Cute Red Pencil

Sunday, January 4, 2015

Artikel Antropologi

Perbedaan Masyarakat Perkotaan di Jakarta dengan Masyarakat Perdesaan di Jawa Tengah
Mendengar kata masyarakat mungkin kita akan langsung tertuju pada satu kesatuan kumpulan manusia yang saling membutuhkan bantuan orang lain, saling bahu membahu, saling membantu untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Nah, dari situlah akhirnya terbentuklah sebuah tatanan sekelompok manusia yang saling membutuhkan bantuan orang lain yang saling berinteraksi antara individu-individunya yang menjadi satu kesatuan sistem yang saling berkomunikasi.
Suatu masyarakat itu sering berkumpul menjadi satu berdasarkan mata pencaharian dalam kehidupanya, setiap mata pencaharian pasti akan mempunyai suatu komunitas-komunitas sendiri yang mendominasi suatu masyarakat wilayah tertentu. Dan sebenarnya Masyarakat tidak harus terdiri dari banyak orang karena suatu masyarakat bisa dikatakan sebuah masyarakat jika beranggotakan minimal 2 orang yang sadar sebagai satu kesatuan yang mempunyai hubungan dalam waktu yang cukup lama yang saling berkomunikasi dan mempunyai aturan-aturan yang membentuk suatu sistem yang dapat menimbulkan sebuah kebudayaan baru.
Nah, tapi ada perbedaan antara masyarakat kota terutama yang ada didaerah Jakarta, sebagai kota yang besar dan banyak penduduk dengan masyarakat di Jawa Tengah khususnya yang bagian pedesaan atau pegunungan. Walaupun sebelumnya sudah dikatakan  suatu masyarakat hidup dalam satu kesatuan yang mempunyai mata pencaharian sama, akan tetapi beda pada masyarakat di kota terutama di Jakarta biasanya dalam satu masyarakatnya memiliki beragam mata pencaharian, jika pada masyarakat kota mata pencaharian mereka sesuai dengan keahlian dan keterampilnya dan pasti berbeda-beda. Jadi, itu yang mengakibatkan suatu masyarakat kota cenderung mempunyai pepatah “hidupku hidupku dan hidupmu hidupmu” atau kata lain interaksi yang terjadi kurang akrab karena mereka kurang peduili dengan lingkungan disekitarnya dan bahkan dasar mereka membentuk suatu tatanan masyarakat juga karena kepentingan, yang akhirnya mengakibatkan keterikatan terhadap tradisinya sangat kecil karena bagi mereka waktu sangat berharga dan mereka tidak akan membuang-buang waktu hanya untuk melakukan  apa tradisi mereka, karena masyarakat perkotaan sebagian besar orang berpendidikan tinggi yang mempunyai kesibukan yang padat.dan untuk tingkat keagamaan juga berkurang, karena mereka sibuk dan menggap waktu adalah untuk bekerja, maka untuk beribadah atau mengamalkan ajaran agamanya tidak akan sempat mereka lakukan,  walaupun ada segelintir orang yang taat agamanya. Karena kita lihat di jakarta yang sukses memang bisa sukses, tapi yang tidak sukses apa yang terjadi mereka hidup serba kekurangan, kadang makan aja susah apalagi untuk mempunyai tempat tinggal. Maka dari itu di Jakarta semua orang berlomba-lomba ingin menjadi sukses, karena banyak yang dari perantaun juga, jadi mereka terlalu sibuknya dengan apa yang sedang mereka perebutkan dan mereka kejar, dan dari situlah mereka sering kali melupakan siapa yang harus mereka utamakan, agama apa pekerjaan. Walaupun pekerjaan yang ada begitu banyak peluang, tapi mereka tidak akan pernah berhenti untuk terus berlomba karena, mereka berfikir untuk harus tetap bisa hidup di kejamnya kota Jakarta itu, ketika kita lihat masyarakat Jakarta memang  terlihat mereka orang-orang yang hidup dalam suatu khalayak yang ramai akan tetapi, kenyataanya mereka hidup berjauhan, karena kerumunan keramaian bagi mereka hanya bersifat sementara karena tingginya tingkat aktivitas penduduknya.
Beda dengan masyarakat di Jawa Tengah terutama di pedesaan,  kalau kita lihat secara nyata saja perbedaan yang terlihat sangat jelas antara masyarakat kota di Jakarta dan masyarakat Jawa Tengah di pedesaan.kita lihat saja dari segi mata pencaharian masyarakat pedesaan sangat berbeda dengan masyrakat kota yang relatif bervariasi, pada masyarakat pedesaan mata pencaharian mereka bersifat homogen atau mempunyai macam yang sama, dan dalam masyarakat Jawa Tengah khususnya di bagian pedesaan mata pencaharian yang lebih dominasi adalah sebagai petani. Dan karena mata pencaharian yang dominasi ini hidup mereka menjadi kurang maju, karena mereka hanya mengandalkan keterampialn pertanianya dari nenek moyangnya terdahulu, mereka terlalu monoton, kurang mau melangkah sedikit untuk lebih maju, mereka sudah terlalu berfikir jika keterampialn yang turun temurun itulah yang paling benar bagi mereka. Contohnya ada suatu kabupaten di Jawa Tenagh yaitu Kabupaten Temanggung, warga masyarakat daerahnya adalah petani tembakau, padahal jika kita lihat tembakau hanya musiman, satu tahun sekali. Akan tetapi mereka tetap pertahankan itu, karena mereka terlalu mempunyai persepsi bahwa saat musim itulah kita bisa mneapatkan uang banyak, walaupun kadang tidak pasti kadang rugi dan kadang untung. Tetapi mereka tidak pernah mau mengganti kebiasaan itu. Padahal jika kita lihat andaikan mereka merubah kebiasaan menjadi berdagang kemungkinan mereka bisa lebih maksmur hidupnya.
Tapi dari sikap yang homogen seperti itu masyarakat pedesaan cenderung taat kepeda agamanya, lebih mau mengamalkan kebaikan-kebaiakn agamanya, karena sudah terpaku dalam memorynya jika kita meninggalkan ajaran agama kita akan mendapat dosa. Dan mereka mempertahankan persepsi apa yang telah menjadi kebiasaanya. Dan mereka merasa takut dengan perkataan itu, dan tingkat keagamaan mereka lebih bagus, disamping karena mereka juga tidak mempunyai kesibukan yang benar-benar padat seperti di kota Jakarta. Sebenarnya berfikir homogen pada masyarakat desa di pengaruhi oleh rendahnay tingakt pendidikan masyarakat desa, karena dalam masyarakat pedesaan mereka tidak terlalu mementingkan sebuah pendidikan tinggi, bagi mereka pendidikan tinggi hanya membuang-buang uang, lebih baik uang digunakan untuk kepentingan lain yang mendesak karena tingkat di terima pada suatu pekerjaan relatif rendah. Karena mereka takut pendidikan tinggi juga hanya akhirnya akan menganggur juga. Jadi mereka yang penting kebersamaan dibanding sekolah tinggi. Ada sebuah pepatah Jawa mengatakan “mangan ora mangan sek penting kumpul”, bagi mereka makan bukan kebutuhan yang utama, tapi kebersamaan dan kekeluargaan itu lebih penting untuk mempertahankan bersatunya sebuah kebudayaan yang telah dibangunnya, tapi justru dari situlah rasa keterikatan mereka terhadap tanah kelahiran dan tradisi-tradisi yang ada sangat terikat. Bagi mereka kehidupan akan berlangsung ketika kita saling membutuhkan dan timbul rasa solidaritas antar anggota kelompok dalam masyarakat. Dan mereka mempunyai ikatan batin yang kuat antar warga desa. Dan pada setiap warga desa mereka saling ikut merasakan dan saling bertanggungjawab pada setiap tindakan yang dilakuakn sesama anggota dari masyarakat tersebut.
Nah, tapi perlu kita ketahui sebenarnya masyarakat perkotaan dan pedesaan bukanlah dua komisi yang terpisah antara satu dengan yang lainnya, karena ada saat dimana mereka saling berhubungan sangat erat cenderung memiliki ketergantungan satu sama lain.
Bahan Bacaan :
·         http://celoteh-galang.blogspot.com/2012/11/masyarakat-pedesaan-masyarakat-perkotaan.html?m=1
 
Penulis :
Dwi Hana, mahasiswa S1 Pendidikan Luar Sekolah, Universitas Negeri Semarang, Indonesia.
Kontak : megamihana11@gmail.com

0 comments:

Post a Comment

Selamat Datang di blog B.L.A.J.A.R. #semoga bermanfaat!!! :)