Perbedaan Masyarakat Perkotaan di Jakarta dengan Masyarakat Perdesaan di Jawa Tengah
Mendengar kata masyarakat mungkin kita akan langsung tertuju
pada satu kesatuan kumpulan manusia yang saling membutuhkan bantuan orang lain,
saling bahu membahu, saling membantu untuk mempertahankan kelangsungan
hidupnya. Nah, dari situlah akhirnya terbentuklah sebuah tatanan sekelompok
manusia yang saling membutuhkan bantuan orang lain yang saling berinteraksi
antara individu-individunya yang menjadi satu kesatuan sistem yang saling
berkomunikasi.
Suatu
masyarakat itu sering berkumpul menjadi satu berdasarkan mata pencaharian dalam
kehidupanya, setiap mata pencaharian pasti akan mempunyai suatu
komunitas-komunitas sendiri yang mendominasi suatu masyarakat wilayah tertentu.
Dan sebenarnya Masyarakat tidak harus terdiri dari banyak orang karena suatu
masyarakat bisa dikatakan sebuah masyarakat jika beranggotakan minimal 2 orang
yang sadar sebagai satu kesatuan yang mempunyai hubungan dalam waktu yang cukup
lama yang saling berkomunikasi dan mempunyai aturan-aturan yang membentuk suatu
sistem yang dapat menimbulkan sebuah kebudayaan baru.
Nah,
tapi ada perbedaan antara masyarakat kota terutama yang ada didaerah Jakarta,
sebagai kota yang besar dan banyak penduduk dengan masyarakat di Jawa Tengah
khususnya yang bagian pedesaan atau pegunungan. Walaupun sebelumnya sudah
dikatakan suatu masyarakat hidup dalam
satu kesatuan yang mempunyai mata pencaharian sama, akan tetapi beda pada
masyarakat di kota terutama di Jakarta biasanya dalam satu masyarakatnya memiliki
beragam mata pencaharian, jika pada masyarakat kota mata pencaharian mereka
sesuai dengan keahlian dan keterampilnya dan pasti berbeda-beda. Jadi, itu yang
mengakibatkan suatu masyarakat kota cenderung mempunyai pepatah “hidupku
hidupku dan hidupmu hidupmu” atau kata lain interaksi yang terjadi kurang akrab
karena mereka kurang peduili dengan lingkungan disekitarnya dan bahkan dasar
mereka membentuk suatu tatanan masyarakat juga karena kepentingan, yang
akhirnya mengakibatkan keterikatan terhadap tradisinya sangat kecil karena bagi
mereka waktu sangat berharga dan mereka tidak akan membuang-buang waktu hanya
untuk melakukan apa tradisi mereka,
karena masyarakat perkotaan sebagian besar orang berpendidikan tinggi yang
mempunyai kesibukan yang padat.dan untuk tingkat keagamaan juga berkurang,
karena mereka sibuk dan menggap waktu adalah untuk bekerja, maka untuk
beribadah atau mengamalkan ajaran agamanya tidak akan sempat mereka lakukan, walaupun ada segelintir orang yang taat
agamanya. Karena kita lihat di jakarta yang sukses memang bisa sukses, tapi
yang tidak sukses apa yang terjadi mereka hidup serba kekurangan, kadang makan
aja susah apalagi untuk mempunyai tempat tinggal. Maka dari itu di Jakarta
semua orang berlomba-lomba ingin menjadi sukses, karena banyak yang dari
perantaun juga, jadi mereka terlalu sibuknya dengan apa yang sedang mereka perebutkan
dan mereka kejar, dan dari situlah mereka sering kali melupakan siapa yang
harus mereka utamakan, agama apa pekerjaan. Walaupun pekerjaan yang ada begitu
banyak peluang, tapi mereka tidak akan pernah berhenti untuk terus berlomba
karena, mereka berfikir untuk harus tetap bisa hidup di kejamnya kota Jakarta
itu, ketika kita lihat masyarakat Jakarta memang terlihat mereka orang-orang yang hidup dalam
suatu khalayak yang ramai akan tetapi, kenyataanya mereka hidup berjauhan,
karena kerumunan keramaian bagi mereka hanya bersifat sementara karena
tingginya tingkat aktivitas penduduknya.
Beda
dengan masyarakat di Jawa Tengah terutama di pedesaan, kalau kita lihat secara nyata saja perbedaan
yang terlihat sangat jelas antara masyarakat kota di Jakarta dan masyarakat
Jawa Tengah di pedesaan.kita lihat saja dari segi mata pencaharian masyarakat
pedesaan sangat berbeda dengan masyrakat kota yang relatif bervariasi, pada
masyarakat pedesaan mata pencaharian mereka bersifat homogen atau mempunyai
macam yang sama, dan dalam masyarakat Jawa Tengah khususnya di bagian pedesaan
mata pencaharian yang lebih dominasi adalah sebagai petani. Dan karena mata
pencaharian yang dominasi ini hidup mereka menjadi kurang maju, karena mereka
hanya mengandalkan keterampialn pertanianya dari nenek moyangnya terdahulu,
mereka terlalu monoton, kurang mau melangkah sedikit untuk lebih maju, mereka
sudah terlalu berfikir jika keterampialn yang turun temurun itulah yang paling
benar bagi mereka. Contohnya ada suatu kabupaten di Jawa Tenagh yaitu Kabupaten
Temanggung, warga masyarakat daerahnya adalah petani tembakau, padahal jika
kita lihat tembakau hanya musiman, satu tahun sekali. Akan tetapi mereka tetap
pertahankan itu, karena mereka terlalu mempunyai persepsi bahwa saat musim itulah
kita bisa mneapatkan uang banyak, walaupun kadang tidak pasti kadang rugi dan
kadang untung. Tetapi mereka tidak pernah mau mengganti kebiasaan itu. Padahal jika
kita lihat andaikan mereka merubah kebiasaan menjadi berdagang kemungkinan
mereka bisa lebih maksmur hidupnya.
Tapi
dari sikap yang homogen seperti itu masyarakat pedesaan cenderung taat kepeda
agamanya, lebih mau mengamalkan kebaikan-kebaiakn agamanya, karena sudah
terpaku dalam memorynya jika kita meninggalkan ajaran agama kita akan mendapat dosa.
Dan mereka mempertahankan persepsi apa yang telah menjadi kebiasaanya. Dan
mereka merasa takut dengan perkataan itu, dan tingkat keagamaan mereka lebih
bagus, disamping karena mereka juga tidak mempunyai kesibukan yang benar-benar
padat seperti di kota Jakarta. Sebenarnya berfikir homogen pada masyarakat desa
di pengaruhi oleh rendahnay tingakt pendidikan masyarakat desa, karena dalam
masyarakat pedesaan mereka tidak terlalu mementingkan sebuah pendidikan tinggi,
bagi mereka pendidikan tinggi hanya membuang-buang uang, lebih baik uang
digunakan untuk kepentingan lain yang mendesak karena tingkat di terima pada
suatu pekerjaan relatif rendah. Karena mereka takut pendidikan tinggi juga hanya
akhirnya akan menganggur juga. Jadi mereka yang penting kebersamaan dibanding
sekolah tinggi. Ada sebuah pepatah Jawa mengatakan “mangan ora mangan sek
penting kumpul”, bagi mereka makan bukan kebutuhan yang utama, tapi kebersamaan
dan kekeluargaan itu lebih penting untuk mempertahankan bersatunya sebuah kebudayaan
yang telah dibangunnya, tapi justru dari situlah rasa keterikatan mereka
terhadap tanah kelahiran dan tradisi-tradisi yang ada sangat terikat. Bagi
mereka kehidupan akan berlangsung ketika kita saling membutuhkan dan timbul
rasa solidaritas antar anggota kelompok dalam masyarakat. Dan mereka mempunyai
ikatan batin yang kuat antar warga desa. Dan pada setiap warga desa mereka
saling ikut merasakan dan saling bertanggungjawab pada setiap tindakan yang
dilakuakn sesama anggota dari masyarakat tersebut.
Nah, tapi
perlu kita ketahui sebenarnya masyarakat perkotaan dan pedesaan bukanlah dua
komisi yang terpisah antara satu dengan yang lainnya, karena ada saat dimana
mereka saling berhubungan sangat erat cenderung memiliki ketergantungan satu
sama lain.
Bahan
Bacaan :
·
http://celoteh-galang.blogspot.com/2012/11/masyarakat-pedesaan-masyarakat-perkotaan.html?m=1
Penulis
:
Dwi Hana, mahasiswa S1 Pendidikan Luar Sekolah,
Universitas Negeri Semarang, Indonesia.
Kontak : megamihana11@gmail.com
0 comments:
Post a Comment