhan untuk mendekati tugas-tugas dengan cara baru yang lebih sesuai dengan pola kemampuan yang ada.
            Meskipun kesimpulan berbunyi demikian, beberapapenemuan masih memerlukan banyak penjelasan. Maksud bagian pembahasan itu adalah untuk memberikan penjelasan tentang itu.
Yang telah digambarkan oleh bromley jalan perbedaan konklusi yang digambarkan oleh studi longitudinal dan crossectional mengenai pertumbuhan fungsi intelektual dan usia.


BELAJAR DI LUAR USIA SEKOLAH KONVENSIONAL
Menurut saya belajar diluar usia konvensional dilihat dari sudut kelembagaan kita mengenal adanya penyelenggaraan Pendidikan melalui Sekolah dan Pendidikan Luar Sekolah.Apapun namanya dan dimana pun kegiatan belajar mengajar dilakukan,kegiatan itu harus dapat memanfaatkan berbagai sumber belajar yang terdapat di mana-mana baik langsung maupun tidak langsung dalam bentuk sarana ataupun prasarana.Kegiatan proses belajar mengajar memerlukan interaksi dengan sumber belajar yang dapat digunakan untuk menyediakan fasilitas belajar.Agar diperoleh hasil yang maksimal,maka kadar itu harus tinggi.Untuk memperoleh interaksi yang tinggi,maka proses interaksi perlu dikembangkan secara sistematik.Begitu pula sumber belajar perlu dikembangkan dan dikelola secara baik dan fungsional.
Di mana-mana orang dapat belajar,dapat memperoleh pengetahuan,keterampilan dan sikap.Sebab sumber belajar ada di mana-mana,baik manusia maupun bukan manusia,yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi kegiatan belajar mengajar.Bagaimanapun juga,jenis belajar yang terbanyak pada prasekolah meliputi penguasaan ketrampilan yang sangat diperlukan oleh anak-anak usia sekolah dan usia dewasa,dan kebanyakan belajar terjadi tanpa perhatian.
Dalam tahun pertama kehidupan,tidak hanya ketrampilan sensory yang diperoleh tetapi prestasi personal dan kognitif dikuasai.Tidak hanya ketrampilan dasar dalam bidang persepsi dan ketrampilan dasar agar dapat hidup yang dikuasai,tetapi elemen ketrampilan kognitif  yang menjadi amat penting dalam kehidupan nantinya sudah dimantapkan pada masa anak-anak awal.Di segi lain,motif dan sikap dipelajari sebelum memasuki permulaan persekolahan telah menetapkan seluruh pola bagaimana nantinya anak-anak mempergunakan ketrampilan kognitif dan intelektual mereka dalam kehidupan mendatang.
Orang dewasa dengan jelas mengalami sejumlah peristiwa belajar masalah sosial dan hal ini dapat menjelaskan bahwa mereka dapat dan mempunyai kebiasaan untuk beradaptasi dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya.Tetapi mereka juga menunjukan bahwa orang dewasa masih memiliki kemampuan tingkat tinggi dalam melaksanakan tugas seperti yang ada pada sekolah-sekolah tertentu. Jadi,belajar terus menerus di atas usia sekolah tidak hanya sesuatu yang terletak dalam kapasitas orang dewasa tetapi menjadi sesuatu yang menjadi penting untuk diri mereka sendiri.

BEBERAPA IMPLIKASI TERHADAP KONSEP PENDIDIKAN SEUMUR HIDUP

Maksud utama sub bab ini adalah untuk menanyakan apakah asumsi-asumsi kejiwaan dasar yang dibuat oleh para pendukung pendidikan seumur hidup,yaitu tentang kemampuan belajar orang-orang pada usia di luar usia persekolahan konvensional ,layak menurut pandangan pengetahuan kejiwaan sekarang.Konsepsi konvensional perkembangan kemampuan intelektual menyatakan terdapat pertumbuhan yang cepat pada usia awal kehidupan anak-anak, puncak pertumbuhan relatif berada pada usia muda, setelah itu mengalami periode pertumbuhan mendatar yang stabil, dan akhirnya pertumbuhan merosot dengan cepat pada usia dewasa lanjut.Penurunan kemampuan intelektual mulai kelompok umur di bawah 20 sampai kelompok umur yang paling tua, semakin berumur semakin meningkat penurunannya.Tetapi orang dewasa mampu belajar seperti disekolah dengan kondisi instruksional yang tepat, fungsi intelegensi secara kualitatif berbeda karena perbedaan usia,tidak berarti bahwa belajar harus  menurun diatas usia sekolah,tetapi kesempatan belajar harus dipolakan sesuai dengan sifat-sifat perubahan kemampuan intelektual.Ini berarti membatasi persekolahan untuk usia tertentu tidak tepat. Intelektual memiliki fungsi yang sangat penting pada awal dewasa, pertengahan umur dan bahkan pada usia tua. Sedangkan anak-anak usia prasekolah mampu belajar, dan belajar yang terjadi pada usia prasekolah amat penting bagi seluruh jalannya kehidupan. Meskipun tidak layak untuk dikatakan bahwa pentingnya belajar sedini mungkin menyarankan agar masyarakat yang bijaksana sebaik mungkin membuat perlengkapan formal untuk kebutuhan anak- anak prasekolah. Membantu belajar tidak hanya meliputi penyediaan materi kognitif, tetapi juga pengokohan lingkungan yang membantu belajar. Elemen kunci adalah sikap dan motivasi potensial belajar. Sistem formal pendidikan seumur hidup perlu untuk distruktur, tidak hanya kebutuhan kognitif orang- orang yang dimasukkan dalam sistem, tapi juga kebutuhan dalam bidang motivasi dan sosio afektif mereka.




PENGGALAN 2
BAB VI
PENYESUAIAN KURIKULUM SEKOLAH DENGAN
PENDIDIKAN SEUMUR HIDUP

PENYESUAIAN KURIKULUM SEKOLAH DENGAN PENDIDIKAN SEUMUR HIDUP

            Secara tradisional ada tiga asumsi dasar  mengenai prasekolah. Pertama, sekolah merupakan tempat pendidikan yang intensif, yang dilakukan dalam waktu yang relatif singkat. Asumsi kedua, bahwa pengelolaan kegiatan- mengajar yang intensif ini anak harus di ajar paling tidak dasar tentang segala sesuatu yang diperlukan untuk diketahui pada masa dewasa kelak. Berkaitan dengan asumsi pertama dan kedua maka muncul asumsi yang ketiga, yaitu bahwa sekolah merupakan tempat utama bagi anak dan remaja untuk belajar. Selanjutnya dengan perkembangan corp profesi guru, maka,sekolah dianggap sebagai satu- satunya tempat untuk belajar. Dan ini menyebabkan bahwa metode belajar  dan tempat- tempat  untuk memperoleh pengalaman belajar di luar sekolah kurang dikenal dan di anggap kurang penting.Dengan menganggap bahwa sekolah dan guru dalam masyarakat modern sebagai satu- satunya lembaga pendidikan yang penting, maka potensi pendidikan dari sumber-sumber belajar yang lain seperti; musuem dan perpustakaan, keluarga, tempat kerja,menjadi di abaikan. Hal yang sama juga terjadi penerapan metode- metode belajar seperti, “ self- tirected learning” , “ inter- learning” (belajar dari teman belajar) , dan cara- cara lain yang  tidak berpusat pada sekolah. Akibatnya belajar tidak di anggap sebagai bagian dari kehidupan yang sebenarnya, tetapi sesuatu yang dikerjakan di tempat khusus di luar kehidupan.  Pemisahan belajar di sekolah dengan kehidupan yang sebenarnya ini di simpulkan dalam suatu pernyataan: “ para pemuda belajar, tetapi tidak dapat berbuat; sedangkan orang cdewasa harus berbuat, tetapi tidak punya kesempatan untuk belajar” . (Livingstone, R.M, 1943, education for a world adrif, Cambridge University Press) .
            Dari uraian di atas jelas, bahwa konsepsi pendidikan tradisional menyebabkan terpisahnya belajar  dari kehidupan sehari- hari dan belajar di anggap sebagai sesuatu yang terjadi di sekolah di bawah asuha para guru. Dewasa ini telah diterima pendapat yang menekankan pada dua hal, yaitu “ horisontal integration” dan “ vertical integration” . Yang pertama di maksudkan, bahwa belajar di sekolah hendaknya di koordinasikan dengan komponen lain di dalam masyarakat tempat anak memperoleh kesempatan belajar, misalnya: keluarga, perkumpulan pemuda, masyarakat, tempat kerja, pergaulan dengan teman sebaya, dll. Selanjutnya dikemukakan bahwa sebagian besar anggota masyarakat hendaknya dilibatkan dalam pendidikan, dan pengetahuan hendaknya di pandang sebagai suatu integrasi yang luas, dan  bukan sesuatu yang kurang berhubungan antara disiplin imiah yang satu denga yang lain. Jadi integrasi horisontal pendidikan di artikan sebagai pengetahuan yang diperoleh di luar sekolah hendaknya jangan dipandang terpisahdari pengetahuan yang di peroleh  di dalam sekolah, dan proses belajar untuk memperoleh pengetahuan juga jangan dipisahkan antara prosese belajar di sekolah dan di luar sekolah, dan seluruh pengetahuan itu hendaknya di pandang sebagai suatu bagian yang berkelanjutan.
            Sedangkan yang dimaksud dengan integrasi vertical pendidikan ialah bahwa belajar itu berlangsung seumur hidup, dan bahwa manusia itu mempunyai kemmampuan  untuk belajar pada segala umur. Selanjutnya belajar pada tingkat umur tertentu meruppakan bagian dari hasil belajar pada masa sebelumnya, dan akan menentukan pada masa yang akan datang. Karenanya interelasi longitudinal antara berbagai tingkat belajar pada berbagai tingkat umur hendaknya dikenal dan di gunakan ddalam organisasi pendidikan.
            Lalu apakah usaha- usaha sekolah untuk menunjang terjadinya horisontal integration dan vertical integration atau terlaksananya pendidikan seumur hidup?
Ada beberapa hal yang dapat dilakukan oleh sekolah untuk tujuan tersebut, antara lain: 1) Mengadakan penyesuaian  kurikulum sekolah, penyusunan kurikulum untuk mengembangkan “ pelajar seumur hidup” . Dan penyusunan kurukulum “ luar sekolah” . 2) Menyesuaikan kegiatan belajar- mengajar di sekolah; yang mencangkup perubahan peranan guru. Perubahan peranan murid, dan pemanfaatan sumber- sumber belajar di luar sekolah. 

Sekolah Sebagai Pengembang Pelajar Seumur Hidup
Sekolah sebagai pengembang pelajar seumur hidup dapat mengembangkan potensi peserta didik untuk memantapkan kesadaran diri tentang kemampuan yang dimilikinya. Selain itu sekolah sebagai pengembang pelajar seumur hidup guru juga memiliki tanggung jawab besar dalam menghasilkan generasi yang berkarakter, berbudaya dan bermoral sehingga pelajar seumur hidup juga bisa dan dapat berkembang di sekolah.
Sekolah sebagai pengembang pelajar seumur hidup, salah satu nilai mendasar dalam menumbuhkan perkembangan diri anak adalah rasa kepercayaan diri.
Sekolah dan tenaga pendidik untuk melakukan praktik-praktik pendidikan dalam rangka mengembangkan semua potensi yang dimiliki peserta didik, baik melalui proses pembelajaran di kelas maupun melalui program pengembangan diri (ekstrakurikuler).
Disamping itu sekolah juga mempunyai peran yang penting dalam pengembangan pelajar seumur hidup  karena sekolh bentuk formal untuk mendapatkan pengetahuan. Sekolah dapat menjadi satu alternatif untuk pengembang pelajar seumur hidup. Sekolah dapat membentuk karakter peserta didik.
Sekolah juga bentuk formal hanyalah merupakan awal dari belajar dalam kehidupan. Sekolah juga hanya awal dari memperoleh pengetahuan.
Belajar merupakan alat utama untuk pertumbuhan pribadi dan kemasyarakatan sehingga sekolah merupakan salah satu alternatif bagi pengembang pelajar seumur hidup.
Sebenarnya masih banyak lagi bentuk belajar untuk pengembang pelajar seumur hidup. Sekolah bukanlah satu-satunya tempat untuk belajar dan masih banyak lagi tempat-tempat untuk belajar dan pengembang seumur hidup.
               Menurut Skager dan Dave (Skager, R., dan Dave, R.H. Developing Eriteria and Procedures for the evalution of school curriculum in the perspective of liflong education. Oxfor : Pergamon, 1977) kriteria kurikulum sekolah dalam latar pendidikan seumur hidup adalah sebagai berikut :
1.   Kurikulm sekolah harus memandang proses belajar sebagai peristiwa yang berlangsung terus menerus, yang terjadi sejak masa kanak-kanak sampai dengan dewasa.
2.   Kurikulum sekolah harus dilihat dalam konteks proses belajar yang serempak yang berlangsung di dalam keluarga, dalam masyarakat, di tempat kerja, dan sebagainya.
3.   Kurikulum sekolah harus mengenal hakekat kesatuan pengetahuan dan hubungan antar bidang studi.
4.   Kurikulum sekolah harus mengetahui bahwa sekolah merupakan lembaga utama yang menyajikan pendidikan dasar dalam kerangka pendidikan seumur hidup.
5.   Kurikulum sekolah harus menekankan kepada terbentuknya orang-orang yang autodidact, mengembangkan kesiapan untuk belajar lebih lanjut dan menanamkan sikap sehubungan dengan kebutuhan akan perubahan masyarakat.
6.   Kurikulum sekolah harus memperhitungkan kebutuhan akan pemapanan dan pembaharuan sistem nilai-nilai yang progresif oleh individu, sehingga mereka dapat mempertanggungjawabkan perkembangan yang kontinyu dalam kehidupan.
               Sehubungan dengan perkembangan pribadi kurikulum sekolah dalam kerangka pendidikan seumur hidup, adalah mengembangkan siswa agar, mampu melaksanakan fungsinya dengan seminimal mungkin adanya pengawasan, serta ingin dan mampu menyesuaikan diri terhadap perubahan masyarakat. Jadi sebelum sekolah harus mampu untuk memajukan perkembangan kebebasan pertanggung jawab diri sendiri, kemampuan menganalisis yang kritis dan fleksibilitas, seperti misalnya mereka menaruh perhatian terhadap nilai-nilai, sikap, motivasi dan sebagainya. Seperti kita ketahui, bahwa perubahan yang cepat menyebabkan perasaan tidak aman baik di bidang intelektual maupun emosional. Agar orang mendapatkan kesenangan dan keuntungan dalam situasi yang demikian, maka mereka membutuhkan kemampuan untuk mengatasi kesukaran-kesukaran baru, mampu memainkan peranan sosial baru, mampu bekerja dalam tugas-tugas pekerjaan baru, dapat bekerja dalam kerangka organisasi baru, dan sebagainya.Dengan penuh keyakinan dan perhatian, tidak merasa takut akan kegagalan untuk mengembangkan kemampuan untuk mengatasi situasi yang demikian akan menyebabkan individu jatuh ke dalam sikap pasif dan menyingkirkan diri, jadi kurikulum sekolah hendaknya dapat membuat anak peka terhadap problem dan memiliki ketrampilan inovatif. Kurikulum harus pula mampu memajukan ketrampilan membuat keputusan, ketrampilan mengatasi struktur organisasi (ketrampilan birokrasi), serta ketrampilan dalam berkomunikasi dan menerima ide-ide. Kurikulum sekolah hendaknya mampu membangunkan setiap orang untuk bergairah menghadapi masyarakat baru tanpa sikap pasif dan melarikan diri, tanpa menarik diri dalam menghadapi sesuatu yang baru.
               Dalam rangka pengembangan ketrampilan kognitif kurikulum yang berorientasi kepada pendidikan seumur hidup, akan menerapkan “innovatery knowledre”. Dalam pengembangan ketrampilan kognitif akan ditekankan pada pengertian dan penggunaan informasi. Misalkan belajar mengetahui melalui analisa cara-cara dan lambang-lambang pengetahuan, dan bukan sekedar memperoleh melalui sejumput informasi khusus. Inti kegiatan belajar di dalam kelas adalah mengembangkan kemampuan berfikir produktif / kreatif; sedangkan ilmu pengetahuan hanyalah merupakan sarana untuk terjadinya berfikir produktif. Hal ini tidak berarti bahwa mempelajari ilmu pengetahuan akan hapus, tetapi dalam belajar tekanannya lebih pada proses berpikir produktif dari pada faktor-faktor ilmiah. Kurikulum ang berilmu pengetahuan hanyalah sarana terjadinya berfikir produktif, orientasi demikian disebut “kognitive curriculum”.
               Kurikulum ini lebih menekankan pada penguasaan pola dan bentuk pengetahuan, sehingga apa yang telah dipelajari merupakan dasar untuk memperoleh ketrampilan-ketrampilan baru. Unsur umum yang menghubungkan pengetahuan satu dengan yang lain adalah strukturnya, metode dan gaya daripada pengetahuan, dan bukannya isi ilmu pengetahuan, atau hakekat fenomena yang dipelajari. Fisika misalnya, akan dilihat sebagai cara berpikir tentang suatu perangkat fenomena, dan penemuan-penemuan fisika sebagai aplikasi berpikir inovatif terhadap problem-problem khusus, dan bukan penemuan dalam faktual.
               Selanjutnya penyesuaian kurikulum sekolah dalam rangka menunjang pendidikan seumur hidup hendaknya memusatkan perhatian pada pengembangan kemauan belajar para siswa, membuat siswa menerima kegiatan belajar sebagai kegiatan yang wajar dan diinginkan, pembatasan positif terhadap dirinya sebagai seorang pelajar. Sekolah hendaknya lebih menekankan aspek kwalitatif daripada aspek kuantitatif.

Kurikulum, “Luar Sekolah”
              
               Pandangan pokok dalam pendidikan seumur hidup ialah bahwa pendidikan berlangsung di dalam dan di luar sekolah. Konsekuensinya kita bisa bicara tentang kurikulum sekolah dan kurikulum luar sekolah. Dan sesungguhnya kehidupan sendiri dipandang sebagai unsur penting dari pada pendidikan seumur hidup, sehingga seseorang bisa bicara tentang kurikulum untuk hidup, kurikulum untuk kerja dan sebagianya.
Beberapa aspek kurikulum luar sekolah, yang seharusnya dipikirkan dan disediakan dalam rangka menunjang pendidikan seumur hidup antara lain :
1.   Kurikulum Untuk Anak-Anak Pra Sekolah
                  Jika pendidikan berlangsung sepanjang hayat dalam rangka pengembangan kejiwaan pada segala umur, maka pendidikan hendaknya memperhatikan pendidikan anak pra sekolah. Pendidikan seumur hidup menyadari dan memahami bahwa masa pra sekolah terjadi perkembangan psikhologis menurut hukumnya sendiri dan perkembangan tidak menunggu sampai masa anak dan masa remaja, masa persekolahan “riil” berlansung. Pendidikan pada masa pra-sekolah (masa kanak-kanak) merupakan fondasi bagi perkembangan psikhologis masa-masa yang akan datang.
                  Berbagai aliran psikhologi sependapat bahwa pengalaman terdahulu akan merupakan dasar penting bagi belajar yang akan datang. Perkembangan berpikir dapat ditelusuri jejaknya pada pengalaman anak sebelumnya. Selanjutnya dikatakan bahwa interrelasi antara proses emosional, motivasional dan kognitif dalam belajar, sama pentingnya dengan pengalaman sosial anak sebelumnya. Bahwa pada tiga tahun pertama dalam kehidupan anak perlu pengalaman-pengalaman yang dapat memajukan perkembangan kognitif dan psikhososial. Oleh karenanya pendidikan tidak boleh mengabaikan pendidikan bagi anak-anak di bawah umur enam tahun dan perlu menyediakan sistem pendidikan formal mereka yaitu apa yang disebut sebagai pendidikan pra-sekolah. Dan anak-anak di bawah usia enam tahun tidak perlu di beri beban yang begitu berat agar tidak berpengaruh terhadap perkembangan mentalnya bila dewasa nanti, karna usia anak-anak adalah usia bermain, anak-anak bebas mengekspresikan keinginannya. Kita sebagai orang dewasa hanya mengawasi dan mengingatkan apabila melakukan kesalahan. Ada tiga tujuan utama pendidikan pra-sekolah, yaitu : menyediakan stimulasi, meningkatkan perasaan identitas, dan menyiapkan pengalaman-pengalaman sosialisasi. Ketrampilan-ketrampilan ini tidak memerlukan persekolahan yang khusus, tetapi dapat dikembangkan oleh kehidupan sendiri. Pendidikan pra-sekolah janganlah merupakan persiapan pengajaran akademik di Sekolah Dasar. Dalam rangka menunjang pendidikan seumur hidup pendidikan pra-sekolah seharusnya bertujuan untuk :
      a.   Mengembangkan ketrampilan-ketrampilan untuk bekerja dengan informasi dan lambang-lambang.
      b.   Meningkatkan apresiasi terhadap berbagai cara ekspresi.
      c.   Mengembangkan keingintahuan dan kemampuan belajar.
      d.   Memperkuat harga diri dan yang terakhir
      e.   Mengembangkan kemampuan untuk hidup bersama dengan orang lain.
                  Di dalam pendidikan seumur hidup perkembangan psikhologis awal dikaitkan dengan sistem pendidikan dipandang sebagai pengembangan faktor-faktor kognitif, emosional dan sosioafektif, yang dapat dipakai sebagai dasar daripada perwujudan diri pribadi.
2.   Kurikulum untuk orang-orang “di luar umur sekolah”
                  Usaha formal untuk mengikat orang dewasa belajar lebih lanjut sering mengalami kegagalan, terutama bagi mereka yang sebelumnya tidak memperoleh pendidikan persekolahan formal yang memadai. Hal ini umumnya disebabkan, karena kesempatan memperoleh pendidikan bagi orang dewasa itu tidak diorganisir dalam rangka memajukan belajar sepanjang hayat. Menurut olford, kurikulum pendidikan seumur hidup bagi orang dewasa itu hendaknya disusun sebagai berikut :
      a.   Harus memberi kesempatan kepada para siswa untuk melakukan penemuan-penemuan.
      b.   Harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk menunjukkan kreativitas dan bertanggung jawab terhadap kegiatan itu.
      c.   Harus memberikan kesempatan bagi para siswa untuk menetapkan kerja sesuai dengan kecepatan masing-masing.
      d.   Harus memberikan kesempatan untuk mengadakan spesialisasi menurut minat masing-masing.
      e.   Harus memberikan kesempatan untuk mengembangkan dan mengenal perbedaan bakat masing-masing.
      (olford, J.E. Deschooling further education. The New Era. 1972).
            Dalam menyusun kurikulum untuk orang dewasa ini harus diperhatikan pengalaman mereka yang sudah “karatan”, yang mungkin tidak sesuai lagi dengan kemajuan-kemajuan pengetahuan dan teknologi abad ini. Untuk ini disarankan agar diberikan kesempatan adanya interaksi antara orang tua dengan orang muda dalam memperoleh pengalaman belajar.
                   Dan di saat era globalisasi seperti sekarang ini, setiap orang harus bisa menguasi teknologi, seperti komputer dan bahasa internasional, seperti bahasa inggris.
3.   Kurikulum Untuk Kerja
            Pada suatu saat tempat kerja dapat menjadi tempat belajar yang penting. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat membuat pendidikan kejuruan mungkin menjadi tidak efisien. Dewasa ini diperlukan persiapan yang matang dalam memasuki tugas-tugas pekerjaan tingkat tinggi, dan kesempatan kerja bagi orang-orang yang tidak trampil makin sangat berkurang. Untuk menghadapi tantangan ini diperlukan kurikulum untuk dunia kerja yang dapat mengembangkan inisiatif individu, untuk selalu tumbuh dan berkembang. Inisiatif untuk tumbuh ini diperkuat dengan adanya kesempatan yang terbuka untuk peningkatan dan perkembangan profesional, dan dengan adanya imbalan yang layak bagi mereka yang selalu meningkatkan kemampuannya. Dalam penyusunan kurikulum kerja diorientasikan pada pendidikan seumur hidup, perlu diperhatikan faktor-faktor, antara lain :
      a.   Penyedia alat-alat untuk penilaian diri sendiri;
      b.   Kesempatan untuk menilai diri sendiri;
      c.   Usaha untuk menciptakan suasana memajukan kreativitas;
      d.   Hubungan dengan proyek-proyek kerja yang menantang yang meningkatkan pemecahan problem di lapangan.
      d.   Interaksi teman sekerja yang memungkinkan pertukaran ide dan informasi.
4.   Kurikulum untuk Hidup
            Pandangan bahwa pendidikan merupakan peristiwa yang hanya berlangsung di sekolah formal , didasarkan pada pendapat bahwa pendidikan menuntut suatu lingkungan yang khusus yang berbeda dari kehidupan sehari-hari, dan yang berpusat di sekolah formal. Sekolah merupakan tempat yang bagus, sukar dan memerlukan waktu yang cukup lama dikunjungi. Akibat dari pandangan ini, mengenyampingkan pendapat bahwa orang dapat belajar dari kehidupan. Akibat selanjutnya, orang sekarang terpisah dari hidup sebenarnya, dengan akibat yang serius adanya “kesakitan kejiwaan”. Untuk dapat hidup dengan senang dalam hidup ini orang perlu suatu pendidikan untuk hidup itu sendiri, ia harus belajar hidup pada masa kini, merenungkan kehidupan, menikmati seni dan kebudayaan, dan menikmati perasaan dan emosinya baik spiritual maupun material.
            Dalam kerangka pendidikan seumur hidup kita perlu mengembangkan kurikulum untuk hidup, yang memungkinkan orang akan belajar melalui “partisipasinya dalam tugas-tugas sosial dan kegiatan-kegiatan sosial”, atau dengan saling memberikan urunan dalam kehidupan sosial, kultural dan profesional. Kurikulum ini haruslah menekankan pada pendidikan yang bukan sekedar pengetahuan intelektual, tetapi pada segala sesuatu yang dapat memajukan minat dan kebutuhan untuk mengethui serta  akan melibatkan ide bahwa hidup itu sendiri merupakan sumber belajar yang utama, dan bahwa orang dapat belajar tentang hidup terutama melalui proses kehidupan itu sendiri.
      Kurikulum untuk hidup hendaknya :
      a.   Mengajar orang untuk berpikir tentang kehidupan.
      b.   Mengajar orang ingin menggunakan pengetahuannya dalam hidup.
      c.   Mengajar orang bagaimana menggunakan pengetahuannya di dalam hidup.
      d.   Membantu orang mengetahui bagaimana ia berpikir dalam berhubungan dengan orang lain.
      e.   Membantu orang mengetahui bagaimana mengadakan pertukaran pengalaman sosial dan kultural dengan orang lain.
      f.    Mengajar dan mendidik  orang bagaimana berpikir, tidak hanya menurut cara-cara ilmiah, tetapi juga apa yang dikehendaki oleh hidup itu sendiri.













BAB VII
PENYESUAIAN KBM di SEKOLAH DENGAN PSH

Di dalam domain sikap, guru hendaknya membantu murid-murid untuk mengambil sikap yang kreatif dalam mengahadapi situasi baru, agar dapat mengatasinya dengan efektif dan memperoleh pengalaman yang memuaskan dalam menghadapi persoalan.Dalam domain motifasi, tugas utama guru adalah hal-hal baru agar dapat menguasainya dan memperoleh keuntungan daripadanya, dan bukan menghindarinya.Di dalam domain kognitif, tugas guru adalah memperlengkapi murid-murid dengan keterampilan untuk memperoleh keterampilan sewaktu-waktu mereka memerlukannya. Hal ini akan dicapai dengan cara mengembangkan perasaan mengenai struktur dan metode ilmu pengetahuan, melalui pembinaan dan pemahaman sumber-sumber informasi yang dapat  digunakan.
Tugas fundamental guru adalah meningkatkan kemampuan murid untuk menemukan pengetahuan, menghubungkan apa yang telah dipelajari dengan pengetahuan yang dimilikinya dan dengan kebutuhan-kebutuhannya di masa yang akan datang, serta menganalisa dan menilai kegiatan belajar yang dilakukannya.
Dalam rangka pendidikan seumur hidup seorang guru hendaknya menjadi pelajar seumur hidup.Ia hendaknya tidak pernah berhenti belajar dan selalu ingin belajar, sehingga tindakannya itu dapat menjadi teladan bagi murid-muridnya.
Selajutnya karena guru itu juga berada dalam masyarakat yang mengalami perubahan seperti yang dihadapi oleh murid-muridnya, maka perlu bagi mnereka untuk selalu mengadakan penyesuaian dan pengaturan. Pendeknya dalam rangka pendidikan seumur hidup guru dan murid terikat pada progam belajar seumur hidup, sehingga dalam kenyataan mereka merupakan “colearners” (Dave, R. N. Lifelong education and school curriculum UNESCO Institut Monographs, 1973, Whole No. 1).
Peranan tradisional guru sebagai penyalur pengetahuan dan pembawa kebijaksanaan tradisional akan berubah. Guru lebih berperan sebagai “Pembimbing” atau sebagai “Pemimpin ” yang bertindak sebagai fasilitator dalam perkembangan setiap siswa. Untuk mencapai tujuan ini, guru hendaknya berfungsi sebagai “Ahli Metode Belajar”, sebagai “Koordinator Belajar”, Sebagai “Dirigen dalam belajar”, peranan pokok guru adalah membimbing dan mengkoordinir belajar, bukannya sebagai “Pemberi Fakta-fakta”. Guru bukanlah sekedar orang yang menyampaikan bakat seseorang yang telah diseleksi lebih dahulu yang isinya disesuaikan dengan kebutuhan murid-murid. Tetapi guru hendaknya membantu setiap murid mendiaknosis kebutuhan belajar masing-masing, menetapkan sumber belajar yang memadai dan menentukan tujuan yang ingin dicapai, belajar menurut tempo dan iramanya masing-masing.Guru-guru hendaknya menjadi penasihat dan menjadi sumber belajar, bukan sebagai otoritas yang mengambil jarak dengan murid-muridnya serta menganggap dirinya tidak dapat salah.
Mengartikan guru sebagai penasihat dan pembimbing, mengimplikasikan antara lain suatu pendidikan perseorangan pada tingkat yang tinggi.
Individualisasi pendidikan merupakan hasil kombinasi antara bimbingan yang menonjol dan teknologi pendidikan yang baik. Guru dikonsepsikan sebagai ahli diagnosis pendidikan. Diasumsikan bahwa mereka mampu memberikan balikan yang tepat kepada murid-muridnya mngenai kemampuan mereka,   sejauh mana aspirasi mereka telah terwujudkan, dan sebagainya. Dalam memfungsikan guru dengan cara yang demikian ini, hendaknya para guru dibebaskan dari tugas rutin yang menyita banyak waktu mereka. Dalam rangka pendidikan seumur hidup, atau dasar prosedur penilaian yang teliti, perlu di desain suatu program pendidikan individual bagi setiap siswa. Kemampuan sistem untuk memberikan kesempatan kepada setiap siswa yang mengikuti program individualisasi ini akan dapat ditingkatkan dengan menggunakan teknologi pendidikan.
Salah satu implikasi pendidikan seumur hidup yang paling penting hanya peranan dan keterampilan guru diharapkan berubah, tapi juga ide tentang siapa saja yang disebut “Guru” itu akan diperluas. Misalnya terdapat kelompok orang yang disebut sebagai “Pendidik”, Tetapi tidak dikenal sebagai guru dan tidak berfungsi di dalam sistem persekolahan konvensional. Kelompok orang ini mencakup ahli perpustakan, ahli-ahli yang bekerja dimusium, ahli-ahli yang bekerja di kebun binatang (ahli purbakala, ahli burung, dan sebagainya), ahli pendidikan diasosiasi profesional training offiser si pabrik-pabrik atau di angkatan bersenjata, pekerja sosial, petugas bimbingan dan penyuluhan, dan lain sebagainya. Meningkatnya profesi seperti dokter, dokter gigi, ahli pharmasi, dan jabatan-jabatan yang sejenis, juga bisa dimasukkan dalam kelompok “pendidikan”, karena profesi ini lebih banyak berfungsi mencegah dan mendidik daripada berfungsi kuratif dan restoratif. Kelompok kedua yang sering tidak dikenal sebagai guru yaitu orang-orang yang terdiri dari orang-orang yang sama sekali tidak mempunyai fungsi  dalam pendidikan didalam kehidupan. Mereka ini adalah “practitioners”, orang-orang yang menyampaikan informasi yang berharga, karena mereka tahu berbuat sesuatu yang penting di dalalm kehidupan. Orang-orang ini yang mungkin dapat disebut sebagai “life educators”, termasuk kedalamnya orang tua, teman sekerja, teman sebaya, kenalan, dan sebagainya.Fungsi mengajar mereka tidak boleh diabaikan karena sangat penting.
Dengan berbagai alasan, dua kelompok pengajar ini (pendidik profesional dan life educator) menjadi semakin penting kedudukannya.Sebagai contoh anak-anak memerlukan pengalaman-pengalaman di dalam lingkungan sosial diluar atau didalam masyarakatnya, dan juga didalam dunia pekerjaan, bukannya sesudah mereka menyelesaikan pendidikannya, tetapi selama pendidikan formal sedang berlangsung.Dari pada itu, beberapa program pendidikan, terutama di negara-negara sedang berkembang, meminta aktifitas dan layanan pendidikan yang tidak hanya dapat dilakukan oleh guru.Sebagai contoh usaha pemberantasan buta huruf, kampanye kesehatan, dan gizi.Selanjutnya “profesional educators”dan “life educators” (dokter, dokter gigi, ahli pharmasi, orang tua, teman sekerja, dan sebagainya) mempunyai potensi untuk menyampaikan kepada murid-murid “suasana” kehidupan diluar sekolah, misalnya dengan memberikan urunan informasi mengenai dokter, seorang ahli teknik, seorang pengusaha dan sebagainya.Faktor-faktor ini membuat mereka itu sebagai potensi yang penting untuk dapat diminta menjadi pelatih khusus dibidang potensinya, sebagai orang-orang yang bukan guru.
Sebagai akibatnya dirasakan perlunya, dalam hubungan dengan pendidikan seumur hidup, suatu konsep baru tentang apa yang disebut “guru”, atau mungkin apa yang disebut “pendidik”, karena guru selalu diasosiasikan dengan sekolahan formal. Dalam rangka pendidikan seumur hidup yang dimaksud dengan “pendidik” adalah orang-orang yang memiliki kemampuan khusus dalam bidang teknik, kerja tangan atau....
1.Kemampuan untuk menempatkan informasi
2.Keterampilan kognitif yang tinggi
3.Kemampuan menggunakan strategi dalam memecahkan masalah
4.Kemampuan untuk menentukan tujuan yang ingin dicapai
5.Mengevaluasi hasil belajar sendiri
6.Adanya motifasi untuk belajar
7.Adanya pemahaman diri sendiri
Tiga yang pertama merupakan kondisi yang termasuk ktrampilan kognitif.Sedang keempat terakhir berhubungan dengan sikap, motivasi, nilai-nilai, dan emosi. (Biggs, J.B. Content to process. Australian Journal of Education, 1973).Bigge mengemukakan dengan jelas bahwa kesiapan untuk menghadapi perubahan tidak hanya melihatkan aspek kognitif persekolahan, tetapi juga perkembangan sosio afektif.
Agar dapat menjadi lebih jelas apa yang dimaksud dengan aktifitas kelas dalam rangka pendidikan seumur hidup perlu adanya analisis kurikulum atas tiga dimensi.
Pertama, daerah aktivitas kelas, yang meliputi :
1.Metode dan alat belajar mengajar,
2.Aktivitas guru,
3.Aktivitas murid,
4.Evaluasi.
Dimensi kedua adalah domain psikhologis.
Dimensi kedua ini meliputi tiga fungsi psikhologis, yaitu : 1. Fungsi kognitif, 2. Sistem motivasi, 3. Variabel sosialaktif. Dimensi ketiga adalah konsep tentang pendidikan seumur hidup.Karena implikasi teoritis daripada pendidikan seumur hidup berpusat pada intregasi vertical dan intregasi horizontal.
Suatu tujuan daripada pendidikan seumur hidup akan dikhususkan dengan menetapkan daerah aktiifitas kelas (misalnya metode dan bahan belajar-mengajar, kegiatan guru, kegiatan murid atau evaluasi), dengan mengkhususkan domain psikhologis (misalnya fungsi kognitif, struktur motivasi, atau faktor  sosiote-afaktif), dan terakhir dengan mengkhususkan aspek khas pendidikan seumur hidup (misalnya intregrasi vertical dan intregasi horizontal).
Pengkhususan tujuan kurikuliner ini akan dilukiskan dalam tabel-tabel berikut:
Tabel 1
Tujuan kelas dalam bidang Metode dan bahan Belajar Mengajar *)
Domain Psikologis
Ciri-ciri Pendidikan Seumur Hidup
Integrasi Horisontal
Integrasi Vertikal
(1)
(2)
(3)
Kognisi
·         Pengetahuan diajarkan sebagai alat untuk memecahkan masalah-masalah dalam kehidupan
·         Semua Pengetahuan berkaitan satu dengan yang lain
·         Pengetahuan dapat diperoleh di luar sekolah
·         Contoh-contoh hendaknya diambil dari kehidupan
·         Proyek dan latihan hendaknya didasarkan pada kehidupan sebenarnya
·         Ditekankan pada kesatuan belajar selama hidup
·         Informasi diberikan sesuai dengan umur anak
·         Pengetahuan sekarang merupakan dasar untuk pengetahuan dimasa datang
·         Pengetahuan sekarang dipandang sebagai hasil dimasa lampau

Motivasi
·         Belajar dipandang sebagai tujuan yang diinginkan
·         Diperkuat usaha belajar sendiri
·         Aspirasi kehidupan dihubungkan dengan peranan sekolah
·         Diusahakan keinginan untuk menggunakan tehnik-tehnik yang diperoleh di sekolah di dalam kehidupan dan sebaliknya
·         Harapan akan sukses meningkatkan motivasi
·         Harapan akan kegunaan materi pelajaran memperkuat belajar
·         Diperkuat keinginan untuk belajar lebih lanjut
·         Penghargaan akan keberhasilan dimasa datang mendorong motivasi belajar selanjutnya
·         Prospek perubahan meningkatkan motivasi
·         Alat yang dihasilkan lampau digunakan untuk memotivasi belajar baru
·         Metode dan bahan belajar memotivasi belajar lebih lanjut

Afek
·         Pengetahuan merupakan alat untuk mengatasi persoalan hidup
·         Pengetahuan merupakan alat untuk memecahkan problem kehidupan
·         Diri sendiri hendaknya dipandang sebagai bagian dari belajar
·         Sekolah hendaknya dipandang sebagai salah satu sumber informasi diantara sumber yang lain
·         Ditentukan kesadaran diri sebagai pelajar seumur hidup
·         Murid memutuskan sendiri kegiatan belajar selanjutnya
·         Belajar merupakan persiapan untuk masa datang
·         Belajar merupakan alat yang digunakan terus menerus
·         Perubahan hendaknya dipandang sebagai suatu yang menarik dan menantang
·         Diperkuat keyakinan diri dapat menghadapi masa depan dengan baik

Tabel 2
Tujuan kelas dalam bidang Akitivitas Siswa *)
Domain psikhologis

Ciri-ciri pendidikan seumur hidup
         Integrasi horisontal
Integrasi vertikal
(1)
(2)
(3)
Kognisi
·         Siswa menerapkan pengetahuan dari disiplin ilmu yang satu ke yang lain
·         Siswa menerapkan metode disiplin ilmu yang satu ke yang lain
·         Siswa kenal akan taktik suatu disiplin ilmu dan mengetahui dasar umumnya
·         Siswa menerapkan ketrampilan yang diperoleh di sekolah untuk masalah-masalah luar sekolah
·         Siswa memperkenalkan contoh dan bahan-bahan dari luar sekolah
·         Siswa kenal akan berbagai sumber belajar
·         Siswa menggunakan belajar sebelumnya sebagai basis belajar yang sekarang
·         Siswa mengetahui belajar sekarang sebagai basis belajar di masa datang
·         Siswa menganalisisa hubungan belajar yang lalu dengan problem yang dihadapi sekarang
·         Siswa bertindak sebagai sumber informasi bagi anak lebih muda dan mencari informasi dari yang lain
·         Siswa merencanakan belajar untuk masa datang
Motivasi
·         Siswa berusaha untuk selalu belajar hal-hal baru
·         Pengalaman siswa dalam memberikan kepuasan dan kesenangan
·         Siswa memperlihatkan keinginan untuk menetapkan pengetahuannya dalam kehidupan luar sekolah
·         Siswa mencari masalah secara inovatif dan menggunakan berbagai disdiplin ilmu
·         Siswa memperlihatkan kemauan untuk berperan sebagai pemimpin,sebagai “tutor” bagi teman-temannya dan cologennya
·         Siswa berusaha belajar bila dihadapan pada problim baru yang tidak dapat dipecahkan dengan pengetahuan yang telah dimilikinya
·         Siswa merasa puas bila masalah lama dapat dipecahkan dengan belajar yang sekarang
·         Siswa berusaha secara aktif mendapatkan kesempatan belajar terus

Afek
·         Siswa memperlakukan belajar sebagai alat untuk memecahkan masalah
·         Siswa memandang sekolah sebagai bagian dari jaringan belajar
·         Siswa memandangi dirinya sebagian dari jaringan belajar
·         Siswa memandang pengetahuan sebagai suatu kesatuan
·         Siswa memandang dirinya sebagai pemimpin,sebagai inovator dan juga sebagai pengikut 
·         Siswa menunjukkan pengertian bahwa belajar merupakan alat untuk perkembangan diri dimasa datang
·         Siswa mengetahui kurang memadainya pengetahuannya sekarang untuk memecahkan problim-problim yang dihadapinya dimasa datang
·         Siswa mengetahui bahwa ia mampu untuk menghadapi peranan sosial yang berubah
·         Siswa merencanakan belajar untuk masa datang
           
Tabel 3
Tujuan kelas dalam bidang Evaluasi *)
Domain psikologis
Ciri-ciri pendidikan seumur hidup
Integrasi horisontal
Integrasi vertikal
(1)
(2)
(3)
Kognisi
·         Kridit positif diberikan terhadap pengenalan hubungan antar pengetahuan
·         Evaluasi terutama ditekankan pada aplikasi pengetahuan untuk memecahkan problem
·         Fungsi evaluasi memberikan informasi atau balikan mengenai kekurangan efisiensian pengetahuan,dan bukan untuk menyaring siswa
·         Kridit diberikan kepada kegiatan-kegiatan luar sekolah
·         Evaluasi mendiagnosis ketidak efisiesian hasil kerja masa lalu dan mencangkup tindakan remidi
·         Evaluasi menunjukkan memadainya belajar sekarang sebagai basis belajar dimasa datang
·         Evaluasi menyiapkan untuk loncatan terhadap belajar yang baru,penilaian kembali,dan sebagainya,dan bukan merupakan tujuan evaluasi mandiri
·         Evaluasi merupakan basis untuk perencanaan belajar yang akan datang
Motivasi
·         Evaluasi menghargai penerapan ketrampilan sekolah didalam kehidupan
·         Evaluasi mengahargai penerapan ketrampilan luar sekolah di dalam sekolah
·         Prosedur evaluasi digunakan untuk memperkuat penilaian diri sendiri
·         Evaluasi digunakan untuk memotivasi belajar yang baru
·         Evaluasi membantu memperkuat aspirasi yang realistis
·         Evaluasi mendorong keinginan untuk belajar dimasa datang
·         Evaluasi membentuk pengharapan yang masuk akal terhadap masa yang akan datang
·         Evaluasi menciptakan harapan sukses di masa datang
·         Evaluasi membawa kearah pencapaian tujuan
Afek
·         Evaluasi menitik beratkan pada kejelasan pengertian mengenai diri sendiri dan kemampuan sendiri
·         Evaluasi akan memperkuat citra kemampuan diri di dalam berbagai bidang
·         Evaluasi memberikan bimbingan mengenai hubungan antara siswa dengan kehidupan
·         Evaluasi dapat mengintegrasikan informasi dari luar sekolah
·         Evaluasi mengintegrasikan orang-orang di luar sekolah(misalnya orang tua murid)
·         Evaluasi memberikan gambaran yang reasonable bagaimana perkembangan diri sendiri di masa datang
·         Evaluasi memberikan keyakinan pada diri siswa mengenai kemampuannya untuk mengatasi persoalan dimasa datang
·         Evaluasi membentuk citra diri sebagai pribadi yang mampu belajar terus



Pemanfaatan Sumber-sumber Belajar
Seperti telah dikemukakan sebelumnya, bahwa pandangan pokok dalam pendidikan seumur hidup ialah karena pendidikan berlangsung di dalam dan di luar sekolah.Pendidikan seumur hidup berarti perkembangan, perubahan dan belajar terjadi sepanjang hayat, tidak hanya terjadi selama beberapa tahun persekolahan formal.Salah satu cirri pendidikan seumur hidup adalah menekankan pada integrasi hoorisontal, yakni belajar disekolah hendaknya dikoordinasikan dengan komponen di dalam masyarakat tempat anak memperoleh pengalaman belajar, seperti misalnya keluarga, perkumpulan pemuda, tempat kerja, pergaulan dengan teman sebaya, dan sebagainya.
Selanjutnya dalam pendidikan seumur hidup, sekolah perlu menanamkan motivasi pada siswa agar selalu merasa butuh untuk belajar lebih lanjut.Bahwa keterbatasan memperoleh pengetahuan di luar sekolah terletak pada kurangnya motivasi pada anak. Latar belakang pendidikan seumur hidup anak-anak hendaknya mempunyai kemampuan yang memadai, kenal akan berbagai ilmu pengetahuan dan keterampilan.
Mereka bukan saja tahu fakta-fakta, tetappi harus kenal dengan struktur pengetahuan.Mereka harus terampil menyesuaikan alat-alat belajar dan struktur pengetahuan kedalam tugas yang baru.Mereka harus sadar mengenai hubungan antara ketrampilan kognitif dengan kehidupan nyata.
Disamping itu, sekolah hendaknya mendidik siswa dengan berbagai setting belajar, misalnya belajar secara perorangan, belajar kelompok, dan sebagainya.Sekolah hendaknya mengajarkan ketrampilan dasar belajar dengan baik seperti ketrampilan membaca, mengamati dan mendengarkan, dan mampu memahami komunikasi non-verbal. Yang semuanya itu akan sangat berguna bagi siswa untuk belajar lebih lanjut apabila ia telah keluar dari sekolah.
Sekolah juga harus mengajarkan ketrampilan dasar intelektual, seperti mengadakan penalaran, berpikir kritis, dan menafsirkan data. Mengajar siswa agar terampil menggunakan bermacam-macam alat belajar, seperti media cetak, media massa, dan berbagai instructional materials yang lain.
Dalam rangka inilah sekolah seharusnya membiasakan anak menggunakan berbagai sumber belajar, baik yang berada di dalam maupun di luar sekolah, sehingga mereka mampu belajar sepanjang hayat dengan memanfaatkan sumber-sumber belajar yang banyak dijumpai dalam kehidupan. Yang dimaksud dengan sumber belajar adalah segala sumber yang dapat digunakan oleh siswa baik secara sendiri maupun secara bersama-sama, biasanya di dalam suatu cara yang informal akan membantu belajar.
Ada dua macam sumber belajar, yaitu :
a.       Sumber belajar yang memang dikembangkan dan disiapkan untuk membantu belajar, yang merupakan komponen system instruksional, yang disebut “rescurees by design”, dan
b.      Sumber belajar yang tidak direncanakan secara khusus untuk pengajaran, tetapi dapat digunakan untuk belajar, yang disebut “rescurees by utilization”.
Sumber-sumber itu meliputi :
1.   Massage (pesan), informasi yang disampaikan melalui komponen lain berupa ide, fakta-fakta,            pengertian, data, misalnya bahan pelajaran tentang sejarah Yunani, Sistem Parlemen dalam suatu Negara, tata bahasa dan sebagainya.
2.   Manusia, yakni manusia yang bertindak sebagai pembawa/penyampai pesan misalnya guru, siswa, aktor, dokter, dan sebagainya.
3. Material, Bahan, media atau “software” yang biasanya menyimpan pesan yang ditampilkan dengan menggunakan alat (hardware) atau dapat menampilkan dirinya sendiri, misalnya tranparansi OHP, slide, film, film strip, buku, jurnal, dan sebagainya.
4. Alat (device), yang sering disebut “hardware”, yang digunakan untuk menampilkan pesan yang terdapat pada bahan (materials), misalnya proyektor film strip, proyektor film, OHP, alat perlengkapan televisi, tape recorder (audio/video), dan sebagainya.
 Teknik, cara-cara yang biasa dilakukan dalam belajar mengajar atau penggunaan alat-alat, bahan, setting dan orang untuk menyampaikan pesan, misalnya pengajaran berprogram, simulasi permainan, metode penemuan, karyawisata.











BAB VIII
BERFUNGSINYA KOGNITIF DAN USIA
gaya berfungsinya intelektual
“istilah kognitif atau proses kognitif seringkali sukar di lihat sampai di mana batas akhir konsep intelegensi dan dimana mulainya batas kognitif “
Kapan adanya batas akhir intelegensi? Dan jika ada akhir berarti ada awal,dan kapan adanya awal intelegensi?
Menurut kelompok kami, awal intelegensi manusia itu ketika kita masih di dalam kandungan,karena saat kita berada di dalam kandungan pun kita sudah banyak belajar,dan ALLAH swt pun telah  memberikan kita akal fikiran ketika kita masih berada di dalam kandungan, sedangkan batas akhir intelegensi manusia itu berarti ketika kita meninggal dunia,karena di saat itulah kita di berhentikan untuk mengurusi segala hal keduniaan.
Model berfungsinya kejiwaan manusia yaitu ada proses aktif atau interaktif , dan pengertian apa yang sedang berlangsung di sekitar orang sebagaian tergantung dengan pengalaman dulu yang berkaitan dengan dunianya.
Proses aktif atau interaktif yang di maksud adalah ketika kita berinteraksi padahal saat kita tidak berinteraksipun kejiwaan itu telah berfungsi,mengapa di buku di katakana demikian?
Kejiwaan manusia tidak dapat di tentukan dan menurut kelompok kami tidak dapat di analisis karena konsep kejiwaan manusia itu berbeda-beda dan tidak linier,jadi tidak semua orang kejiwaannya berfungsi ketika di sekita orang atau melalui pengalaman dulu yang berkaitan dengan dunianya,bisa saja kejiwaan manusia berfungsi melalui orang lain dengan cara melihat atau mengerti posisi orang yang ada di sekitarnya,dan tidak di sekitar orang saja tetapi di sekitar lingkungannya.
Perbedaaan kemampuan
“Vernon (1950) menyimpulkan bahwa perbedaan kemampuan tidak inheren dalam proses, tetapi sangat tergantung pada jenis-jenis stimulasi lingkungan yang di terima oleh seorang anak”
Menurut kelompok kami,stimulasi seorang anak itu dapat di rubah dengan adanya pengarahan dari kedua orang tua atau pembimbing mereka,lingkungan memang sangat berpengaruh tetapi lingkungan tidak dapat di cerna dengan utuh jika kedua orang tua mereka mampu member pengarahan-pengarahan secara sehat agar anak bisa berfikir lebih realistis dan tidak hanya mendunia.
Perbedaan kemampuan seseorang dapat dilihat dari lingkungannya memang benar,tetapi perlu juga adanya arahan-arahan dari pendidikan informal ataupun non formal.

CORAK BERFUNGSINYA KOGNITIF
Corak – corak kognitif
Variasi corak yang bermacam-macam sangat mungkin sekali terjadi,walaupun di buku ini fungsi kognitif dideskripsikan sepenuhnya dengan tiga dimensi; importing versus skeletonizing, leveling versus sharpening, dan focusing versus scanning.
Kenyataannya, leteratur lain mengidentifikasikan dimensi lebih banyak daripada yang di bahas dalam buku ini, karena yang di maksud dalam pembahasan ini hanya semata-mata untuk memperkenalkan kepada pembaca adanya banyak konsep corak berfungsinya kognitif. Dalam pembahasan ini dikemukakan coding terhadap bahan seperti scanning, leveling dan skeletonizing.

Corak kognitif dan guru
Corak kognitif sangat berpengaruh terhadap seorang guru,karena jika guru tersebut memiliki corak kognitif yang salah, anak pun tidaka dapat menerima karena konsep manusia it berbeda-beda,dapat kita lihat melalui intelektual, emosi , dan spiritual. Jadi cara guru untuk menangani anak pun berbeda-beda.

JALUR PERTUMBUHAN KOGNITIF

Telah dibicarakan bahwa perkembangan kognitif berbeda dari orang ke orang, dan hal itu, dimodifikasi oleh pengalaman.Lebih dari itu seluruh proses perkembangan kognitif berinteraksi tinggi sekali. Dan sistem informasi sebagian besar sebagai hasil pengalaman.dan sistem itu akan memodifikasi pertumbuhan kognitif itu sendiri.ini berarti bahwa pengalaman pertumbuhan kognitif masa lalu,sekarang,dan yang akan datang seluruhnya berinteraksi erat sekali,baik sebagai hasil maupun jugan sebagai penentu untuk bagian yang lainnya. Salah satu cara anak agar proses belajar mereka memperoleh pengetahuan adalah melalui kegiatan bermain sambil belajar.Dengan bermain dan belajar, seorang anak dapat memperoleh kesempatan untuk mempelajari berbagai hal baru.Bemain dan belajar bagi mereka juga merupakan sarana dalam mengembangkan berbagai ketrampilan sosialnya.Kegiatan bermain dan belajar akan mengembangkan otot dan melatih gerakan motorik mereka di dalam menyalurkan energi mereka yang berlebih. Dengan demikian seorang anak akan menemukan bahwa merancang suatu hal baru dan berbeda dapat menimbulkan kepuasan dan pada akhirnya anak akan menjadi lebih kreatif dan inovatif.
Meskipun para penulis membedakan sifat kemampuan yang menyebabkan lingkungan dapat dimengerti,terdapat kesepakatan umum bahwa hal itu berkembang sebagai  hasil dari pengalaman.Seperti James(1980) mengatakan, dunia luar bagi bayi yang baru lahir pasti “mekar berdungung dan membigungkan” tetapi sebagai hasil pertumbuhan kognitif ia memperhatikan keteraturan yang berualng-ulang, semua merupakan koleksi peristiwa yang tidak berhubungan dan akhirnya tercipta kerangka stabil untuk mengolah pengalamannya.Seseorang berusaha umpamanya untuk mengenali bahwa peristiwa-peristiwa itu berpola dan terorganisir bahwa beberapa peristiwa kurang lebih sama dengan yang lain,dan kejadian beberapa peristiwa  tertentu menjadi tanda untuk kemungkinan terjadinya peristiwa  yang lain.dengan demikian pertumbuhan kognitif meliputi perkembangan kemampuan mengadakan beberapa macam aturan pengalaman,dan dengan melakukan itu ia dapat memberikan arti terhadap pengalamannya.sejumlah penulis telah mendiskripsikan jalur pertumbuhan ini dalam berbagai cara,tiga konsep utama akan dideskripsikan dalam pembahasan berikut ini:
Jean Piaget dan perkembangan intelegensi
            Jean Piaget (lahir di NeuchâtelSwiss9 Agustus 1896 – meninggal 16 September 1980 pada umur 84 tahun) adalah seorang filsuf,ilmuwan, dan psikolog perkembangan Swiss, yang terkenal karena hasil penelitiannya tentang anak-anak dan teori perkembangan kognitifnya.
Mungkin diantara para penulis yang paling terkenal dalam bidang perkembangan kognitif adalah piaget. Meskipun pembahasan mendetail ilmu jiwa perkembangan di luar ruang lingkup bab ini,tetapi sangat berguna untuk mensketsakan unsur-unsur pokok.menurut Pieget pada dasarnya terdapat empat tahap umum pertumbuhan kognitif,rentangnya dari jenis fungsi yang paling awal yang tampak pada bayi kecil sampai pada karakteristik orang dewasa matang.
            Dalam tahap pertama yang disebutnya dengan istilah periode sensor motorik (philips,1969),Piaget menekankan fakta bahwa anak kecil terikat dengan peristiwa-peristiwa langsung dan konkrit yang menyentuh alat sensor mereka, dan responnya terbatas pada reaksi motorik terhadap input yang menyentuk sensor mereka.Bayi yang terbaik dalam tahap ini dapat mengembangkan kemampuan untuk memancarkan respon yang lebih dahulu terhadap peristiwa-peristiwa konkrit secara singkat sebelum melakukannya secara sungguh-sungguh.
            Dalam tahap ke dua, tahap pra-operasional(philips,1969),obyek-obyek dilihat sebagai peristiwan yang betul-betul ada ketika obyek-obyek itu menyentuh sistem sensor mereka.antisipasi dan harapan melampaui sesuatu yang konkrit sekarang,dan konsep sebab dan akibat muncul meskipun permulaan bentuknya sangat tidak sempurna, dan terakhir dalam tahap ini,bahasa muncul sebagai prinsip baru untuk menetapkan urutan dan struktur lingkungan. Dalam tahap ketiga, tahap operasi konkrit, individu mulai dapt melakukan “operasi:terhadap lingkungannya. Anak-anak mengembangkan kemampuan untuk menguraikan sebab dan akibat,untuk membuat hipotesa yang mungkin terjadi akibat perbuatan-perbuatan tertentu,untuk memahami suatu organisasi peristiwa yang memberikan sumbangan terhadap pertalian dunia luar san mengkoordinasikan tingkah laku sesuai dengan pengertian mereka.bagamanapun juga wawsan terhadap fakta dunia disekitar mereka masih diambil dari pengalaman konkrit dan personal yang dmiliki oleh mereka sendiri dan dinyatakan pada pokoknya dalam istilah sebab dan akibat konkrit kehidupan nyata,karean itu disebut operasi “konkrit”
            Tahap terakhir perkembangan kognitif adalah operasi formal.Dalam tahap ini, prinsip-prinsip abstrak yang berasal dari fakta muncul dan dipahami. Ini berarti bahwa peristiwa dapat ditekankan tanpa memerlukan sesuatu yang sesungguhnya terjadi, dan tingkah laku dpat dibiasakan dengan kemungkinan teroris yang barang kali tidak pernah terjadi. Seseorang malakukan operasi formal kenyataannya dapat mendiskusikan dunia dengan istilah abstrak dan generalisasi simbolis.Pada tahap ini orang-orang dapat belajar tanpa mengalami langsung dan dapat merespon terhadap dalil-dalil abstrak. Hasil umum perkembangan ini individu tidak lagi tergantung pada lingkungan sensor langsung terhadap isyarat-isyarat konkrit dan individu dapat bertingkah laku stabil dan konsisten melampaui peristiwa-peristiwasensor langsung dan relatif tidak stabil.
Menurut  Piaget, urutan keempat tahap ini tidak bervariasi.Mekanisme dasar memungkinkan pertumbuhan terjadi berganda, meliputi kapasitas untuk menghubungkan pengalaman baru dengan struktur kognitif yang sudah ada pada segi lain (asimilasi),dan kapasitas adaptasi struktur yang ada dengan input lingkungan yang tidak sama disegi lain (akomodasi). Tahap-tahap ini tidak mempunyai ciri tersendiri secara ketat, tetapi saling tumpang-tindih. Dan karakteristik berfungsinya kognitif yang bersal dari tahap yang mendahuluinya. Kenyataannya kognitif pada orang tertentu mungkin sekali terdiri dari tahap-tahap yang bercampur sesuai dengan seberapa banyak tahap tertinggi telah dikuasai.Pieget melihat proses tersebut pada dasarnya sebagai sifat-sifat biologis,dan membuat proses itu sedikit berbeda, mungkin dapat ditentukan tingkat usia kira-kira, didalamnya terdapat beberapa tahap yanag bergabung yang menjadi satu. Disamping itu tidak semua orang sampai ketahap operasi formal walaupun dari segi umur sudah melampaui,,dan banyak orang yang befikir operasi formalnya sering kali rusak umpamanya dibawah tekanan atatu ketegangan emosioanal.Jadi ilmu jiwa perkembangan pieget memungkinkan adanya variasi perbedaan interpersonalfungsi kognitif sesuai dengan pola khusus interaksi antara individu-individu yang berbeda dan lingkungan mereka. Disamping itu, meskipun tampaknya lebih banyak orientasi biologis pada formulasi piaget, namun dia tidak melupakan peranan pendidikan. Dengan pengertian bahwa tingakt perbedaan  perkembangan kognitif dan tingkat perbedaan kemampuan untuk mempertahankan berfungsinya kognitif pada tingkat tinggi umpamanya dibawah kondisi-kondisi yang menekan,akan menampakan hasil yang diproleh dari pola pengalaman yang berbeda.
 Menurut penelitian  J. Piaget, perkembangan intelektual anak dapat dibagi menjadi tiga taraf.
1.      Fase pra-operasional, sampai usia 5-6 tahun, masa pra sekolah, jadi tidak berkenaan dengan anak sekolah. Pada taraf ini ia belum dapat mengadakan perbedaan yang tegas antara perasaan dan motif pribadinya dengan realitas dunia luar. Karena itu ia belum dapat memahami dasar matematikan dan fisika yang fundamental, bahwa suatu jumlah tidak berunah bila bentuknya berubah. Pada taraf ini kemungkinan untuk menyampaikan konsep-konsep tertentu kepada anak sangat terbatas.
2.       Fase operasi kongkrit, pada taraf ke-2 ini operasi itu “internalized”, artinya dalam menghadapi suatu masalah ia tidak perlu memecahkannya dengan percobaan dan perbuatan yang nyata; ia telah dapat melakukannya dalam pikirannya. Namun pada taraf operai kongkrit ini ia hanya dapat memecahkan masalah yang langsung dihadapinya secara nyata. Ia belum mampu memecahkan masalah yang tidak dihadapinya secara nyata atau kongkrit atau yang belum pernah dialami sebelumnya.
3.       Fase operasi formal, pada taraf ini anak itu telah sanggup beroperasi berdasarkan kemungkinan hipotesis dan tidak lagi dibatasi oleh apa yang berlangsung dihadapinya sebelumnya.

Lev Vygotsky menekankan peranan bahasa
            Lev Vygotsky (1896-1934) adalah seorang filosof Rusia yang idenya mempunyai peran penting dalam memahami budaya, interaksi sosial dan peranan bahasa dalam perkembangan kognitif. Teori Vygotsky mendapat perhatian yang makin besar ketika memasuki akhir abad ke-20. Ia dipengaruhi oleh Pavlov dan beranggapan bahwa perkembangan secara langsung dipengaruhi oleh perkembangan sosial. Istilah yang sering digunakan adalah : dampak sosial, scaffolding, and zone of proximal development.Piaget mendiskusikan bahasa sebagai elemen pokok dalam berfikir operasi formal,dan menunjukan munculnya bahasa sebagai step penting dalam perkembangan kognitif. Sedangkan interelasi pemikiran dan bahasa secara lebih eksplisit dinyatakan oleh Vygotsky pada tahun 1962. Vygotsky mengikuti konsep yang telah dikembangkan lebih jauh oleh Luria pada tahun 1961, dan dia mengemukakan bahwa perkembangan intelegensi dan bahas akesuanya mempunyai kaitan mata rantai yang sangat erat sekali. Pengaruh percakapan terhadap intelegensi dalam sekali,dan percakapan memungkinkan perkembangan intensif proses kognitif yang dapat dilihat pada manusia. Meskipun menurut Vygotsky bahasa dan pikiran memiliki akar yang terpisah dan akarnya independen.Dalam bentuknya yang paling awal, bahasa adalah umum seperti menangis,seruan,mendengkur,dan yang sejenisnya.dan untuk melayani emosi dan fungsi sosial yang belum sempurna.Dalam hal ini terdapat “membahasakan pemikiran” disamping juga “memikirkan bahasa” seperti yang tampak dalam ,katakanlah penggnaan yang belum sempurna alat-alat sederhana oleh binatang untuk memecahkan problem.(keranya kohler sebagai contoh)
            Ketika bahasa sudah diinternalisasi, ketika bahasa lebih banyak berfungsi sebagai alat proses internal dari pada pelayanan emosional seperti teriakan kemarahan, atau tanda sosial seperti nyanyian seorang bayi yang memberitahukan kesenangan, maka pada waktu itu berfikir sebenarnya telah terjadi.proses itu sangat unik pada manusia, dan memungkinkan basis baru untuk berhubungan dengan dunia luar yang tidak mungkin tanpa menggunakan beberapa sistem signal abstrak kompleks. Vygotsky  menunjukkan bahwa bahasa saja tidak secara ketat untuk berfikir dengan sebenarnya, tetapi diperlukan beberapa sistem signal yang simbolis yang sama konpleksnya dan fleksibelitasnya. Bahasa ada yang paling bagus dalam sistem ini.
            Tahap pertama pertumbuhan kognitif dideskripsikan oleh Vygotsky adalah berfikir penyatuan (syncreticthinking). Jenis berfikir ini adalah pra bahasa, pra logika, konkrit dan labil. Kebenaran hubungan diantara beberapa peristiwa tidak diperhatikan dan peristiwa-peritiwa yang terjadi serempak secara khusus dan temporamen dipikirkan secara bersama-sama. Berfikirnya manusia dan infra manusia dalam tahap ini memiliki banyak kesamaan. Tingkat kedua perkembangan kognitif meliputi apa yang disebut Vygotsky berfikir lewat (complexivethinking). Berfikir jenis ini memerlukan penggunaan bahasa sebagai representasi yang menyediakan nama-nama untuk peristiwa-peristiwa konkrit yang terjadi di lingkungan luar dengan dirasakan adanya hubungan diantara beberapa pengalaman, berarti individu mulai memasukan basis “benar”. Dan individu tidak terlalu lama dibatasi untuk menyatukan peristiwa-peristiwa yang tterjadi berdekatan antara stu dengan yang lainnya, baik dalam waktu atau lingkungan fisiknya.Bagaimanapun juga hubungan diantara beberapa peristiwa masih didominir oleh sifat-sifat konkrit atau oleh hubungan, yang secara bahasa memungkinkan untuk tidak diartikan dengan logika yang ketat dan terlibatnya kesalahan prinsip yang esensial. Umpamanya, orang yang berfikir kolplek akan mengatakan bahwa payung dan permen karet adalah serupa. Sebab jika hari hujan, orang dapat memilih pergi keluar dengan payung atau tinggal di rumah dengan permen karet.
            Ketika bahasa dan pikiran digabungkan menjadi satu,maka jenis baru pemikiran muncul, yaitu pikiran verbal (verbal though). Pada waktu ini proses kognitif terbentuk,yaitu sejak orang-orang dapat berfikir verbal,dan cara baru berinteraksi dengan dunia luar terwujud. Orang yang berfikir verbal dapat bespekulasi akan menjadi apa dunia jika kondisi-kondisi muncul dalam kenyataan,meskipun kondisi-kondisi itu belum pernah dikenal ssebelumnya, sehingga mereka dapat menemukan dan mengembangkan hal-hal baru. Merela juga dapat belajar benda-benda yang tidak pernah dialami sendiri dengan belajar verbalisasi yang dibuat oelh orang lain. Sedangkan anak-anak awal yang sangat muda, mereka hanya mampu memikirkan benda konkrit yang ada dilingkungan mereka sekarang.
            Alat yang memungkinkan orang dewasa dan agen-agen pendidikan dalam masyarakat secara berurutan mentransmisi pengetahuan secara abstrak adalah bahasa. Orang-orang yang mengajar anak mengatakan apa mengikutinapa, dan cara bertingkah laku kaya apakah yang paling selamat dalam peristiwa seperti itu, dan sebagainya. Desebabkan keabstrakannya, bahasa dapat menghubungkan peristiwa-peristiwa yang terpisah jauh dalam segi waktu maupun dalam ruang lingkup fisiknya,dan memungkinkannya berfikir generalisasi tentang kelas-kelas peristiwa. Umpanya dal memberi nama satu botol sepucuk senjata, berarti membentuk arti terhadap obyek dan menyetel seluruh kelas informasitentang itu. Melalui bahasa, agen-agen pendidikan memperbaiki lingkungan anak-anak,menyediakan pengetahuan yang lebih jauh dari mereka kemungkinan mereka dapat memperolehnya berdasarkan kehidupan pengalaman aktual, dan meyediakan pola atau model yang siap pakai, dalam peristilahan yang digunakan untuk menginterpretasi dan memahami dunia luar.
            Studi para sarjana dan pengalaman umum menujukan bahwa, meskipun kerangka interpretasi itu berada antara satu orang dengan yang lainnya dalam masyarakat tertentu, kerangka itu secara memadai diseragamkan dalam masyarakat untuk memungkinkannya mendeskripsikan stereotype nasional atau kepribadian nasional (MeDavid dan Harari,1968) melalui proses sosialisasi, orang-orang diajari secara relatif seperangkat kepercayaan yang berstandar tentang sifat-sifat dunia. Dalam pembahasan ini titik berat perhatian ditunjukan pada fenomena pendidikan dalam rangka membentuk weltanschauung anak-anak. Fenomena ini menekankan kapasitas massyarakat dan agen-agen pendidikannya(keluarga,kelompok persahabatan,sekolah,dsb) untuk memodifikasi pemikiran orang-orang tentang bagaimana dunia distruktur dan siapa dan apa mereka sendiri sebenarnya, tingkah laku apa yang tidak cocok dan apa yang tidak tepat dan sebagainya,tanpa aturan dan tanpa dites, dengan tes empiris tentang pengalaman sesungguhnya. Perkembangan kognitif pada tingkat manusia memiliki pretasi yang besar untuk kecocokan dan stereotype.

Jerome S.Bruner dan pembentukan realitas seseorang
            Bruner yang memiliki nama lengkap Jerome S.Bruner seorang ahli psikologi (1915) dari Universitas Harvard, Amerika Serikat, telah mempelopori aliran psikologi kognitif yang memberi dorongan  agar pendidikan memberikan perhatian pada pentingnya pengembangan berfikir.Konsep kunci perkembangan kognitif Bruner (1957,1964) adalah “coding” dan “representasi”. Proses representasi melalui peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam dunia luar digambarkan dalam diri pengamat, proses melalui peristiwa-peristiwa kehidupan nyata decerminkan atau digambarka “ dalam kulit” sebagaimana adanya. Jika fluktuasi sementara dan sedikit ketidakkonsistenan peeristiwa terlalu komplek dan tidak stabil untuk direkam dan direspon secara terpisah sebagai peristiwa yang berbeda-beda,maka kognitif harus melibatkan proses seleksi keberaturan pengalaman yang berualng-ulang dan pengelompokan potongan informasi yang merupakan untuk seluruh maksud praktis, peristiwa yang sama atau kelas peristiwa yang sama, yang berbeda hanya detail-detail insidental,waktu dan tempat.Apa yang terjadi menurut Brunner adalah bahwa kelas-kelas kejadian yang sama ssecara fungsional diidentifikasi dan peristiwa-peristiwa baru diberi arti, serta diklarifikasikan sebagai anggota kelompok suatu kelas peristiwa. Suatu kelas dinyatakan sebagai “kategori” dan proses mengidentifikasi kategori kedalam instansi yang cocok disebut “coding”. Kemudian, Representasi adalah bahan coding stimuli lingkungan kedalam beberapa kategori. Jika coding seperti diatas tidak sesuai dan seperti yang diistilahakan oleh Brunner ,:non veridikal”,maka akibatnya representasi apa yang sedang terjadi akan berubah, dan representasi beberapa pperistiwa akan berada dari realitasnya.
            Kenyataannya, memang pertanyaan apa itu realitas merupakan suatu hal yang sukar, karena setiap orang dapat dikatakan membangun realitasnya sendiri melalui proses coding. Kunci Kode Ilmu Jiwa Brunner : individu-individu mengkonstruksi dunia dimana mereka tinggal, karna itu “arti”merupakan hasil dari coding, dan coding berdasarkan sistem kategori,sedangkan sistem kategori sebagai hasil belajar yang dimiliki setiap individu.Padahal kategori juga mungkin saja menjadi sasaran fluktuasi jangka pendek, umpamanya melalui pengalaman sekarang bersama dengan kategori istimewa yang tidak biasa diperoleh. Contoh,orang yang sedang makan siap untuk mengkode sesuatu yang terletak diatas meja sebagai makanan dan barangkali berusaha memakan seiris buah-buahan yang terbuat dari lilin. Fenomena itu berhubungan dengan apa yang disebut “separangkat” teoritis lainnya. Serupa dengan itu kekacauan emosianal yang tidak biyasanya,akan  mengakibatkan masuknya sesuatu pada kategori tertentu, sehingga orang yangs sedang marah mungkin akan salah coding terhadpa tepukan fisik dari seseorang yang datang dari belakang.Kekeliruan coding akan menggiring tingkah laku yang konsisten dengan realitas yang dibuat oelh orang yang menerima tepukan. Seseorang barang kali berbalik dan langsung menghantam orang yang menepuknya,tetapi ini sangat tidak sesuai dengan realitas orang yang menepuknya. Orang yang menepuknya membayangkan sebagai salaman persahabatan.Proses koordinasi informasi ekternal, gambaran internal tentang informasi dan akhirnya bertingkah laku, semua ini disebut “integrasi” oleh Bruner.
            Menurut Ilmu Jiwa Perkembangan Bruner terdapat 3 mode untuk menginternalisasi pengalaman yang teraturberulang-ulang. Melalui satu dari salah satu tiga mode inilah pengalaman dikode dan digambarkan. Mode-mode ini membentuk urutan sementara sepanjang jalur perkembangan kognitif. Pertama,ia mengkarakteristikan anak-anak awal mengcoding melalui gerakan motorik aktual,Bruner(1964, hal 2)menamakannya”enactive representation”.Dalam tahap  enactive representation dunia luar derekam menurut gerakan motorik yang sesuai. Umpamanya, anak-anak awal ketika ditang apa itu sisir, barangkali akan merespon dengan membuat gerakan tangan dan lengannya yang sesuai dengan gerakan yang diperlukan untuk menyisir rambut. Mereka menyimpan informasi tentang sisir dengan gerakan motorik yang diartikan sama dengan sisir.Tempat penyimpanannya berada dalam otot. Coding seperti itu memerlukan pengalaman aktual dalam memanipulasi motorik stimuli dan secara ekstrim tidak fleksibel dan sukar untuk berkomunikasi.
            Kedua,apa yang disebut Bruner (1964) “the growth of mind” and “a series of teknological advance in the use of mind”yang melibatkan penggambaran melalui bayangan internal. Bruner mengistilahkan dengan “iconic representation”. Bayangan-bayangan internal yang melahirkan hubungkan  pasti dengan apa yang sedang digambarkan, serupa dengan fotograf melahirkan hubungan satu demi satu dengan apa yang difoto. Jadi iconic encoding sudah mencerminkan kemajuan yang sangat besar enative encoding dalam segi menghilangkan ketergantungan yang ketat terhadap tindakan-tindakan fisik, konkrit dan aktual. Da juga ia sudah memiliki tingkatan tertentu keabstrakan. Walaupun demikian ia masih tergantung pada kontrak aktual dengan apa yang digambarkan,dan dicocokan dengan obyek tertentu, seperti fotograf berhubungan dengan benda yang menjadi obyek fotograf.
            Ketiga,tingkat representasi yang melengkapi dua tingkat representasi yang lebih rendah seperti yang telah disebutkan diatas, yaitu kemampuan bahasa dan konsekuensi munculnya kemampuan untuk mengkode pengalaman secara simbolis. Bahasa menjadi alat pengalaman konkrit yang memiliki kunci sifat umum, dan inter-relasi pengalaman baru yang berurutan dengan pengalaman terdahulu yang logis. Pada tahap ini perkembangan kognitif individu dilepaskan dari tirani lingkungan sensor langsung (Bruner dan Olver,1963). Pengalaman dapat didiskusikan dalam istilah abstrak dan umum, gagasan-gagasan dengan mudah dapat ditransmisikan melalui transmisi verbal dan sebagainya.
            Jelasnya, konsep sentral dalam formulasi ini adalah peranan yang diberikan oleh bahasa. Unsur-unsur kunci yang Bruner lihat dalam bahasa adalah “albitrary” dan “remote” Bruner menyatakan suatu fakta bahwa, nama-nama verbal terlepas dari obyek dan hubungan yang dinyatakannya. Ini berarti bahwa konsep secara seerentak dapat memiliki stabilitas tanpa menghiraukan fluktuasi sementara yang terjadi dalam lingkungan konkrit. Dan juga dapat memiliki stabilitas yang sangat besar karena modifikasi konsep yang dikode dalam bahasa hanya semata-mata bahan manipulasi abstrak yang dimuat ke dalam kata, dan tidak memerlukan tranformasi aktual realitas nyata. Salah satu akibat dari keadaan ini adanya kemungkinan untuk membuat spekulasi dan hipotesis.
            Harus dicatat bahwa prestasi menyandikan simbol berarti bahwa presentasi terdahulu tidak muncul. Sebaliknya, individu yang kognitifnya lebih matang mampu terus-menerus menyandikan menurut prinsip-prinsip terdahulu. Hal itu tampaknya mungkin dilakukan oleh meraka dibawah kondisi tertentu, umpamanya ketika mereka takut atau senang. Lebih jauh lagi, Ilmu Jiwa P erkembangan Bruner, tampaknya berarti bahwa seseorang dapat menjadi trampil dan menyandikan informasi ilmiah dengan menggunakan simbol, tetapi lebih cenderung menyandikan orang-orang diharapkan dapat membedakan cara menyandikan yanag mudah, biasa dan lancar, serta seseorang dilatih untuk menggambarkan pengalaman secara abstrak dan fleksibel, sedangkan yang lainnya lebih senang mengembangkan iconic atau bahkan enactive enconding.


IMPLIKASI TERHADAP PENDIDIKAN SEUMUR HIDUP

       Implikasi diartikan sebagai akibat langsung atau konsekuensi dari suatu keputusan tentang pelaksanaan pendidikan seumur hidup.
Menurut W.P Guruge dalam buku Toward Better Educational Management, implikasi pendidikan seumur hidup pada program pendidikan adalah :
1. 
Pendidikan baca tulis fungsional
Pendidikan baca tulis sangatlah penting bagi masyarakat, baik negara maju maupun negara berkembang. Realisasi baca tulis fungsional memuat :
a. Memberikan kecakapan membaca, menulis, menghitung (3M) yang fungsional bagi anak didik.
b. Menyediakan bahan-bahan bacaan yang diperlukan untuk mengembangkan lebih lanjut kecakapan yang telah dimilikinya tersebut.
2. Pendidikan vokasional
Pendidikan vokasional sebagai program pendidikan di luar sekolah bagi anak di luar batas usia sekolah atau sebagai program pendidikan formal dan non formal dalam rangka ‘apprentice ship training merupakan salah satu program dalam pendidikan seumur hidup. Namun pendidikan vokasional tidak boleh dipandang sebagai jalan pintas tetapi tetap dilaksanakan secara kontinu.
3. Pendidikan profesional
Sebagai realisasi pendidikan seumur hidup, dalam tiap profesi hendaklah tercipta built in mechanism yang memungkinkan golongan profesional terus mengikuti berbagai kemajuan dan perubahan menyangkut metodologi, perlengkapan, terminologi, dan sikap profesionalnya.
4. Pendidikan ke arah perubahan dan pembangunan
Pendidikan bagi anggota masyarakat dari berbagai golongan usia agar mereka mampu mengikuti perubahan sosial dan pembangunan juga merupakan konsekuensi penting dari asas pendidikan seumur hidup.
5. Pendidikan kewarganegaraan dan kedewasaan politik
Pendidikan kewarganegaraan dan kedewasaan politik perlu diberikan dalam pendidikan seumur hidup bagi kehidupan berbangsa dan bernegara baik menjadi rakyat maupun pimpinan.
6. Pendidikan kultural dan pengisian waktu senggang
Pendidikan kultural dan pengisian waktu senggang perlu diberikan secara konstruktif sebagai bagian konsep long life education. Dengan cara ini waktu senggang dapat dimanfaatkan berbasis budaya yang baik sehingga pendidikan seumur hidup dapat berjalan menyenangkan.

Integrasi vertikal perkembangan

              Review sekarang terhadap literature kejiwaan menunjukan bahwa pertumbuhan kognitif adalah proses yang sangat bersambungan satu sama lainnya.setiap tahap dihubungkan dengan tahap terdahulu , dan unsure yang ada pada tahap sekarang banyak berasal dari yang sbelumnya.dari segi lain , hal ini juga dihunbungkan dengan tahap yang akan dating , sedangkan tahap sekarang menyediakan basis untuk yang akan datang.pertumbuhan individu , kenyataannya diintegrasi melampaui waktu yang ada , atau disebut integrasi secara vertikal . proses pertumbuhan yang berhubungan satu denga yang lainnya mulai pada bayi termuda sampai seterusnya , dan berlangsung sumur hidup . ringksannya , belajar di pandang secara tepat sebagai tenunan terus – menerus menjangkau seluruh waktu kehidupan . lebih jauh lagi , hal itu tergantung kepada pengalaman . arti adalah sesuatu yang , untuk perluasan tertentu , dikontruksi oleh setiap orang untuk dirinya sendiri . pengertian adalah sifat dunia yang diperoleh dari pengalaman dengannya , tetapi dimodifiaksi oleh konvensi social , dan pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman tidak langsung ditranmisi melalui verbalisasi orang lain , dan sebagainya . dnegan kata lain , petumbuhan kognitif adalah kompleks , proses belajar yang berhubungan di dalamnya berlangsung seumur hidup dan dimodifikasi oleh jenis lingkungan yang dialami mulai dari kecil . analisis kejiwaan menawarkan dukungan yang sangat besar terhadap konsep dasar pendidikan seumur hidup .

Implikasi terhadap oraganisasi kelas sekolah

 Unsur kedua analisis petumbuhan kognitif adalah implikasinya terhadap cara yang paling mungkin untuk mengorganisir pendidika seumur hidup . jelasnya , orang – orang pada usia yang berbeda berinteraksi denga realitas malalui cara yang tidak sama . anak kecil seumpamanya belajar pada dasarnya melalui pengalaman konkrit , berfikir logis secara formal dan abstrak berkembang kemudian konsekuensinya , jelas bahwa bahan – bahan belajar dalam kelas , aktifitas pelajar , prosedur evaluasi dan sebagainya , seluruhnya harus mencerminkan fenomena pertumbuhan kognitif . fakta itu sudah dekenal dengan baik dan system pendidikan yang sudah ada sekarang ini .
Bagaimanapun juga , analisis sifat pertumbuhan kognitif menunjukan bahwa telepas dari fenomena yang berehubungan dengan umur orang berbeda menunjukan pola petumbuhan kognitif dan kerjasama. Beberapa orang lebih senang mentranmisikan informasi kedalam generalisasi yang luas : sedangkan orang lain mengoperasikannya lebih baik ketika ditanamkan kedalam konteks yang menopang . beberapa orang memahami detail dengan mudah , tetapi tidak dapat memperhatikan struktur umum yang mendasarinya , sedangkan orang lain memiliki kesulitan dengan detail tetapi dapat memahami garis besarnya dengan mudah . beberapa orang lebih suka informasi disajikan dalam bentuk abstrak sedangkan yang lainnya belajr lebih baik dalam situasi konkret orang yang lainnya lebih menyukai kata-kata , sedangkan dilain pihak lebih menyukai perbuatan dan sebagainya . kosekuensinya penting untuk memeberikan perhatian lebih banyak pada sifat-sifat kognitif pelajar daripada kasus yang ada sekarang ini . khususnya , suatu system yang di perlukan adlah system yang banyak menggunakan modalitas untuk mentranmisi informasi . hal itu meliputi belajar melalui pendengaran , melalui melakukan , melalui memperhatikan , melalui kehidupan nyata , melalui mengajar orang lain , dan sebagainya .
Vygotsky percaya bahwa kognitif tertinggi yang berkembang saat anak berada di sekolah yaitu saat terjadinya interaksi antara anak dan guru. Pengetahuan yang diberikan secara terpaksa akan memberikan dampak yang berharga bagi anak.Menurut Vygotsky, bantuan eksternal yang diberikan guru dapat dihilangkan apabila anak tampak telah berkembang secara konsisten.Bntuan dapat diberikan saat anak beraktivitas atau mengerjakan tugas,seperti:
1. Memotivasi atau mendapatkan minat anak yang berhubungan dengan tugas.
2. Mempermudah tugas agar anak-anak mudah mengatur dan menyelesaikannya.
3. Mmberikan beberapa arahan dengan tujuan membantu agar anak fokus dalam mencapai tujuannya.
4. Secara jelas menunjukkan perbedaan antara pekerjaan anak –anak dengan standar atau penyelesaian yang diinginkan guru.
5. Memberi contoh dengan jelas serta menetapkan harapan dari aktivitas yang ditampilkan 






















BAB IX
KETERPADUAN PERKEMBANGAN MOTIVASI
 DAN SIKAP SOSIAL


Tulisan ini mencoba mengkritisi maupun menganalisis konsep-konsep tentang psikologi perkembangan individu yang dikemukakan oleh para ahli yang nantinya diimplikasikan dalam konteks kehidupan individu.
Kerangka yang dikembangkan dalam tulisan ini adalah  melakukan telaah buku-buku yang berkaitan dengan psikologi perkembangan individu kemudian diimplikasi dalam konteks kehidupan individu.
Permasalahan manusia adalah permasalahan yang sangat aktual untuk dibahas, begitu juga permasalahan psikologi manusia, mulai dari perkembangan manusia, pertumbuhan manusia serta hal-hal lain yang bersifat psikologis sejak dulu tak henti-hentinya para pemikir dan ahli psikologi  mencoba untuk membahas  hal-hal tersebut, kondisi itu pula yang mendorong manusia untuk merumuskan  konsep-konsep psikologi yang berkembang  menjadi ilmu psikologi.
A.    Konsep-Konsep Perkembangan Sosioaffektif
Ø  Menurut Buhler bahwa karakteristik usia tua dipandang lebih banyak positifnya, kalau menurut saya itu belum tentu tergantung dari karakter masing-masing terhadap kuat tidaknya perkembangan sosioaffektif mempengaruhi pribadi tersebut. Sebagai bukti kita jumpai penyimpangan social yang dilakukan oleh orang yang berusia tua.
Ø  Dalam tahap perkembangan menurut Havinghurst usia 6-12 tahun itu sudah tidak kanak-kanak lagi karena banyak kita jumpai dalam usia tersebut sudah ada yang pacaran bahkan sampai sudah hamil dan sebagainya.
Ø  Menurut Houle dan Houle masa dewasa berisi enam tahap yaitu dengan hormat, permulaan masa dewasa, masa dewasamuda, setengah baya muda, setengah baya tua, usia tua dan pikun. Kalau menurut saya tidak usah meakai tahap cukup tua dan muda.
Ø  Dalam sub bab ini konsep-konsep perkembangan sosioaffektif dipengaruhi motivasi dan affektif memodifikasi dan juga dimodifikasi bukan yang lainnya saja tapi juga pribadi orang itu sendiri tergantung mau atau tidak, karena kalau orang itu tidak mau menerima pendapat dari orang lain bagaimana bisa orang itu menjadi berkembang.
B.     Perkembangan Sepanjang Tahap-Tahap Kehidupan
Ø  Peranan sosial menurut saya masa pertengahan asdolescen peranan orang tua sosio affektif sangat besar dampaknya: kita jumpai masyarakat primitif, daerah kumuh siswa SD sudah mencari nafkah.
Ø  Menurut Kuhlen pengabadian diri umpamanya reproduksi seks dan cara lainnya agar dirinya tidak mati, kalau menurut saya hal itu tidak benar karena manusia mati itu sudah di rencanakan Allah.
Ø  Orang-orang yang berumur 50 tahun atau lebih harus bertahan sebagai penganggur, menurut saya hal ini harus dipertimbangkan lagi karena diindonesia ini banyak sekali orang yang berumur 50 tahun harus bekerja seharian agar mendapat upah untuk keperluan hidupnya sendiri.
C.     Faktor-Faktor Perkembangan Sosioaffektif
Ø  Seorang anak belum tentu menyerupai orang tuanya, dikalangan ini banyak kita jumpai seorang anak yang sukses tapi orang tuanya seorang nelayan, ayahnya loper koran anaknya menjadi wartawan, sedangkan orang tuanya sukses tapi anaknya menjadi rusak karena orangtuanya terpisah.
Ø  Peranan keluarga dalam memfungsikan sosioaffektif, sikap terhadap sekolah, belajar dan masyarakat. untuk itu, terdapat serangkaian studi tentang prestasi sekolah yang berbeda-beda.
Ø  Pekerjaan adalah aspek utama kehidupan ekonomi yang berinteraksi dengan sekolah saja tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan masing-masing.
Ø  Pekerjaan pendidikan cenderung menghambat belajar seumur hidup, kalau menurut saya itu kurang setuju karena banyak sekali orang yang membutuhkan pekerjaan mereka sadar bahwa tanpa bekerja mereka tidak bisa meneruskan sekolahnya.
Ø  Dari permulaan, anak-anak dilatih cara bermasyarakat saja tetapi juga dilatih cara menjadi anak yang berbakti kepada orangtuanya dan menjadi anak yang bisa membanggakan kedua orang tuanya.
D.    Persekolahan dan Perkembangan Sosio Affektif
Ø  Keluarga tidak sama pentingnya sebagai faktor yang berhubungan dengan sekolah dalam menentukan hasil sekolah karena dalam sistim keluarga perkembangan sosioaffektifnya melatih kepribadian seorang anak menjadi baik sedangkan sekolah yaitu mengatasi atau mencari jalan keluar untuk mengatasi masalah.
Ø  Belajar terus menerus akan terhambat menerima stereotype yang menyatakan belajar formal terbatas hanya pada tahun-tahun sekolah.

Psikologi perkembangan sebagai salah satu kajian psikologi  menjadi salah satu bahan kajian yang banyak dibahas oleh para ahli pendidikan, karena perkembangan manusia ditinjau dari sudut pandang psikologi dijadikan dasar serta cara untuk menciptakan keberhasilan serta keunggulan dalam proses pendidikan.
Secara teoritis psikologi perkembangan  ditelaah oleh banyak ahli psikologi, sehingga melahirkan berbagai kerangka rumusan tentang psikologi perkembangan, para ahli seperti Sigmund Fred, Peaget, Ernold Gesell, Robert Havighurst,Kohlberg dan lain-lain juga mencoba membangun pijakan tentang perkembangan psikologi anak yang nantinya berimplikasi pada masalah-masalah pendidikan.
Kemungkinan untuk melihat daerah motivasi yang kurang optimal dan daerah-daerah motivasi diatas optimal. Dalam situasi dimana tingkat adan ya motivasi dan atau afeksi dibawah optimal, peningkatan motivasi akan memajukan belajar, sebaliknya dimana tingkat adanya motivasi dan atau afeksi diatas optimal, peningkatan motivasi menghambat belajar. Bagaimanapun juga, interaksi sebenarnya lebih kompleks dari yang dikemukakan diatas. Tingkat afeksi memodifikasi proses penyesuaian dan penbgamatan, serta perubahan persepsi dalam factor-faktor motivasi. Dengan demikian untuk mengkonsepsikan seorang individu sebagai jaringan timbale balik yang terorganisasi fungsi-fungsi kejiwaan yang beroperasi satu sama lainnya dalam suatu cara yang sangat komplek.
Apa saja dimensi pembelajaran afektif? Jawaban atas pertanyaan ini penting karena beberapa alasan. Pertama, mengetahui apa jenis pembelajaran terdiri dari domain afektif membantu kita untuk memahami apa yang domain afektif ini dan apa yang bukan. Kedua, ia menyediakan menu yang membantu pendidik untuk memutuskan apa yang penting untuk mengajar. Dan ketiga, berbagai jenis belajar afektif mungkin memerlukan berbagai metode instruksi untuk mendorong pembangunan, dan ini adalah fokus utama dari teori pembelajaran.
Yang paling banyak dikenal dan paling sering digunakan taksonomi dari domain afektif yang dikembangkan oleh Krathwohl, Bloom, dan Masia pada tahun 1964. Disebut taksonomi "afektif," itu didasarkan pada prinsip internalisasi, proses dimana suatu sikap atau nilai semakin menjadi bagian dari individu. Internalisasi adalah konsep fundamental dalam memahami taksonomi karena, dari perspektif teoritis, semakin nilai atau sikap diinternalisasikan, semakin besar kemungkinan bahwa nilai atau sikap yang mempengaruhi perilaku. taksonomi ini terdiri dari lima kategori utama (masing-masing dengan sub kategori) yang mencerminkan konsep internalisasi. Dari paling tidak untuk sebagian besar diinternalisasi, mereka adalah: Menerima, Merespon, Menilai, Organisasi, dan Karakterisasi oleh nilai atau kompleks nilai (lihat Martin & Briggs, 1986, untuk penjelasan lengkap tentang kategori dan subkategori). taksonomi ini dikembangkan, sebagian, untuk membantu guru menulis tujuan afektif untuk masing-masing dari lima kategori utama serta subkategori, dan untuk membantu mereka merancang langkah-langkah afektif. Tujuan-tujuan ini bisa ditulis untuk mencerminkan berbagai tingkat internalisasi, dan mereka bisa dibedakan dari objektif kognitif karena mereka menekankan nada perasaan, emosi, atau tingkat penerimaan atau penolakan terhadap fenomena tertentu.
Sejalan dengan pendapat tersebut Muhibbin (2001: 11) mengemukakan sebagian ahli menganggap perkembangan sebagai proses yang ” berbeda dari pertumbuhan. Menurut mereka, berkembang itu tidak sama dengan tumbuh, begitu pun sebaliknya. Perkembangan ialah proses perubahan kualitatif yang mengacu pada mutu fungsi organ-organ jasmaniah, bukan organ-organ jasmaniahnya itu sendiri. Dengan kata lain, penekanan arti perkembangan itu terletak pada penyempurnaan fungsi psikologis yang disandang oleh organ-organ fisik. Perkembangan akan berlanjut terus hingga manusia mengakhiri hayatnya.
Sementara itu, pertumbuhan hanya terjadi sampai manusia mencapai kematangan fisik. Artinya, orang tak akan bertambah tinggi atau besar jika batas pertumbuhan tubuhnya telah mencapai tingkat kematangan. Namun demikian, masih ada beberapa hal yang patut dipertanyakan sehubungan dengan pemisahan takrif/ definisi secara hitam putih antara dua istilah di atas. Bagaimana halnya dengan pertumbuhan kuku dan rambut yang secara periodic.
Robert J. Havighurst, seorang pakar perkembangan dan pendidikan dari Amerika, mengatakan bahwa perjalanan kehidupan memang merupakan rangkaian usaha manusia untuk melalui satu tahap perkembangan menuju tahap perkembangan selanjutnya dengan baik.
Teori Perkembangan  Robert Havighurst seorang psikologi  Amerika terkenal dengan teori perkembangan sosio budaya dan antropologi., pendapatnya perkembangan kanak-kanak amat dipengaruhi oleh lingkungannya. Institusi keluarga amat mempengaruhi pribadi  anak-anak.  Havighurst membagi perkembangan  menjadi  tiga fase yaitu :
-         Fase Bayi dan Awal anak-anak ( 0-6 tahun), anak-anak mula bercakap, mula berintraksi dengan orang lain, belajar bertolak ansur dan bertimbang rasa, sedia mendengar pandangan orang lain dan boleh membedakan betul dan salah;
-         Fase  Pertengahan anak-anak ( 6-12 tahun ) menguasai beberapa kemahiran dalam permainan, kemahiran 3M, mula berkawan dengan orang lain dan mampu memahami konsep hidup  serta moral;
-         Fase Awal Remaja dan Remaja ( 12-18 tahun ), bentuk badan mulai berubah, minat bergaul dengan lawan jenis, ingin kebebasan dan konsep baik dan buruk semankin mantap.
Charlotte Buhler (1930) membagi fase perkembangan sebagai berikut :
a.       Fase Pertama (0-1 Tahun), fase ini merupakan masa menghayati berbagai objek di luar diri sendiri serta melatih fungsi-fungsi, khususnya fungsi motorik, yakni fungsi yang berhubungan dengan gerak anggota badan.
b.      Fase Kedua (2-4 Tahun), fase ini merupakan masa pengenalan dunia objektif di luar diri sendiri, disertai dengan penghayatan yang bersifat subjektif.
c.       Fase Ketiga (5-8 Tahun), pada fase ini anak mulai bersosialisasi, pada masa ini anak mulai memasuki masyarakat luas, misalnya Taman Kanak-kanak, pergaulan dengan teman sepermainan, dan Sekolah Dasar), yang penting dari fase ini adalah berlangsungnya sosialisasi.
d.      Fase Keempat (9-11 Tahun), pada fase ini anak mencapai objektivitas tertinggi, mereka suka menyelidik, mencoba dan bereksperimen yang distimulasi oleh dorongan-dorongan menyelidik dan rasa ingin tahu yang besar.
e.       Fase Kelima (14-19 Tahun), fase ini merupakan masa tercapainya synthese diantara sikap ke dalam batin sendiri dan ke luar, pada dunia objektif. Pada fase ini anak mulai belajar melepas diri dari perosalan tentang diri sendiri dan lebih mengarahkan minatnya kepada lapangan hidup konkret, yang dulu dikenalnya sebagai subjektif belaka. Setelah masa ini individu mulai masuk masa kedewasaan.
Tugas Perkembangan adalah suatu tugas yang muncul pada periode tertentu dari kehidupan individu, yang jika tugas tersebut berhasil dituntaskan maka akan membawa kepada kebahagiaan dan kesuksesan dalam menuntaskan tugas berikutnya, jika tugas tersebut gagal dituntaskan maka akan membawa individu kepada ketidakbahagiaan, penolakan dari masyarakat dan kesulitan dalam menyelesaikan tugas berikutnya.
Munculnya tugas perkembangan, bersumber kepada faktor kematangan fisik, tuntutan masyarakat secara kultural, tuntutan dari dorongan dan cita-cita individu sendiri, tuntutan norma agama.
Pada dasarnya semua ahli sama dalam menentukan fase-fase dan tugas-tugas perkembangan, hanya redaksinya yang berbeda-beda. Dari semua pendapat dapat disimpulkan bahwa fase perkembangan meliputi prenatal, masa bayi, masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa dan masa tua dengan tugas perkembangan tertentu pada setiap fasenya.
Jadi dari urain diatas, dapat disimpulkan bahwa Sebagian perubahan-perubahan yang terjadi pada diri seseorang merupakan bagian dari pertumbuhan dan perkembangannya, sedangkan sebagian lagi dari perubahan-perubahan itu tidak ada kaitannya sama sekali.
Seifert dan Haffnung membendakan tiga tipe (domain) perkembangan yaitu :
·         Perkembangan fisik mencakup pertumbuhan biologis. Misalnya, pertumbuhan otak, otot, tulang serta penuaan dengan berkurangnya ketajaman pandangan mata dan berkurangnya kekuatan otot-otot.
·         Perkembangan kognitif mencakup perubahan-perubahan dalam berpikir, kemampuan berbahasa yang terjadi melalui proses belajar.
·         Perkembangan psikososial berkaitan dengan perubahan-perubahan emosi dan identitas pribadi individu, yaitu bagaimana seseorang berhubungan dengan keluarga, teman-teman dan guru-gurunya. Ketiga domain tersebut pada kenyataannya saling berhubungan dan saling berpengaruh.
Sejak tahun 1980-an semakin diakui pengaruh keturunan terhadap perbedaan individu. Menurut Santrok (1992) semua aspek dalam perkembangan dipengaruhi oleh faktor genetik. Aspek-aspek yang paling banyak diteliti sehubungan dengan pengaruh genetik ini ialah kecerdasan dan temperamen.
Arthur Jensen (1969) melontarkan pendapatnya bahwa kecerdasan itu diwariskan, dengan pengaruh yang sangat minimal dari lingkungan dan budaya. Menurut Jensen pengaruh keturunan terhadap kecerdasan sebesar 80 persen, sedangkan menurut ahli lain sebesar 50 persen.
Temperamen adalah gaya perilaku atau karakteristik dalam merespons lingkungan. Ada bayi yang sangat aktif dengan menggerak-gerakan tangan, kaki dan mulutnya dengan keras, ada pula yang lebih tentang. Ada bayi yang merespons orang lain dengan hangat, ada pula yang pasif dan acuh tidak acuh.
Menurut Thomas & Chess (1991) ada tiga dasar temperamen yaitu yang mudah, yang sulit dan yang lambat untuk dibangkitkan. Beberapa ahli perkembangan berpendapat bahwa temperamen adalah karakteristik bayi yang baru lahir yang akan dibentuk dan dimodifikasi oleh pengalaman-pengalaman masa kecil yang ditemui dalam lingkungannya. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa terdapat interaksi antara keturunan dan lingkungan dalam terjadinya perkembangan.
Menurut Santrok dan Yussen (1992) perkembangan adalah pola gerakan atau perubahan yang dimulai sejak saat pembuahan dan berlangsung terus selama siklus kehidupan. Pola gerakan ini kompleks dan merupakan produk dari beberapa proses yaitu: biologis, kognitif dan sosial.
Pembagian waktu dalam perkembangan disebut fase-fase perkembangan. Santrok dan Yussen membaginya atas lima fase yaitu: fase pranatal (saat dalam kandungan); fase bayi (sejak lahir sampai umur 18 atau 24 bulan), fase kanak-kanak awal sampai umur 5 – 6 tahun, kadang-kadang disebut fase pra sekolah; fase kanak-kanak tengah dan akhir, sampai umur 11 tahun, sama dengan usia sekolah dasar terakhir fase remaja yang merupakan transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa awal, antara umur 10/13 sampai 18/22 tahun.
Erik H. Erikson yang melahirkan teori perkembangan afektif mengemukakan bahwa perkembangan manusia adalah sintesis dari tugas-tugas perkembangan dan tugas-tugas sosial. Perkembangan afektif menurut Erikon terdiri dari delapan fase:
1.      Trust vs, Mistrust/kepercayaan dasar (0;0 – 1;0)
2.      Autonomy vs. Shame and Doubt/otonomi (1;0 – 3;0)
3.      Initiative vs. Guilt/inisiatif (3;0 – 5;0)
4.      Industry vs. Inferiority/produktivitas (5;0 – 11;0)
5.      Identity vs. Role Confusion/identitas(12;0 – 18;0)
6.      Intimacy vs. Isolation/keakraban (19;0 – 25;0)
7.      Generativiy vs. Self Absorption/generasi berikut (2;5 – 45;0)
8.      Integrity vs. Despair/integritas (45;0 …)
Jean Piaget membagi perkembangan kognitif atas empat fase:
1.      Sensor motorik (0;0 – 2;0)
2.      Pra operasional (2;0 – 7;0)
3.      Operasional konkret (7;0 – 11;0)
4.      Operasional formal (11;0 – 15;0)
Robert J. Havighurst mengemukakan bahwa pada usia-usia tertentu seseorang harus mampu melakukan tugas-tugas perkembangan. Kemampuan merupakan keberhasilan yang memberikan kebahagiaan serta memberi jalan bagi tugas-tugas berikutnya, dan terdiri dari tugas perkembangan;
1.      Masa kanak-kanak (usia bayi dan usia TK)
2.      Masa anak (usia SD)
3.      Masa remaja
4.      Masa dewasa awal
5.      Masa setengah baya
6.      Masa tua
Menurut Havighurst setiap tahap perkembangan individu harus sejalan dengan perkembangan aspek-aspek lainnya, yaitu fisik, psikis, emosional, moral dan sosial.
Dalam perkembangan manusia terdapat hukum-hukum yang diperoleh melalui penelitian, kajian teori dan praktek. Carol Gestwicki (1995) mengemukakan bahwa:
1.      Dalam perkembangan terdapat urutan yang dapat diramalkan.
2.      Perkembangan pada suatu tahap merupakan landasan bagi perkembangan berikutnya.
3.      Dalam perkembangan terdapat waktu-waktu yang optimal.
4.      Perkembangan itu maju berkelanjutan dan semua aspek-aspeknya merupakan kesatuan yang saling mempengaruhi.
5.      Perkembangan itu maju berkelanjutan dan semua aspek-aspeknya merupakan kesatuan yang saling mempengaruhi.
6.      Setiap individu berkembang sesuai dengan waktunya masing-masing.
7.      Perkembangan berlangsung dari yang sederhana kepada yang kompleks, dari yang umum kepada yang khusus.
Menurut Sutterly Donnely (1973) terhadap 10 prinsip dasar pertumbuhan.
1.      Pertumbuhan adalah kompleks, semua aspek-aspeknya berhubungan sangat erat.
2.      Pertumbuhan mencakup hal-hal kuantitatif dan kualitatif.
3.      Pertumbuhan adalah proses yang berkesinambungan dan terjadi secara teratur.
4.      Pada pertumbuhan dan perkembangan terdapat keteraturan arah.
5.      Tempo pertumbuhan tiap anak tidak sama.
6.      Aspek-aspek berbeda dari pertumbuhan, berkembang pada waktu dan kecepatan berbeda.
7.      Kecepatan dan pola pertumbuhan dapat dimodifikasikan oleh faktor intrinsik dan ekstrinsik.
8.      Pada pertumbuhan dan perkembangan terdapat masa-masa krisis.
9.      Pada suatu organisme akan kecenderungan untuk mencapai potensi perkembangan yang maksimum.
10.  Setiap individu tumbuh dengan caranya sendiri yang unik.
Belajar adalah perubahan perilaku sebagai fungsi pengalaman. Di dalamnya tercakup perubahan-perubahan afektif, motorik dan kognitif yang tidak dihasilkan oleh sebab-sebab lain.
Albert Bandura (1969) menjelaskan sistem pengendalian perilaku Belajar adalah perubahan perilaku sebagai fungsi pengalaman. Didalamnya tercakup perubahan-perubahan afektif, motorik dan kognitif yang tidak dihasilkan oleh sebab-sebab lain.
Albert Bandura (1969) menjelaskan sistem pengendalian perilaku.Stimulus control.Perilaku yang muncul di bawah pengendalian stimulus eksternal, seperti bersin, bernafas dan mengedipkan mata.Outcome control. Perilaku yang dilakukan untuk mencapai hasilnya, berorientasi pada hasil yang akan dicapai. Symbolic control. Perilaku yang diarahkan oleh kata-kata yang dirumuskan, atau diarahkan oleh antisipasi yang diimajinasikan dari hasil yang akan dicapai.
Beberapa ide umum tentang pengalaman belajar:
1.      Keterlibatan dalam pengalaman belajar mempunyai pengaruh penting terhadap pembelajaran.
2.      Suasana yang bebas dan penuh kepercayaan akan menunjang kehendak peserta didik untuk mau melaksanakan tugas sekalipun mengandung risiko.
3.      Strategi yang mendalam dapat dipergunakan namun pengaruh penting terhadap beberapa aspek, seperti; usia, kematangan, kepercayaan dan penghargaan terhadap orang lain.
4.      Pada umumnya pembelajaran berpengaruh kepada hal-hal khusus seperti menghargai orang lain dan bersikap hati-hati kepada yang baru dikenal.
5.      Terdapat banyak pengaruh yang dapat dipelajari melalui model (orang tua dan guru) sedang peserta didik berusaha menirunya.
Gaya belajar adalah kunci untuk mengembangkan kinerja dalam pekerjaan, di sekolah dalam situasi-situasi antara pribadi. Kepada guru diharapkan untuk menyadari bahwa setiap orang mempunyai cara yang tertentu untuk mempelajari informasi baru agar tercapai semaksimum mungkin. Pengalaman belajar seseorang sangat erat kaitannya dengan gaya belajar, cara belajarnya, yang dipengaruhi oleh berbagai variabel, yaitu faktor-faktor fisik, emosional, sosiologis dan lingkungan.
Pada awal pengalaman belajar, langkah pertama yang perlu dilakukan ialah mengenali modalitas kita masing-masing yaitu bagaimana menyerap informasi dengan mudah. Apakah modalitas kita visual, yaitu belajar melalui apa yang dilihat, apakah auditorial yaitu belajar melalui apa yang didengar, apakah kinestetik, yaitu belajar melalui gerak dan sentuhan.
Dalam mengajar, guru hendaknya mampu mengomunikasikan materi dan menyampaikan informasi dengan menggunakan berbagai metode mengajar agar setiap anak dapat menyerap dan memahaminya untuk kemudian digunakan pada saat diperlukan.Hal ini hanya dapat dicapai bila guru mengetahui karakteristik murid-muridnya yang visual, yang auditorial maupun yang kinestik.
Konsepsi pengajaran tradisional yang mementingkan perkembangan intelektual kemudian berubah.Sekolah yang modern lebih memperhatikan seluruh pribadi anak itu, baik mengenai segi emosi, sosial, jasmani maupun segi intelektualnya. Sekolah berusaha dengan sengaja mengembangkan semua aspek pribadi anak dengan memberikan bahan pelajaran yang sesuai dan dengan cara penyampaian yang bervariasi.
Sebenarnya pribadi anak itu tidak dapat dipecah-pecah beberapa bagian yang terpisah-pisah.Dalam segala tindakannya manusia itu bersikap sebagai suatu keseluruhan yang utuh.
















BAB X
IMPLIKASI PENDIDIKAN SEUMUR HIDUP PADA KURIKULUM PELAJAR  SEUMUR HIDUP
Sebelum diskusi unsur pertama desain kurikulum yang berioritaskan pada pendidikan seumur hidup,patut di tanyakan seperti apakah pelajar seumur hidup itu?Pelajar seumur hidup yaitu seorang yang belajar dari pengalaman dan belajar seumur hidup.salah satu implikasi pendidikan seumur hidup yang paling penting ialah hanya peranan dan ketrampilan guru diharapkan  berubah tetapi ide tentang siapa yang disebut guru itu akan diperluas.sebagai contoh sekelompok orang yang disebut“pendidik” tetapi tidak di kenal sebagai guru dan tidak berfungsi di dalam system persekolahan konvensional.klompok orang ini mencakup ahli perpustakaan bimbingan dan penyuluhan ,dan lain sebagainya dan ,ahli-ahli yang bekerja di museum,ahli-ahli yang bekerja di kebun binatang (ahli purbakala,ahli burung dan sebagainya).ahli pndidikan di asosiasi professional,training officer di pabrik-pabrik atau di angkatan bersenjata,pekerja social.Dalam pembahasan ini,jawabannya akan dinyatakan dengan menggunakan istilah kejiwaan.kerangka yang akan digunakan model tiga pihak yang sudah sering kali disinggung sebelumnya .pelajar seumur hidup dapat dilihat secara kejiwaandalam segi intelektual,kognitif dan motivasi /sosio efktif .
Dalam domain intelektual dan kognitif, bahkan berfungsi untuk menganalisis konsep pendidikan seumur hidup dan outline jalannya pertumbuhan kejiwaan. Outline itu menujukan  pelajar seumur hidup menganggap bahwa pendidikan adalah segala sesuatu yang diperoleh dari pengalaman dan berlangsung seumur hidup.pendidikan untuk menghadapi suatu  perubahan,karena perjalanan hidup kita di penuhi dengan kemungkinan. sebagai tenunan dalam komulatif secara terus menerus. Dan pengetahuan sekarang berfungsi sebagai basis untuk pertumbuhan kognitif(pengetahuan) berikutnya. Pelajar akan menghubungkan informasi baru kedalam kerangka umum yang sudah ada, dan terus menerus mengintergrasikan pengetahuan barunya kedalamnya.pelajar akan dilengkapi dengan teknik-teknik mendapatkan pengetahuan dan secara keseluruhan akan menyadari akan adanya sumber pengetahuan diluar kelas. Terlebih penting, mereka akan diterampilkan dalam mempergunakan pengetahuan. Mereka diharapkan memahami bahwa pengetahuan dan informasi adalah network yang berkembangbahwa kita hidup dalam dunia yang sedang berubah, didalamnya terdapat bagian yang terus-menerus yang bersambungan. Ini berarti, meskipun mereka mengembangkan keahlian khusus relative dalam bidang terbatas, namun kedudukan spesialisasi hanya nomer dua dalam konsep dasar yang luas.
Seperti yang di tunjukan dalam bab 4, factor utama membatasi belajar diluar sekolah terletak dalam doamain motivasibelajar itu harus di dorong dan diperkuat sejak kanak kanak sampai tua . Celakanya, kemapuan untuk melihat perubahan dan ketidakpastian sebagi tantangan yang mengerakan tingkah laku mengadaptasi dan mendapatkan pengetahuan, tidak pada seluruh orang berkembang dengan baik. Dalam pembicaran motivasi, pelajar seumur hidup adalah seorang yang mengembangkan kempuan untuk dapat dimotivasi secara positif oleh kebutuhan agar belajar lebih banyak. Motivasi positive itu, dapat dilihat tidak pada tingkat urutan usia dalam diri individu tertentu, disebut integeritas vertical. Juga dapat dilihat menifestasi motivasi positif terhadap belajar dalam banyak lingkungan kehidupan, disebut intergeritas horizontalyaitu integrasi antara pendidikan     dengan sebagian besar aspek kehidupan,seperti rumah,pekerjaan,waktu senggang dsb,. Pelajar seumur hidup akan terus menerus mencari perubahan, sesuatu dan pertumbuhan person.dijalankan dengan sengaja ,teratur,dan berencana yang bertujuan untuk mengaktualisasikan potensi dirinya berupa sikap,tindak dan karya tanpa bantuan orang dalam upaya untuk memperoleh lapangan pekerjaan dan untuk meningkatkan mutu dan taraf hidupnya .
Dalam domain sosio affektif,pelajar seumur hidup diharapkan untuk melihat diri mereka sendiri sebagai pelajar seumur hidup secara vertical,dan juga dalam hubungannya dengan bermacam segi kehidupan secara horizontal.Belajar berkelanjutan akan memperbaiki image sendiri ,dan akan melahirkan pengalaman –pengalaman emosional positif dalam hubungannya dengan teman-temannya ,mereka akan tertarik untuk memainkan peranan social baru bersedia untuk meninggalkan status social yang sudah mapan untuk mengembangkan keanggotaan kelompok baru dan sebagainya.
iktisar sifat kejiwaan pelajar seumur hidup dapat melihat dalam table 2 yang di kembangkan atas dasar pemikiran dave table ini memusatkan perhatian pada unsur – unsur motivasi dan kognitif.

DAPATKAH SEKOLAH MENGEMBANGKAN PELAJAR SEUMUR HIDUP
Sudah dibahas dalam bab terdahulu bahwa motivasi ,kognitif dan sosio affektif membuat individu dinamis dan mengembangkan sifat-sifat yang menggerakkan proses pertumbuhan sepanjang hidup . pertanyaan penting dalam analisis ini apakah proses perkembangan dapat menerima perubahan sebagai akibat pengelolaan disengaja dan strukturisasi pengalaman sepanjang urutan perkembangan kejiwaan dengan jenis persekolahan yang dialami seseorang jika tidak ada hubungan seperti itu pembicaraan tentang perbedaan organisasi kurikulum seluruhnya akan menjadi sia-sia  dengan alasan itu tepat untuk ditanyakan apakah perkembangan kejiwaan dipengaruhi oleh jenis pengalaman yang berbeda atau apakah jalanya perkembangan sudah di tetukan sebelumnya dan tidak dapat diletakkan jika perkembangan mengikuti built in blue print akan sedikit  sekali berbeda point dalam mendesain system pendidikan yang berbeda .


SIFAT KEJIWAAN PELAJAR SEUMUR HIDUP
Pelajar seumur hidup harus:
1 kognitif(pengetahuan) nya diperlengkapi dengan baik .
-          Kenalnya dengan bermacam –macam disiplin dan ketrampilan
-          Kenal dengan struktur pengetahuan tidak hanya sekedar fakta
-          Trampil mengadapi alat-alat belajar dan struktur disiplin terhadap tugas-tugas baru .
-          Sadar adanya hubungan antara ketrampilan kognitif dan kehidupannya nyata

II  mempunyai kemampuan yang tinggi untuk didik
-          Memiliki strategi belajar yang berbeda –beda
-           Dapat belajar dalam keadaan yang berbeda-beda ,seperti seorang diri dalam kelompoknya dan sebagainya
-          Diperlengkapi dengan ketrampilan belajar dasar yang baik seperti membaca mengobservasi ,mendengarkan,dan dapat mengerti non verbal .
-          Trampil dalam menggunakan banyak macam belajar seperti bahan cetak berepikir kritis dan interpretasi data
-          Trampil dalam mengidentifikasi kebutuhan belajarnya .

III  termotivasi untuk menjalankan proses belajar seumur hidup .
-          Sadar akan kecepatan perubahan dan efeknya terhadap kehidupan social pengetahuan dan ketrampilan kerja .
-          Sadar bahwa sekolah formal hanya permulaan belajar dalam kehidupan
-          Sadar akan tanggung jawab pribadi untuk memperoleh pengetahuan baru ketrampilan dan sikap
-           Sadar akan sebagai alat penting untuk pertumbuhan pribadi dan masyarakat


Lingkungan dan perkembangan kejiwaan .
Pada tahun 1973 hunt menunjukkan pendapat terdahulu mengenai apa yang disebut dengan pemikiran kejiwaan modern yang menopang pendapat bahwa jalanya perkembangan relative sudah dilakukan  meskipun para penulis seperti galton pada tahun 1869 mengakui efek pengalaman pada pertubuhan kejiwaan namun terdapat kepercayaan sangat kuat bahwa potensi orang untuk bervariasi sebagai akibat pengalaman sangat sedikit sekali dengan kata lain lingkungan dipercaya dapat menyebabkan sedikit pembelokan jalanya perkembangan yang sudah ditetapkan oleh heredy pandangan ini termasuk apa yang dikatakan hunt sebagai kepercayaan “predetermined development”.

Sebelum perang dunia ke dua bukti-bukti mulai dikumpulkan untuk menunjukan bahwa perkembangan jauh dari yang sudah ditentukan .bukti itu sering kali diasosiasikan dengan peruabahan drastis pada performance intelektual anak-anak yang mengalami perubahan sangat besar. Kondisi lingkungan  mereka tinggal dalam tahun terakhir, telah dikembangkan sejumlah besar bukti yang menunjukan bahwa belajar terjadi dalam sehari-hari pertama kehidupan ketidakadaan pergaulan social pada hari-hari pertama  kehidupan menyebabkan tidak simpati dan kerusakan social pada anak –anak kecil.ketidakadaan pengalaman social di tahun tahun  pertama kehidupan karena bulan akan berakibat kekurangan kemampuan visual secara permanen  dan sebagainya.Penerimaan  terhadap pendapat bahwa perkembangan kejiwaan dapat di modifikasi oleh pengalaman,termasuk apa yang dikatakan oleh Hunt.pentingnya pengalaman pada tahun-tahun permulaan kehidupan manusia bagi pembentukan perkembangan dimasa mendatang.
Bukti adanya plastisitas perkembangan sekarang ini sangat kuat sekali. lebih jauh dari itu tampaknya plastisitas meliputi rentangan fungsi kejiwaan yang sangat luas.umpamanya green berg,uzgaris dan Hunt pada tahun 1968 menunjukkan bahwa kemampuan untuk mengkordinasikan fungsi penglihatan dan pegangan pada waktu bayi menjangkau dan memegang objek yang dilihat dengan perhatian matanya,dimodifikasi oleh pengalaman aktivitas memegang dan melihat  sebelumnya .penggunaan fungsi sensor aktif motorik seperti tu ditunjang besar sekali oleh apa yang disebut hunt praktis.Hunt dan kawan-kawannya juga menunjukkan perkembangan secara jelas bahkan sangat mendasar ,yaitu tentang kemampuan kognitif. yaitu pemahaman anak terhadap objek eksterrnal yang ada, bahkan ketika objek itu tidak dapat dilihat. kemampuan kognitif berhubungan erat sekali dengan menguasai kehidupan lingkungan yang memberikan kesempatan untuk mengusai ketrampilan kognitif .dengan demikian ketrampilan kognitif seseorang tidak akan berkembang dengan baik jika tidak ada kesempatan untuk mengembangkannya. aspek lain kejiwaan yang dipengaruhi oleh pengalaman termasuk  kemampuan untuk membentuk kasih sayang social, kemampuan untuk mengira kedalam dan mengenal bentuk , motivasi untuk mencari kesenangan dan menghindari penderitaan, untuk menerima persetujuan dari penguasa atau untuk mempengaruhi tingkah laku orang lain ada tidaknya “ketegangan kognitif” dalam membuat keputusan menghadapi konflik dan sebagainya impulsive”corak kognitif”dan sebagainya
            Pertanyaan pertama ,berapa lama plastisitas berlangsung merupakan salah satu pertanyaan penting untuk teori pendidikan seumur hidup ,kedua dan issu kunci yang berhubungan erat sekali adalah tentang tingkat kelangsungan plastisitas pada usia tertentu dibandingkan dengan jumlah maksimum . plastisitas yang pernah ada .koes Tlen pada tahun 1964 telah mengemukakan bahwa seluruh proses perkembangan dari saat konsepsi dan seluruh pengalaman dan adaptasi berkutnya merupakan hilangnya plastisitas. kendatipun demikian .hunt pada tahun 1973 menyimpulkan bahwa plastisitas berlangsung seumur hidup ,tetap ada bahkan sampai tua renta.Perkembangan kemampuan intelektual menyatakan terdapt pertumbuhan yang cepat pada usia awal kehidupan anak-anak ,puncak pertumbuhan relative pada usia muda ,setelah itu mengalami periode pertumbuhan yang stabil dan akhirnya pertumbuhan merosot dengan cepat pada usia dewasa lanjut.l
Plastisitas periode kritis dan interaksi .
Plastisitas adalah konsep utama dalam pendidikankonsep pendidikan sebagai alat untuk mengembangkan individu yang belajar selama hidupnya. .jika perkembangan telah ditentukan sebelumnya itu benar ,tampaknya Cuma sedikit sekali diskusi mengenai bagaimana pendidikan di organisir .untuk tujuan persekolahan sekarang ,yang diperlukan adalah pengertian adanya plastisitas dan efek meningkatnya usia terhadap plastisitas konsep penting dalam kontek ini adalah tentang “periode kritis “meskipun seluruh area periode kritis menjadi sasaran perdebatan kejiwaan dan walaupun beberapa konsepsi periode kritis itu ada namun prinsip intinya dapat dinyatakan secara sederhana
Ringkasanya kepercayaan adanya periode kritis menyatakan bahwa terdapat tingkat usia dimana jenis pengalaman tertentu akan berefek maksimum terhadap anak-anak yang sedang berkembang suatu bahan perdebatan apakah pengalaman diluar batas usia kritis dapat berkurang efeknya ,atau apakah efeknya akan minimal mendekati nol jika pengalaman penting terjadi diluar batas umum optimal. Kepercayaan akan adanya jumlah besar periode kritis dalam usia persekolahan konvensional, barangkali menjadi salah satu artikel kepercayaan implist dalam organisasi pendidikan sekarang.
            Terdapat alasan kuat untuk mempercayai bahwa, paling tidak fenomena adanya sesuatu seperti periode kritis dapat dilihat besar dalam perkembangan kejiawaan manusia. Dan begitu besar juga sejumlah besar penelitian terhadap tikus, anjing dan kera menunjukan adanya alasan kuat untuk mempercayai bahwa macam macam aktifitas dalam kehidupan manusia seperti mengenali bentuk dan potongan, mengira kedalaman, kemampuan untuk membentuk hubungan afektif  hangat dengan orang lain, dan menyenangi corak kognitif tertentu, seluruhnya berhungan dengan waktu.
Daptar Pustaka
Paket pendidikan seumur hidup bab 1-10

Ketidak adaan pengakalaman yang dapat pada tahun-tahun sebelumnya akan membawa kerusakan permanen dan tidak dapat ditolak dalam tingkah laku.serupa dengan itu anak –anak yang terpisahkan dari figur seorang ibu selama periode tertentu dalam tahun-tahun  pertama kehidupan menunjukkan krusakan permanen untuk menciptakan hubungan social(1966).
            Seperti study dalam pieget yang dilanjutkan oleh berner dalam bidang perkembangan kognitif muncul unsure perkembangan kejiwaan yang amat  penting .unsur itu dinyatakan sebagai fenomena interaksi.jelas bahwa tidak hanya jalan perkembangan kejiwaan secara derastis yang dipengaruhi oleh pengalaman ,tetapi pengalaman pada suatu tingkah usia berikutnya juga mempengaruhi kejiwaan .
Model pengaruh guru.
            Sekolah adalah salah satu lingkungan tempat anak berinteraksi.guru adalah aspek penting dalam persekolahan.guru bisa mempengaruhi perkembangan secara langsung melalui pola penghargaan dan hukuman dalam merespon jenis tingkah laku murid yang berbeda-beda.cara guru berdiskusi juga mempengaruhi tingkah laku murid.jadi guru dalam kenyataan nya dapat menetapkan iklim yangdapat membantu sikap dan tingkah laku tertentu serta menekan yang lainnya.pertama-tama motivasi belajar,bahwa belajar adalah  aktivitas yang berharga,konsep disekolah sebagai instruksi  yang dapat menolong kedua factor-faktor koognitif sekarang sudah dikembangkan dengan pesat pada waktu anak-anak masuk sekolah.namun dalam system pendidikan sekarang aspek bukan koognitif tidak banyak dimodifikasi oleh pengalaman disekolah dengan kata lain,sikap,motivasi dan aspek yang menjadi sumber utama perbedaan prestasi murid diperoleh dari luar sekolah.

















BAB XI
IMPLIKASI PENDIDIKAN SEUMUR HIDUP TERHADAP KURIKULUM
Prinsip utama pendidikan seumur hidup bahwa,proses pendidikan terjadi didalam dan diluar sekolah pendapat SH mengakui bahwa beberapa tahun pertama kehidupan merupakan tahap pertama kehidupan adalah merupakan tahap perkembangan kejiwaan tersendiri dan bukan semata-mata periode penantian menjelang masa kanak-kanak adolescent.
            Laly menyimpulkan bahwa pengalaman pendidikan pada waktu anak-anak awal sangatlah penting  dalam meratakan dasar trtumpnya belajar berikutnya .karena pada usia 3 tahun pertama kehidupan membutuhkan lingkungan yang tepat  dan membantu perkembangan koognitif di psychososial.
            Ahli lain ,worth,mengariskan 3 tujuan pokok yaitu stimul;asi,membantu rasa identitas dan menyediakan pengalaman sosialisasi yang tepat .dia menyarankan tujuan harus memuat pengembangan ketrampilan  untuk dapat pempergunakan symbol,mempromosikan penghargaan terhadap bermacam mode ekpresi diri ,menumbuhkan kemampuan dan keinginan berfikir,memnanamkan pada diri anak bahwa mereka mampu belajar,membantu rasa harga diri dan akhirnya,agar bisa meningkatkan kapasitas untuk hidip dengan orang lain.
            Kurikulum untuk anak-anak awal seharusnya memuat perencanaan membantu perkembangan mereka.itu tidak boleh dipandang sebagai sesuatu yang dipersekolahan,tetapi sebagai bagian esensial system persekolahan yang terintrograsi atau dapat dikatakan esensi pendidikan seumur hidup.

KURIKULJUM SEKOAH DALAM SETTING PENDIDIKAN SEUMUR HIDUP
             Menurut pengertian sekarang ini,akan survive dalam sistem yang berorientasi pada pendidikan seumur hidup.Untuk itu beberapa penulis membela penghapusan persekolahan sedangkan yang lainnya,mengemukakan reorganisasi total,sehingga tidak tampak perbedaan antara ersekolahan dengan kehidupan.Sedangkan yang lainnya,lagi mengkonsepsikan situasi yang tidak memungkinkan berbicara periode khusus persekolahan formal,karena persekolahan didistribusikan seumur hidup.
            Bagaimanapun juga,pada tingkat praktis,sulit untuk di bayangkan kehilangan secara mendadak persekolahan seperti yang kita kenal sekarang ini.Dan tampaknya proses yang memungkinkan adalah,bahwa persekolahan formal akan tetap servive,paling tidak dalam jangka pendek .Bahkan meskipun pendidikan seumur hidup sudah di terima di mana-mana.Pada tahun 1975 Agoston mengumpamakan dengan mutlak menolak pandangan yang menyatakan bahwa sekolah akan bertambah buruk dengan menerima pendidikan seumur hidup.sebaliknya dia malah membela pandangan yang telah di topang oleh Hiemstrajika pendidikan seumur hidup di emplementasikan,sekolah akan terus menerus memainkanperanan terkemuka(1974).Himstra menyimpulkan bahwa,dalam sistem pendidikan seumur hidup,”sekolah tidak akan relevan dan guru2 sekolah profesional tidak akan ketinggalan zaman”.
Penerimaanpendidikan seumur hidupmungkin akan mengalami perubahan kurikuler seara cepat di sekolah.Mereka perlu menawarkan endidikan inti yang efektif,sehingga mrid-murid dapat memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang di perlukan untuk belajar seumur hidup(Delker,1974).Mereka juga harus menawarkan kesempatan belajar yang berlipat ganda,dan dengan hubungan yang erat sekali dengan sistem belajar yang terletak di luar sekolah.Dalam segi praktek di kelas,pendidikan seumur hidup membawa perubahan titik berat yang sudah di tetapkan ke menanamkan keterampilan (Kementrian pendidikan Swedia,1972)ini dapat di artikan pengurangan penekanan spesialis kurikulum di sekolah,dan pendidikan spesialis dan umum akan menjadi lebih dekat antara satu dengan lainnya.
Pada tahun1977 Skeger dan Dave telah memperluas beberapa jenis stetemen di atas,dan mengembangkan serangkaian kriteria kurikulum sekolahpendidikan seumur hidup
Di bawah ini merupakan ikhtisar yang di buat oleh Skager dan Dave.
1). Kurikulum sekolah harus menganggap proses belajarsebagai peristiwa yang berlangsung terus menerus.a
2). Kurikulum sekolah harus di pandang dalam kontek proses belajar yang berlangsung bebarengan di lingkungan sosial seperti rumah, masyarakat, tempat kerja dan sebagainya.
3). Kurikulum sekolah harus mengakui pentingnya esensi kesatuan pengetahuan dan interelasi diantara beberapa subyek studi.
4). Kurikulum sekolah harus mengakui sekolah adalah salah satu agen penting untuk menyajikan pendidikan dasar dalam kerangka pendidikan seumur  hidup.
5). Kurikulum sekolah harus menekankan otodidak meliputi pengembangan readiness untuk belajar lanjut dan penanaman sikap belajar yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang sedang berubah.
6). Kurikulum harus mengingat akan kebutuhan individu, akan pengokohan dan memperbaharui sistem nilai progresif sehingga mereka bertanggung jawab  untuk kelangsungan pertumbuhan mereka seumur hidup.
Peranan Guru dalam Pendidikan Seumur Hidup
                           Peranan guru dalam pendidikan seumur hidup memiliki beberapa unsur utama, meliputi pengaruhnya pada sikap, struktur motivasi, dan keterampilan pelajar. Pengaruhnya pada sikap, guru yang membantu pendidkan seumur hidup akan menolong peserta didik untuk mengadopsi sikap kreatif terhadap situasi baru, agar dapat di gunakan untuk menjalani kehidupan kedepan menjadi lebih baik lagi dan mereka tahu sikap apa saja yang bisa diambil untuk suatu situasi.
                           Dalam struktur motivasi, tugas utama guru untuk memberikan dorongan agar peserta didik tetap semangat dalam belajar seumur hidup, berani berbuat benar, dan membiasakan mereka untuk bertanggungjawab terhadap setiap perbuatannya. Dalam keterampilan, tugas guru memperlengkapian yang menguntungkan, ketika nanti mereka memerlukannya. Pekerjaan  utama guru ialah membantu peserta didik memecahkan masalah dalam belajar dan mengevaluasi belajar yang telah mereka lakukan.

            Guru sebagai Contoh  Pelajar
            Pendidikan seumur hidup terhadap guru, adalah bahwa mereka sendiri harus menjadi pelajar seumur hidup, mereka berkewajiban untuk bertindak sebagai pelajar seumur hidup dihadapan peserta didik, lebih jauh dari itu, guru akan hidup dalam masyarakat yang sedang berubah seperti yang sedang dihadapi peserta didik sekarang, sehingga perlu untuk mengadakan penyesuaian terus – menerus. Dengan demikian penerimaan pendidikan seumur hidup adalah suatu contoh jenis penyesuaian yang harus guru lakukan. Ringkasanya, keduanya diikat dalam suatu program belajar seumur hidup, sehingga pada kenyataannya mereka akan menjadi pelajar bersama.

            Guru sebagai Guide dan Fasilitator
            Peranan tradisional guru sebagai sumber pengetahuan dan pembawa kebijaksanaan akan berubah. Guru dikonsepsikan sebagai konsultan pendidikan atau pemimpin yang akan membantu perkembangan setiap pelajar.
            Menyebutkan bahwa sebagai fasilitator, guru berperan memberikan pelayanan untuk memudahkan siswa dalam kegiatan proses pembelajaran.

      Bimbingan, Tekhnologi dan Peranan Guru
            Mengkonsepsikan guru sebagai advisor dan pembimbing berarti, antaralain, meningkatkan individualisasi pendidikan. Guru dikonsepsikan sebagai tenaga ahli dalam mendiagnosis pendidikan, dengan suatu asumsi bahwa guru akan dapat memberikan kepada murid – murid umpan balik yang cermat berkenaan dengan kemampuan mereka, tingkat asprasi yang dapat didanggap realistis.
Guru memiliki peran dan fungsi yang sangat penting dalam membentuk kepribadian anak guna menyiapkan dan mengembangkan sumber daya manusia, serta mensejahterakan masyarakat kemajuan Negara dan bangsa.

                        Perluasan Konsepsi Guru
            Salah satu implikasi penting pendidikan seumur hidup adalah tidak hanya peranan dan keterampilan profesional guru yang diharapkan berubah, tetapi juga gagasan tentang siapa yang disebut guru harus lebih diperluas. Untuk banyak alasan, dua jenis guru yang disebutkan terakhir (pendidik professional dan pendidik hidup), sekarang menjadi semakin penting.

            Guru dari dulu sampai sekarang tetap sangat diperlukan. Guru yang membantu manusia untuk menemukan siapa dirinya, ke mana manusia akan pergi dan apa yang harus manusia lakukan di dunia. Manusia adalah makhluk lemah, yang dalam perkembangannya memerlukan bantuan orang lain, sejak lahir sampai meninggal. Orang tua mendaftarkan anaknya ke sekolah dengan harapan guru dapat mendidiknya menjadi manusia yang dapat berkembang optimal. Minat, bakat, kemampuan, dan potensi-potensi yang dimiliki peserta didik tidak akan berkembang secara optimal tanpa bantuan guru. Dalam kaitan ini guru perlu memperhatikan peserta didik secara individu, karena antara satu perserta didik dengan yang lain memiliki perbedaan yang sangat mendasar.

            Akan tetapi kontak antara peserta didik dan guru tidak terbatas hanya disekolah saja karena kita bisa belajar dimanapun kita berada, kapanpun kita mau dan dengan siapa saja, karena kita belajar seumur hidup.

IMPLIKASI PENDIDIKAN SEUMUR HIDUP
TERHADAP KELAS
Ideal pendidikan versus praktek dalam kelas
            Terdapat jurang pemisah antara abstraksi dan prinsip pendidikan yang diterima dimana – mana, dengan aktivitas sesungguhnya dalam kelas sehari – hari yang mencerminkan manifestasi prinsip secara praktis. Proses menyaring sentiment yang tinggi ke dalam kehidupan kelas yang actual agar lebih menarik, dapat dikonsepsikan menjadi 4 tahap. Tahap pertama, meliputi pengembangan prinsip sebagai suatu tujuan atau ide petunjuk. Umpamanya idealisasi tujuan seperti meliputi pendidikan untuk menciptakan demokrasi, pendidikan untuk membina warga Negara yang baik, dan tujuan untuk menciptakan PSH itu sendiri. Pada tingkat ini, formulasi prinsip – prinsip biasanya meliputi analisis kebutuhan social, kritik terhadap sistem yang ada, pertanyaan filosofis dan sosio politik tentang seperti apa yang disebut manusia ideal, dsb. Prinsip yang sedang dikemukakan ini kemudian diperdebatkan dalam istilah abstrak dan tinggi untuk memenuhi kebutuhan dan kerusakan yang baru saja diungkapkan. Dalam bab ini, diperkenalkan konsep PSH sejalan dengan pembahasan sekarang. Kurikulum formal yang dikembangkan dan diadopsi oleh sistem sekolah yang biasanya memuat beberapa elemen tingkat analisis yang disebut dalam bagian ini tujuan atau beberapa istilah lainnya yang serupa.
            Tahap kedua, spesifikasi prinsip abstrak untuk perumusan filsafat kurikulum, peranan guru, dsb. Bagaimanapun juga, pernyataan itu biasanya luas, umum dan abstrak. Rekomendasi juga masih dalam bentuk ideal yang harus diusahakan dengan keras untuk mencapainya, bukan dalam bentuk tingkah laku actual yang diimplementasikan oelh guru dalam kelas. Analisis implikasi konsep PSH dimuat secara langsung dalam paragraph sebelumnya yang merupakan salah satu contoh analisis pada tingkat ini.
            Tahap ketiga dan keempat sesungguhnya berlangsung dalam kelas. Tahap ketiga memerlukan analisis implikasi prinsip – prinsip baru terhadap sesuatu yang dilakukan oleh guru dan pelajar di kelas. Umpamanya, pernyataan tentang jenis bahan apa yang dapat diperkenalkan kepada pelajar, dalam jenis aktivitas apa pelajar harus berpartisipasi, bagaimana pekerjaan dievaluasi, dsb. Langkah keempat, untuk mengolah ide pendidikan menjadi kurikulum yang hidup diperlukan bukan spesifakasi tujuan yang harus dicapai dengan kerja keras, tetapi spesifikasi prosedur actual. Pada dokumen kurikulum formal seringkali diperlengkapi dengan contoh sesungguhnya, spesifikasi teks yang akan dipergunakan, pengembangan sebagai bahan pendukung, garis besar mengenai apa yang harus diketahui oleh pelajar atau yang dapat dikerjakan dalam bermacam hal selama tahun ajaran, dsb.
            Langkah keempat melampaui ruang lingkup teks ini. Memang sangat sulit dalam teks yang terbatas untuk menguraikannya, Karen sifat pasti aktivitas – aktivitas kelas yang mengekspresikan suatu prinsip kurikulum, akan menuntut pernyataan yang berbeda antar masyarakat. Dengan demikian sekolah di Negara sosialis akan mengaktualisasikan prinsip abstrak melalui prosedur kelas yang berbeda dengan di Negara kapitalis, begitu juga sebaliknya. Bagaimanapun juga, resep yang berkenaan dengan kurikulum dapat dengan mudah dilaksanakan selanhkah lebih maju, bahkan pada esensinya dalam teks umum dan abstrak seperti yang disajikan sekarang. Rekomendasi dan spesifikasi yang akan dating jelas masih digeneralisir dan abstrak. Memindahkannya ke dalam tingkah laku kelas yang kongkrit merupakan pelaksanaan tahap keempat, dan tugas ini diberikan kepada pengembang kurikulum untuk diaplikasikan ke dalam masyarakat yang beraneka ragam, dan tugas ini dituntut oleh PSH dan prinsip yang harus diikuti.
            Dalam konteks pendidikan untuk menghadapi perubahan cepat, dan agak spesifik tentang PSH, Biggs ( 1973 ), membuat analisis kurikulum yang sesuai dengan pembahasan ini. Dia membedakan antara isi belajar, belajar tentang fakta selektif yang dipilih karena dipercaya bernilai dan berguna, dengan proses belajar yang mengubah kemampuan pelajar untuk menghadapi masa depan mereka secara efektif dan otonom. Jenis belajar terakhir ini mungkin berlangsung di sekolah manapun, dan mungkin secara sadar dibantu guru atau tidak. Dalam kenyataannya, terdapat kurikulum eksplisit dan implicit. Menurut Biggs, belajar untuk mengahadapi perubahan yang dimaksudkan adalah proses belajar yang memerlukan:
1.      Proses untuk memiliki atau dapat mengalokasikan informasi.
2.      Proses untuk memiliki keterampilan tingkat tinggi menganalisir.
3.      Proses  memiliki strategi umum untuk memecahkan problem.
4.      Proses menetapkan tujuannya sendiri.
5.      Proses mengevaluasi hasil belajarnya sendiri.
6.      Dapat dimotivasi dengan tepat.
7.      Proses memiliki konsep diri yang tepat.

            Tiga pertama dari pernyataan di atas digolongkan apa yang disebut dengan istilah keterampilan kognitif atau operasional pengetahuan. Empat sisanya berkenaan dengan sikap, motif, nilai dan emosi. Biggs sangat jelas mengakui bahwa, persiapan untuk menghadapi perubahan tidak hanya dilibatkan dalam aspek kognitif saja tetapi juga pengembangan bidang sosio afektif yang cocok untuk itu. Dalam hal ini dia tanpa membuat reference khusus telah menekankan pentingnya suatu kurikulum yang secara horizontal berintegrasi. Biggs kemudian menunjukkan implikasi kebutuhan personal terhadap kurikulum, jika dimaksudkan memperlengkapi orang – orang dengan persekolahan untuk menghadapi perubahan secara efektif. Implikasi yang dia katakana ditempatkan dalam table 3, dan diadopsi langsung dari makalah asli Biggs.



TABEL
KARAKTERISTIK KURIKULUM UNTUK
MENGHADAPI PERUBAHAN
no
Aspek Kurikulum
Karakteristik
1.

2.



3.


4.


5.
Orientasi pada waktu

Tujuan eksplisit belajar



Evaluasi


Motivasi


Kurikulum implicit ( dalam istilah amat umum )
Orientasi untuk menghadapi masa depan.

Ekspresif. Ditentukan oleh pelajar itu sendiri. Pada mulanya kaku, akhirnya menjadi semakin sesuai dengan kemajuan belajar.

Internalized : pelajar mencerminkan performance mereka dan menyiapkan sendiri evaluasi mereka.

Pada dasarnya intrinsic. Motivasi ekstrinsik dapat digunakan untuk membawa kuda ke air, tetapi . . . .

Pelajar pada akhirnya dapat membuat keputusannya sendiri. Masa depan tidak diketahui, tetapi itu mrnjadi tantangan yang harus mereka hadapi.


Analisis tiga dimensi terhadap kurikulum.
            Untuk menunjukkan lebih spesifik adopsi PSH, yang akan sangat berarti untuk praktek dalam kelas, digunakan tiga dimensi analisis terhadap kurikulum. Dimensi pertama meliputi bidang aktivitas kelas. Dimensi ini dikonsepsikan atas dasar analisis kurikulum Bloom, yang disebut dengan Taxonomi. Empat bidang aktivitas kelas diseleksi dari daftar yang telah dikembangkan oleh Bloom beserta rekan kerjanya, yaitu:
1.      Metode dan bahan belajar dan pengajaran,
2.      Aktivitas guru,
3.      Aktivitas murid,
4.      Evaluasi.
Dimensi kedua, dalam istilah implikasi kurikuler dari konsep PSH akan dimasukkan secara khusus ke dalam domain psikologis. Tiga wilayah berfungsinya kejiwaan akan dipergunakan dalam analisis ini, yaitu:
1.      Fungsi kognitif,
2.      Sistem motivasi,
3.      Variable sosio affektif.
Tiga dimensi analisis telah didopsi untuk menjaga approach kejiwaab dasar yang diikuti dalam seluruh teks ini, analisis dalam bidang kognitif, motivasi dan affektif. Dimensi ketiga dipergunakan dalam analisis implikasi terhadap kelas, yaitu konsep PSH itu sendiri. Implikasi teoritis terpenting PSH terhadap sekolah dan pusat belajar di luar sekolah adalah konsep integrasi vertical dan horizontal. Untuk alas an ini dimensi ketiga analisis terdiri dari dua tingkat, yaitu:
1.      Integrasi vertical,
2.      Integrasi horizontal.
            Spesifikasi mendetail aktivitas dalam kelas sesungguhnya di luar ruang lingkup pembahasan teks ini. Bagaimanapun juga dimungkinkan untuk menunjukkan tujuan spesifik dan relative cocok untuk kurikulum yang pada akhirnya dapat dirumuskan oleh guru dalam bentuk tingkah laku di kelas sesungguhnya. Jadi yang diperlukan adalah menyatakan tujuan umum yang mengacu pada situasi sebenarnya yang terjadi di kelas. Untuk itu, akan dipergunakan model tiga dimensi yang baru saja dikemukakan garis besarnya. Tujuan atau ideal PSH akan dispesifikasikan dengan menentukan wilayah aktivitas kelas. Wilayah yang dimaksudkan adalah pengajaran, metode dan bahan belajar, aktivitas guru, aktivitas murid atau evaluasi dan juga spesifikasi domain psikologis yang dengan berfungsinya kognitif, struktur motivasi, atau faktor – faktor sosio afektif. Pada akhirnya dengan menspesifikasikan aspek – aspek khusus yang terlibat dalam PSH, yaitu integrasi vertical atau horizontal. Tujuan kurikulum khusus harus dispesifikasikan sebagai sesuatu yang berkenaan dengan usaha membantu integrasi horizontal fungsi kognitif melalui jenis aktivitas murid yang terlibat, dsb.
TABEL
TUJUAN DALAM BIDANG AKTIVTAS – AKTIVITAS GURU
Daomain Psikologis
Karakteristik Pendidikan Seumur Hidup
Integrasi Horizontal
Integrasi Vertical
Kognitif










Kognitif ( lanjutan )





















Motivasi























affektif
1.      Guru adalah coordinator pengetahuan.

2.      Guru menyediakan bimbingan sumber informasi.

3.      Guru “ inter – learns “ dengan murid.


4.      Guru menjadi model belajar seumur hidup.



5.      Guru menitik beratkan hubungan antara belajar di sekolah dengan efektivitas kehidupan nyata.

6.      Guru menggambarkan pengalaman diluar sekolah.

7.      Guru menggambarkan informasi di luar sekolah.

8.      Guru menggambarkan bahan yang patutu dicontoh dari kehidupan nyata.

1.      Guru memperkuat belajar yang diarahkan sendiri oleh murid.

2.      Guru mengajar aplikasi silang pengetahuan.


3.      Guru membantu perkenalan dengan issu – issu di luar sekolah.

4.      Guru menghargai usaha mengaplikasikan pengetahuan sekolah ke dalam kehidupan nyata.


5.      Guru meningkatkan partisipasi  orang tua murid dan elemen lain masyarakat dalam persekolahan.

1.      Guru mrnrtapkan dirinya sebagai anggota network belajar yang luas termasuk dunia luar sekolah.

2.      Guru menyesuaikan sikap koleganya kepada murid.


3.      Guru menurunkan tingkta imagenya dihadapan murid.
1.      Guru mengacu ke belakang dank e depan dalam menyajikan bahan.

2.      Guru menekankan peningkatan kemudahan pemecahan masalah dengan belajar baru.

3.      Guru menekankan kemajuan dengan pengetahuan baru dan bertambahnya usia.

4.      Guru menunjukkan pengetahuan masa silam.


5.      Guru mendiskusikan dunia masa depan di dalam kelas.



6.      Guru menitik beratkan sesuatu tetap up to date.










1.      Guru mengajar penggunaan belajar baru untuk memecahkan masalah.


2.      Masalah tak terpecahkan untuk sementara ditunda sampai terjadi belajar  baru.

3.      Guru juga mengusahakan belajar baru.


4.      Guru menunjukkan keinginan pada perubahan.




5.      Guru menghargai dan mendorong perencanaan untuk masa depan.



1.      Guru menetapkan dirinya sebagai pelajar terus menerus.




2.      Guru menyajikan pelajaran sebagai jalan untuk mengembangkan diri sendiri.

3.      Guru menghilangkan kecemasan tentang masa depan.




TABEL
TUJUAN KELAS DALAM BIDANG AKTIVITAS MURID
Daomain Psikologis
Karakteristik Pendidikan Seumur Hidup
Integrasi Horizontal
Integrasi Vertical
 Kognitif

























Motivasi

























Affeksi
1.      Murid menerapkan pengetahuan antar disiplin.


2.      Murid menetapkan metode antar displin.

3.      Murid mengakui taktik dalam displin dan melihat dasar yang sama.

4.      Murid memperkenalkan contoh dan bahan dari dunia luar.


5.      Murid menerapkan keterampilan  di sekolah untuk issu – issu di luar sekolah.

6.      Murid menujukkan kekenalannya dengan sumber pengetahuan yang berbeda. 

1.      Murid mencari belajar baru.




2.      Murid mengalami kepuasan dan penghargaan dalam belajar.

3.      Murid menunjukkan kesediaan untuk mendapatkan belajar.

4.      Murid berusaha mendapatkan inovasi dan perkawinan antar disiplun untuk memecahkan masalah.

5.      Murid menunjukkan kesediaan untuk mengasumsikan peranan sebagai pemimpin tutor untuk temannya.

1.      Murid menganggap belajar sebagai alat umum untuk memecahkan masalah.


2.      Murid menetapkan sekolah sebagai bagian network belajar.


3.      Murid menetapkan diri mereka sebagai bagian dari network belajar.


4.      Murid mengaggap pengetahuan sebagai suatau tenunan tunggal.

5.      Murid menentukan diri meraka sabagai pemimpin, inovator dan juga pengikut yang baik.
1.      Murid memanfaatkan belajar terdahulu sebagai basis untuk belajar sekarang.

2.      Murid melihat belajar sekarang sebagai basis belajar akan dating.

3.      Murid menganalisa hubungan belajar masa lalu dan masalah masa kini.

4.      Murid bertindak sebagai sumber informasi untuk yang lebih muda dan mencari informasi dari orang lain.

5.      Murid merencanakan belajar masa depan di  pikirannya.







1.      Murid mencari belajar baru ketika berhadapan dengan masalah, sedangkan pengetahuan mereka sekarang tidak memadai digunakan untuk memecahkannya.

2.      Murid mengalami kepuasan ketika masalah lama dapat dipecahkan dengan belajar baru.

3.      Murid secara aktif mencari kesempatan untuk belajar teus – menerus.













1.      Murid menunjukkan pengertian tentang belajar sebagai alat untuk mengembangkan diri di masa depan.

2.      Murid melihat ketidakmemadaian pengetahuan sekarang sebagai alat untuk memecahkan seluruh masalah di masa depan.

3.      Murid mentapkan diri mereka sebagai orang yang mampu menghadapi perubahan peranan sosial.

4.      Murid merencanakan untuk belajar di masa depan.


TABEL
TUJUAN KELAS DALAM BIDANG EVALUASI
Daomain Psikologis
Karakteristik Pendidikan Seumur Hidup
Integrasi Horizontal
Integrasi Vertical
 Kognitif




















Motivasi

















Affeks
1.      Kredit positif diberikan untuk mengakui rantai silang terdapat dalam pengetahuan.

2.      Prosedur evaluasi menekankan aplikasi pengetahuan untuk pemecahan masalah.

3.      Fungsi evaluasi sebagai informasi atau umpan balik untuk menunjukkan kekurangan pengetahuan, bukan sebgai alat penyortiran murid.

4.      Kredit diberikan untuk aktifitas di luar sekolah.


1.      Evaluasi menghargai keterampilam sekolah ke dalam kehidupan nyata.

2.      Evaluasi mengganjar aplikasi keterampilan di ;luar sekolah.

3.      Prosedur evaluasi digunakan untuk membantu pengukuran diri sendiri.

4.      Evaluasi digunakan untuk motivasi belajar baru.

5.      Evaluasi menolong untuk membantupertumbuhan tingkat aspirasi yang realistis.

1.      Evaluasi menekankan pengertian yang lebih jelas tentang diri dan kemampuannya.

2.      Evaluasi membantu pertumbuhan image diri tentang kemampuan dalam banyak bidan.

3.      Evaluasi menyajikan bimbingan berkenaan interelasi murid dengan dunia nyata.

4.      Evaluasi mengintegrasikan  informasi yang diperoleh di uar sekolah.

5.      Evaluasi mengintegrasikan orang – orang dari luar sekolah.
1.      Evaluasi mendiaknosis kemunduran masa lalu dan berarti sekaligus tindakan penyembuhan.

2.      Evaluasi menunjukkan kememadaian dalam belajar sekarang sebagai basis untuk belajar dimasa depan.


3.      Evaliuasi menyediakan landasan untuk titik lompat belajar baru, evaluasi kembali dan seterusnya.




4.      Evaluasi sebagai basis untuk merencanakan masa depan.


1.      Evaluasi membantu pengembangan keinginan untuk belajar dimasa depan.

2.      Evaluasi menentukan harapan yang sepantasnya untuk masa depan.


3.      Evaluasi mengokohkan harapan kesuksesan di mas depan.


4.      Evaluasi mengiring pengkokohan tujuan yang dapat direalisir.






1.      Evaluasi menyajikan gambaran yang menarik akal tentang bagaimana seseorang mengembangkan dirinya di masa depan.

2.      Evaluasi mengokohkan perasaan yakin akan kemampuan dirinya untuk menghadapi masa depan.


3.      Evaluasi mengokohkan image diri sebgai orang yang mampu menghadapi segalanya melalui belajar.









BAB XII
“EVALUASI DAN PERUBAHAN PENDIDIKAN”

A.    EVALUASI DAN PERUBAHAN PENDIDIKAN
Banyak istilah yang digunakan untuk menyatakan evaluasi pendidikan. Secara etimologis evaluasi berasal dari Bahasa Inggris yaitu “evaluation” yang berarti penilaian. Sedangkan secara terminologis evaluasi pendidikan adalah proses kegiatan untuk menentukan kemajuan pendidikan dibandingkan dengan tujuan yang telah ditentukan dan usaha untuk mencari umpan balik (feed back) bagi penyempurnaan dan perubahan pendidikan.
Evaluasi menunjukkan suatu proses integral dari kehidupan sehari-hari seorang individu di dalam masyarakat. Bentuk evaluasi ada dua macam teknik, yaitu teknik non-tes dan teknik tes. Teknik non-tes tidak menggunakan perangkat soal yang dikerjakan sedangkan teknik tes menggunakan perangkat soal yang dikerjakan peserta didik. Adapuntujuan evaluasi pendidikan menurut Arikunto (2004) ada dua yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum evaluasi pendidikan, yaitu :
1.      Untuk menghimpun bahan keterangan yang akan dijadikan sebagai bahan bukti mengenai taraf perkembangan atau kemajuan yang dialami oleh peserta didik.
2.      Untuk mengetahui efektivitas dari metode-metode pengajaran yang telah dipergunakan dalam proses pembelajaran.
Adapun tujuan khusus dari evaluasi pendidikan adalah :
1.      Merangsang kegiatan peserta didik dalam menempuh program pendidikan. Tanpa adanya evaluasi maka tidak mungkin timbul kegairahan atau rangsangan pada diri peserta didik untuk memperbaiki dan meningkatkan prestasinya masing-masing.
2.      Untuk mencari dan menemukan factor-faktor penyebab keberhasilan atau ketidakberhasilan peserta didik dalam mengikuti program pendidikan, sehingga dapat dicari dan ditemukan jalan keluar perbaikannya.
3.      Cronbach (1963) evaluasi sebagai alat penyedia informasi untuk membuat keputusan.
Berdasarkan bentuk dan tujuannya, evaluasi menunjukkan :
a.       Suatu pengalaman permulaan atau mencari,
b.      Diinterprestasikan dengan cara standar aturan atau prinsip-prinsip,
c.       Menghasilkan keputusan yang bagus atau yang diinginkan.
Bila digambarkan dalam istilah umum, evaluasi dapat dilihat sebagai fundamental yang mengatur mekanisme kehidupan laki-laki dan perempuan di dalam masyarakat. Dalam arti individu-individu dan kelompok-kelompok secara konstan menterjemahkan pengalaman mereka sendiri untuk membentuk pengalaman yang akan datang.
Evaluasi pendidikan biasanya dihubungkan dengan pertumbuhan, inovasi, pembaharuan dan perkembangan. Itu bisa berfokus kepada kebutuhan dan kemajuan dari pelajar itu sendiri, agar memudahkan keputusan-keputusan yang mempengaruhi secara langsung.
Evaluasi mungkin mengetes keseluruhan keefektifan dan keinginan dari kondisi-kondisi yang mempengaruhi belajar di dalam konteks yang ada. Apakah berfokus pada pelajar atau pada kondisi yang mempengaruhi belajar. Evaluasi adalah alat-alat dimana para partisipan di dalam belajar mengajar juga orang lain yang berminat mendapatkan perubahan-perubahan yang dibutuhkan atau tidak, sehingga untuk menentukan keefektifan dari pemecahan yang timbul dengan kebutuhan-kebutuhan tersebut.
Banyak evaluasi di dalam pendidikan informal. Itu didasarkan kepada keputusan-keputusan para pelajar dan lainnya yang secara langsung terlibat dalam proses belajar, usaha-usaha yang baik pada saat perubahan dan modernisasi sistem pendidikan dari masyarakat apapun tidak dapat dihindari, semua tergantung pada evaluasi.
Havelock (1971) dan Huberman (1973) menekankan hubungan di antara pembaharuan dan evaluasi di gambarkan tiga model dasar perubahan pendidikan. Model pengembangan dan riset secara umum adalah :
             a.) Penelitian dasar yang menuju ke penemuan,
             b.) Design dan rekayasa penerapan-penerapan,
             c.) Pembaharuan, dan
             d.) Pengambilan potensi / kemampuan pemakai.
            Contoh :
Evaluasi formatif dan sumatif, interaksi sosial, dan problem solving  (konselor).
Evaluasi secara natural melihat pada kegiatan pendidikan apa saja yang tidak dapat dibantah mengenai kepentingannya. Mengingat evaluasi dihubungkan dengan cara yang berguna dan konstruktif. Evaluasi harus adaptif pada nilai-nilai filosofis pendidikan dari pada peserta di dalam proses pendidikan yang ada.

Sumber-sumber :
1.      Arikunto,Suharmi.1997.Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan.http://cybercounselingstain.bigforumpro.com/t114-pengertian-evaluasi-pendidikan.[Diunduh tanggal 10 November 2011].
2.      Sudijono, Anas. 1996. Evaluasi Pendidikan.http://cybercounselingstain.bigforumpro.com/t117-tujuan-evaluasi-pendidikan. [Diunduh tanggal 10 November 2011].

B.     KONTEKS SOSIAL DAN BUDAYA BAGI PENDIDIKAN SEUMUR HIDUP
Pendidikan seumur hidup digambarkan sebagai “Master bagi kebijaksanaan pendidikan”. Secara tegas, pendidikan seumur hidup bukan suatu konsep atau teori, tapi merupakan suatu perangkat prinsip dasar untuk mendorong demi pendidikan mendatang,(serta di gunakan untuk menunjang pendidikan sosial kita di masyarakat) dengan adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sehingga diharapkan suatu masyarakat dapat menyesuaikan diri / beradaptasi.(serta masyarakat primitif bisa merubah diri menjadi masyarakat yang modern dengan adanya teknologi yang semakin maju) Sebab lingkungan sosial dimana seseorang dibesarkan mengkondisi pertumbuhan kejiwaan dan kepribadian. Keuntungan sosialisasi adalah seseorang dengan mudah dapat berfungsi dalam masyarakat tertentu( yaitu dapat mendukung kelangsungan hidup individu,mengembangkan kemampuan berkomunikasi,membantu membentuk kepribadian individu)
Banyak negara-negara yang kurang berkembang sangat sukar untuk bisa membangun sekolah-sekolah yang masih tradisional dengan cepat, bila dibandingkan dengan negara yang modern di mana tingkat ekonominya sudah baik yang dijadikan sebagai sarana. Masyarakat yang sudah berkembang maju akan melihat pada system penyampaian pendidikan, di mana masyarakat setelah usia sekolah meningkatkan keterampilan kerja dan menggunakan waktu luangnya secara produktif.
Untuk itu, pendidikan seumur hidup merupakan mata rantai dalam perkembangan sosial budaya, baik dengan pekerjaan maupun tindakan masyarakat. Pendidikan seumur hidup tidak dapat ditentukan sebagai filosofi pendidikan yang utuh atau teori. Itu hanyalah suatu cara untuk mengkonseptualisasikan dan mengkomunikasikan kenyataan di dalam dunia yang cenderung kepada peningkatan peran pendidikan di masyarakat. Pendidikan menjadi alat sosial yang utama untuk meningkatkan pertumbuhan individu dan perwujudan diri.

MenentukanPendidikanSeumurHidup
            Perangkatdariprinsippendidikanseumurhidupmerupakansuatu yang bersifateklitikdaninklutif.Biladigabungkanmerupakansuatupandangan yang holistic daripendidikan yang beroperasidalammasyarakatbelajar yang menjadi ideal dimanaindividuterlibatsecarapribadidansosial di dalambelajarsepanjanghayat.
            Persamaandandemokratisasipendidikanmerupakanperwujudan di dalampendidikanseumurhidup, merupakansuatuhal yang pentinguntukevaluasi.Di dalamevaluasi literature merupakansuatuhal yang vital, di masalampautelahseringdifungsikankompetisidiantaraparapelajar.Secaraindividumaupunkolektif, evaluasimemberikan control belajardalambantuanmengembangkanotonomidanketergantungansecaraoperatif.Demikianitusuatu yang fleksibeldanpendekatan – pendekatan yang tidaksebagaihukumanpadaevaluasi yang diterapkan.

KESERTAAN DALAM PRINSIP PENDIDIKAN SEUMUR HIDUP

            Prinsip-prinsip asli dari pendidikan seumur hidup diambil dari suatu perangkat konsep-konsep karakteristik dan mengerahkannya pada topik-topik kurikulum sekolah, strategi belajar dan evaluasi. Karya ini tidak akan digambarkan disini kecuali bila merupakan suatu yang berhubungan dengan evaluasi. Namun skop dan kesertaan prinsip-prinsip sebagai berikut (Dave 1975) :
            Pendidikan seumur hidup adalah konsep komprehensip yang menyertakan belajar secara formal maupun nonformal dan informal yang diluaskan melalui kehidupan individu untuk mendapatkan pengembangan baik secara personal maupun sosial. Pendidikan seumur hidup mencari pandangan suatu pendidikan dalam totalitasnya menyertakan belajar terjadi di rumah, sekolah, masyarakat dan tempat kerja serta melalui mas media, melalui situsasi lain untuk mendapatkan dan meningkatkan kesejahteraan/keenakan.
            Proses pendidikan seumur hidup sangatlah kompleks dan dalam hal ini pula muncul tentang pelembagaan dalam konsep pendidikan terus menerus. Pelembagaan pendidikan dalam bentuk persekolahan terbatas hanya untuk usia anak-anak dan adolescen. Keterbatasan konvensional persekolahan formal untuk periode antara 6 sampai 18 tahun biasanya berasal dari pertimbangan ekonomi dan sosial. Umpamanya, orang tua akan mengalami kesulitan yang amat sangat dalam membiayai anaknya yang seluruh waktunya digunakan untuk pendidikan sampai usia 30 tahun atau lebih. Dalam waktu yang sama, kebutuhan masyarakat akan tenaga kerja tidak dapat dipenuhi oleh sistem persekolahan full-time yang harus diikuti oleh orang-orang sampai pertengahan usia dewasa. Jelas bahwa organisasi tradisional persekolahan dibenarkan oleh dan memperkuat seperangkat kepercayaan kejiwaan tentang belajar. Meskipun barangkali tidak penting untuk dijadikan pertimbangan utama dalam pengembangan persekolahan seperti yang ada sekarang, namun praktek masa kini jelas mencerminkan pendirian bahwa usia yang terbaik untuk belajar adalah selama masa usia persekolahan yang terjadi sekarang ini. Proses pendidikan seumur hidup yang sekarang cenderung mengalami perubahan dapat dengan mudah dapat kita jalankan dengan metode belajar dimanapun, kapanpun dengan siapapun, sehingga proses belajar yang kita butuhkan berlaku secara terus menerus.

KRITERIA EVALUASI BAGI PENDIDIKAN SEUMUR HIDUP
            Kriteria evaluasi merupakan standart bagi fenomena / gejala yang diletakkan dan di pakai secara jelas kriteria sebagai standart umumnya dipakai secara diskriptif yang membedakan antara apa yang diinginkan dan apa yang tidak diinginkan .oleh karena itu kriteria adalah satu refrensi konflik bagi prinsip prinsip abstrak atau aturan mendefisinikan apa yang baik.
            Kegiatan pada kriteria evaluasi bagi pendidikan seumur hidup masih merupakan tahapan yang awal.Namun permulaan dalam proses ini dibuat dalam proyek evaluasi kurikulum yang bersifat multinasiounal .Salah satu dari dua tujuan utama proyek ini ialah mengisolasikan ciri ciri yang ada dari kurikulum yang mencukup prinsip prinsip pendidikan seumur hudup.
            Kriteria evaluasi itu dibagi menjadi tiga tingkatan :
Pertama, kriteria umum secara relatif ,kedua,mendefinisikan kondisi kondisi yang diinginkan dan yang terakhir dua atau lebih spesifikasi yang dikembangkan pada masing masing peryataan kriteria.
Daftar yang membantu prinsip prinsip pendidikan seumur hidup :
1.      Integrasi horisontal
Fungsi khusus dalam pendidikan seumur hidup pula menjadikan konsep serta proses belajar individu menjadikan persekolahan tidak hanya terjadi pada sektor formal. Dengan hal ini menekankan untuk menghubungkan antara sekolah sekolah dan lembaga lembaga sosial serta struktur yang memenuhi fungsi pendidikan atau adanya kerjasama di antara pendidikan sekolah dan luar sekolah sebagai perwujudan belajar sepanjang hayat.
Kriteria dan spesifikasi yang bersifat ilustrasi
1.      Integrasi antara rumah dan sekolah
2.      Integrasi antara rumah dan masyarakat
3.      Intgarasi rumah dan kerja
4.      Integrasi diantara sekolah,budaya,lembaga,organisasi dan kegiatan kegiatan
5.      Integrasi antara sekolah dan mas media
6.      Integrasi dari subyek belajar
7.      Integrasi diantara subyek kurikulum dan kegiatan ekstra kurikulum
8.      Integrasi pelajar yang memiliki ciri ciri yang berbeda

II. Vertikal Articulasi :
Artikulasi diantara unsur-unsur kurikulum pada level yang berbeda dan kurikulum sekolah, pra sekolah serta  pasca sekolah untuk pencapaian system pendidikan yang lingkungannya berbeda,khususnya berorientasi pada tingkat umur yang berbeda dari masyarakat.
Dalam literatur pendidikan seumur hidup, pra sekolah dan pasca sekolah bukanlah menerapkan pelengkap sekolah,tetapi merupakan partner yang berdiri sejajar.
Kriteria dan spesifikasi secara ilustrasi :
1.      Integrasi di antara pengalaman,pra sekolah dan sekolah.
2.      Integrasi di antara tingkat atau level yang berbeda di dalam sekolah.
3.      Integrasi di antara persiapan sekolah dan aktivitas pasca sekolah.
Dalam evaluasi sering berguna membedakan antara cara pendidikan dan tujuan pendidikan. Perbedaan cara dan tujuan tidak selalu mudah dibuat. Macam kapasitas yang mungkin dihubungkan dengan konsep kependidikan bisa didefinisikan sebagai tujuan dalam sense referensi pada kapasitas yang dikembangkan dalam pembelajaran. Tetapi kapasitas seperti itu sama-sama merupakan pada jenis tujuan pembelajaran lain.
Demikian juga nampaknya tepat untuk memandang metode atau proses pendidikan sebagai cara,sedangkan memandang outcome yang dimanifestasikan dalam pembelajaran sebagai tujuan. Kedua daftar kriteria yang baru saja diberikan tertuju pada cara menyusun pendidikan.
Kriteria lain dalam kelompok yang mengikuti biasanya dianggap sebagai cara dalam sense,dalam kriteria itu lebih ditujukan pada proses atau struktur pendidikan daripada outcome yang dimanifestasikan dalam pembelajar atau dalam masyarakat sebagi keseluruhan. Selagi kriteria itu berasal dari konsep pendidikan seumur hidup,kriteria itu di sini dianggap sebagai kriteria dalam sense yang sama yang mana perubahan yang diinginkan dalam pembelajaran adalah kriteria.




III. Orientasi pada pertumbuhan diri :
Perkembangan dalam pembelajaran dari karakteristik pribadi yang menyumbangkan pada proses jangka panjang pertumbuhan dan perkembangan yang mengangkut kesadaran diri yang realistik ,minat pada dunia dan pada orang lain ,keinginan mencapai kriteria internal untuk membuat evaluasi dan penilaian dan semua kesatuan kepribadian.
            Kelompok ini memesukan kriteria yang mensefisinikan berbagai aspek pertumbuhan pribadi.Beberapa elemen dari konsep pendidikan yang lebih luas jelas berasal dari sini,khususnya yang berhubungan dengan motivasi dalam pembelajaran.
 Kriteria sasaran pada hasil dari proses pendidikan secara terus menerus:
1.      Pengertian diri sendiri
2.      Minat pada manusia dan dunia lingkungan
3.      Motivasi pencapaian
4.      Pembentukan kriteria penilaian internal
5.      Pembentukan nilai nilai dan sikap sikap progesif
6.      Intergasi dari kepribadian
Pembelajaran yang terarah diri :
Individualisasi dari pengalaman belajar terhadap tujuan pengembangan skill dan kompetensi pembelajar dalam perencanan,pelaksanan  dan evaluasi dari aktivitas sebagai individu dan sebagai anggota kelompok belajar yang coperatif.
Spesifikasi ilustrasi dan kriteria :
1.      Partisipasi dalam planing,pelaksanaan,dan evaluasi belajar
2.      Individualisasi dari perkembangan
3.      Perkembangan dari skill pembelajaran diri
4.      Perkembangan dari skill antar pembelajaran
5.      Perkembangan dari evaluasi diri dari evaluasi kerjasama dari skill.

Pemeriksaan dari spesifikasi untuk kelompok ini menyarankan paling tidak tiga kunci asumsi mengenai bagaimana orang belajar,mungkin diduga dari kriteria ini :
a.       Jika pembelajaran diindividualisasikan dalam langkah,metode,dan isi, maka pembelajar akan belajar bagaimana menyeleksi dan menggunakan pendekatan yang paling cocok bagi mereka sebagai individu pengetahuaan ini akan memudahkan perkembangan pengarahan diri dalam belajar.
b.      Jika pembelajar diberi pengalaman dalam membuat keputusan mereka dan berhubungan dengan konsekuensi keputusan itu,maka mereka akan menjadi termotivasi dan kompeten untuk mengarahkan pembelajaran mereka di masa mendatang.informal seperti diimplikasikandengan pelatihan dalam pekerja atau kegunaan tv umum untuk tujuan pendidikan.
c.       Apakh tujuan evaluasi adalah membuat penelitian tentng pembelajaran atau tentang kondisi yang mempengaruhi pembelajaran.
d.      Apakah konsepsi dari praktek evaluasi condong kepada model perkembangan dan penelitian atau hubungan manusia dan atau model penyelesaian makalah.

Praktikum pada proses pendidikan secara terus menerus pula dapat menjadikan individu memiliki motivasi dalam hal penyiapan keterampilan yang tersedia dan diperlukan,maka dari hal ini diperlukannya proses belajar yang terjadi secara terus menerus.Tujuan utama persekolahan adalah menyiapkan anak untuk kehidupan yang akan datang, maka belajar dipandang sebagai sesuatu yang tidak relevan dengan kehidupan sehari-hari daripada anak didik.
Pendapat yang menekankan pada dua hal,yaitu’’horizontal intregation’’ dan’’vertikal integration’’yang pertama dimaksudkan, bahwa belajar disekolah hendaknya dikoordinasikan dengan komponen lain didalam masyarakat tempat anak memperoleh pengalaman belajar,misalnya keluarga,perkumpulan-perkumpulan pemuda,masyarakat,tempat kerja,pergaulan dengan teman-teman sebaya,dan sebagainya. Selanjutnya dikemukakan sebagaian besar anggota masyarakat hendaknya dipandang sebagai/suatu integrasi yang luas,dan bukan sesuatu yang kurang berhubungan antara disiplin ilmiah yang satu dengan yang lain. 

Masyarakat Nasional yang sedang berkembang dan  maju
            Dalam masyarakat yang kurang berkembang prinsip pendidikan seumur hidup ini menawarkan cara alternatif untuk pencapaian dasar pendidikan untuk perkembangan ekonomi masyarakat secara keseluruhan,yang mungkin memiliki daya tarik yang besar. Metode yang digambarkan dari antropologi dan etnologi mungkin jauh lebih berguna sebagai model untuk evaluasi dalam daerah pedesaan dari pada model perkembangan dan penelitiaan yang ditunjukan pada permulaan bab  ini.
Individu dan Kolektifitas
            Perbedaan yang kedua ini berhubungan dengan perbedaan mengembangkan dan dikembangkan. 




Selamat Datang di blog B.L.A.J.A.R. #semoga bermanfaat!!! :)